Adab & HumanioraAl-Qur'an & HadisGaya Hidup

Perspektif Sosiologi dalam Al-Qur’an Mengenai Interaksi Sosial

TATSQIF ONLINE Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang bergantung pada peran orang lain dalam kehidupannya. Interaksi ini berlangsung secara terus-menerus di dalam masyarakat.

Setiap hubungan yang terjalin akan membawa dampak positif atau negatif bagi kehidupan sosial masyarakat. Umumnya, hubungan-hubungan ini disebut sebagai interaksi sosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), interaksi diartikan sebagai aksi timbal balik, sedangkan sosial merujuk kepada sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat. Oleh karena itu, interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang terjadi di antara anggota-anggota suatu masyarakat.

Mengutip dari buku Tim Mitra Guru, interaksi sosial merupakan dinamika hubungan-hubungan sosial yang melibatkan interaksi antar individu, antar kelompok, maupun antara individu dan kelompok.

Hal ini mencakup berbagai bentuk hubungan sosial yang terjadi dalam konteks masyarakat, yang dapat berlangsung dalam skala kecil seperti interaksi antar individu di dalam sebuah keluarga, hingga skala besar seperti interaksi antar kelompok dalam sebuah komunitas atau bahkan antar negara.

إنْ أحْسَنْتُمْ أحْسَنْتُمْ لِأنْفُسِكُمْ وَإنْ أسَأْتُمْ فَلَهَا 

Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, amak (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.”

Dalam tafsir Al-Misbah, Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa bagi seseorang yang konsisten dalam ketaatan dan amal shaleh, Allah SWT telah menjanjikan bahwa hal tersebut akan mendatangkan balasan yang setimpal. Dengan kata lain, orang tersebut telah berbuat baik dan memberi manfaat bagi dirinya sendiri, dan sebaliknya, jika ia berbuat buruk, dampak negatifnya akan kembali kepadanya.

Lebih lanjut, ayat tersebut secara tegas menyampaikan pesan yang menggambarkan hubungan erat antara tindakan individu dengan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, tindakan baik dan buruk tidak hanya memengaruhi individu yang melakukannya, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan pada masyarakat tempat individu tersebut tinggal.

Konsep ini mencerminkan pemahaman yang dalam tentang kesejahteraan bersama, di mana tindakan baik berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup bersama, sementara tindakan buruk menyebabkan gangguan dan kerusakan dalam struktur sosial masyarakat.

Pentingnya tanggung jawab sosial individu terhadap masyarakatnya juga ditekankan dalam ayat tersebut. Setiap tindakan yang diambil individu tidak hanya memiliki dampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada orang lain di sekitarnya.

Oleh karena itu, setiap individu diminta untuk bertindak secara bertanggung jawab, mempertimbangkan implikasi sosial dari setiap tindakan yang mereka lakukan. Tanggung jawab ini mencakup kesadaran akan kepentingan bersama dan kontribusi positif terhadap kehidupan masyarakat secara umum.

Dari perspektif interaksi sosial, ayat tersebut juga mencerminkan pola interaksi dalam masyarakat. Tindakan baik cenderung memperkuat hubungan sosial, memperkuat ikatan masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang harmonis. Sebaliknya, tindakan buruk memiliki potensi untuk merusak hubungan sosial, memicu konflik, dan mengganggu stabilitas masyarakat.

Oleh karena itu, kesadaran akan konsekuensi sosial dari setiap tindakan menjadi penting dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam interaksi antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat.

Dengan demikian, ayat ini memuat pesan yang mendalam tentang pentingnya memperhatikan dampak sosial dari setiap tindakan individu dalam menjaga kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat secara keseluruhan.

وَجْعَل لِّى وَزِيرًا مِّنْ أهْلِى – هَرُونَ أخِى 

Artinya: “Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku.”

Menurut penafsiran Thabathab’i dalam kitab Al-Mizan fi Tafsiril Qur’an, disebutkan bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menjadikan Harun sebagai mitra dalam berdakwah, serta meminta agar Harun diangkat sebagai saudaranya. Selain itu, Nabi Musa juga memohon kepada Allah agar Harun diberi jabatan sebagai seorang Nabi, sehingga dapat membantu dalam tugas dakwah dan mengurus hal-hal lainnya.

Dari perspektif sosiologi, ayat ini mencerminkan pentingnya hubungan sosial dalam keluarga dan komunitas. Permintaan Nabi Musa kepada Allah untuk menjadikan Harun sebagai pembantunya menyoroti konsep kerja sama dan dukungan dalam lingkungan keluarga.

Dalam konteks ini, Nabi Musa mengakui bahwa untuk berhasil dalam misi dakwahnya, dia membutuhkan bantuan dari anggota keluarganya sendiri, yaitu Harun, yang memiliki kedekatan emosional dan ikatan keluarga yang kuat dengannya. Dengan meminta Harun sebagai pembantunya, Nabi Musa menegaskan pentingnya solidaritas keluarga dan kerja sama antaranggota keluarga dalam mencapai tujuan bersama.

Selain itu, ayat ini juga mencerminkan dinamika kekuasaan dan hierarki dalam keluarga atau struktur sosial yang lebih luas. Nabi Musa, sebagai pemimpin dan figur sentral dalam misi dakwahnya, meminta bantuan dari Harun, saudaranya, untuk memperkuat otoritasnya dan membantu dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah.

Dengan demikian, ayat ini menggambarkan interaksi sosial antara individu dalam konteks struktur keluarga dan masyarakat, di mana kerja sama antaranggota keluarga dan pembagian peran menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama.

لا يَنْهَكُمُ اللّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَتِلُوكُمْ فِى الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَرِكُمْ أنْ تَبَرُّوهُمْ  وَتُقْسِطُوا إلَيْهِمْ إنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampug halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Dalam penafsiran Dr. Amir Abdul Aziz, ayat tersebut diinterpretasikan sebagai anugerah dari Allah SWT kepada umat Muslim untuk memperlihatkan kasih sayang terhadap orang-orang kafir, yang tidak memeranginya dan tidak mengusirnya dari rumahnya.

Lebih lanjut, Allah SWT juga menekankan pentingnya menjaga keadilan terhadap siapa pun, tanpa memandang agama atau latar belakang mereka. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan umat Muslim untuk bersikap adil dan berbuat baik kepada semua orang, bahkan kepada mereka yang berbeda keyakinan, selama mereka tidak memusuhi atau memerangi umat Islam.

Hal ini mencerminkan prinsip-prinsip kasih sayang, toleransi, dan keadilan dalam Islam, yang mengajarkan umatnya untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitarnya, tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.

Dari perspektif Sosiologi, ayat ini menekankan pentingnya toleransi, keadilan, dan kerja sama dalam masyarakat. Allah memerintahkan umat Muslim untuk berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi mereka dalam urusan agama dan tidak mengusir mereka dari tempat tinggal mereka. Ini menunjukkan nilai-nilai moral yang harus dijunjung tinggi dalam masyarakat, menciptakan lingkungan inklusif, damai, dan saling menghormati.

Wallahu A’lam
Oleh Mei Arina Ilmi (Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan)

9 komentar pada “Perspektif Sosiologi dalam Al-Qur’an Mengenai Interaksi Sosial

  • Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
    Di dalam kitab tafsir al- mizan fi tafsiril qur’an, karangan imam thaba’thaba’i. Yg mana penjelasan dari Surah thaha 29-30. Tertera bahwa nabi Musa meminta agar Harun diangkat sebagai saudaranya.
    Jadi pertanyaan nya, berarti, dulunya harun itu bukan saudaranya nabi Musa? Mohon di jelaskan pemaparan tersebut sesuai dengan referensi kitab yg di rujuk.

    Syukron, assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Balas
    • Ada beberapa pendapat mengenai status antara Nabi Musa dan Nabi Harun, pendapat pertama mengatakan bahwa Nabi Harun adalah kakak(saudara kandung) Nabi Musa, dan pendapat lain mengatakan bahwa mereka hanya sebatas sepupuan.
      Kemudian bisa kita lihat dari konteks ayat di atas bahwa kata ه‍رون itu badak dari kata أهلي
      والله اعلم🙂

      Balas
  • NUR 'ASRIDAH NASUTION

    Coba pemakalah jelaskan bagaimana arti toleransi antar umat beragama yang sebenernya menurut agama islam?
    Karena pada masa” Sekarang sangat banyak antar lelaki nonis dan wanita Muslim yang memiliki hubungan spesial sampai ” Wanita ini memilih pindah agama.

    Balas
    • Kalau menurut pemakalah sendiri, toleransi bisa diterapkan dalam hal bermu’amalah, tidak sampai ke masalah akidah dan ajaran” dalam sebuah agama.
      Jadi, agar tidak terjadi hal seperti yang saudari, maka perlu dilakukan sosialisasi mengenai hal toleransi dan agar membatasi hubungan dengan lawan jenis yang bukan seagama.
      والله اعلم🙂

      Balas
  • Lutfiatul Badriah

    Didalam QS Al-mumtahanah di jelaskan pentingnya sikap toleransi, hal ini berkaitan dengan moderasi beragama. yang mana kita sebagai umat Islam harus menumbuhkan rasa toleransi kepada agama lain, tapi kenapa umat Islam dilarang menggunakan pengeras suara saat mengumandangkn azan misalnya, Bagaimana tanggapan pemakalah.

    Balas
  • Rahma Amalia Rosa Nasution

    Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat salah satunya adalah interaksi sosial.
    Pertanyaannya apakah dalam Al- Qur’an memiliki perspektif khusus atau unik tentang bagaimana teknologi informasi dan media sosial mempengaruhi interaksi sosial?

    Balas
  • Khasana Oriza sativa

    Bagaimana Al Qur’an menangani isu isu gender dalam konteks interaksi sosial dan keseteraan didalam masyarakat

    Balas
  • Alfina Sovia

    Interaksi sosial merupakan poin penting dalam dinamika kehidupan, namun zaman ini ada beberapa pihak yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi yang menyebabkan orang tersebut menjadi anti sosial dan introvert.
    Jdi apa usaha yang harus dilakukan untuk menyikapi masalah interaksi sosial tersebut ?

    Balas
  • Menurut pemakalah, introvert/anti sosial merupakan sebuah sikap yang dipilih seseorang untuk bisa lebih mengenal diri.
    Jadi, yang perlu dilakukan adalah mulai membuka diri terhadap orang” di sekitar dan setiap orang perlu meningkatkan kesadaran masing-masing dengan lebih peka terhadap sekitarnya.
    Membatasi interaksi untuk hal” yang baik boleh, asalkan tidak sampai anti sosial atau bahkan menutup diri dan beranggapan bahwa semua orang tidak peduli.
    والله اعلم 🙂

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk