Fiqh & Ushul FiqhMust Read

Ilmu Faraidh dan Urgensinya dalam Kehidupan Umat Islam, Simak

TATSQIF ONLINE Dalam literatur Arab, ilmu kewarisan dalam Islam sering disebut dengan istilah ilmu al-faraidh dan ilmu al-mirats. Di Indonesia, selain ilmu faraidh, istilah yang sering digunakan antara lain ilmu waris, ilmu mawaris, ilmu kewarisan, dan hukum kewarisan Islam.

Faraidh, berasal dari kata fardh yang berarti ketentuan, adalah ilmu yang mempelajari perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris sesuai dengan syariat Islam.

Hukum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam mengubah sistem warisan Arab pra-Islam dan merombak struktur hubungan kekerabatannya serta kepemilikan harta pusaka.

Aturan Allah SWT yang disampaikan melalui Al-Qur’an merupakan revolusi dalam aturan kewarisan yang menekankan keadilan, ketelitian, keseimbangan, dan kesesuaian dengan fitrah manusia.

Aturan Allah ini juga menyeimbangkan kebutuhan akan harta dengan hubungan kekerabatan. Kedekatan hubungan keluarga menentukan prioritas dalam pembagian warisan. Garis keturunan yang lebih dekat memiliki prioritas dibandingkan saudara atau kerabat yang lebih jauh.

Pelaksanaan aturan hukum waris Islam sangat krusial, karena pelanggarannya dapat mengakibatkan seseorang memperoleh harta secara batil, yang akan berdampak negatif pada keturunannya.

Kurangnya perhatian umat Islam terhadap ilmu ini merupakan fakta yang tak dapat disangkal, bahkan Imam Qurthubi menyatakan, “Betapa banyak manusia saat ini mengabaikan ilmu faraidh.”

Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW berikut ini:

β€ŒΨͺΩŽΨΉΩŽΩ„ΩŽΩ‘Ω…ΩΩˆΨ§ β€ŒΨ§Ω„Ω’ΩΩŽΨ±ΩŽΨ§Ψ¦ΩΨΆΩŽ ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ„ΩΩ‘Ω…ΩΩˆΩ‡Ω فَΨ₯ΩΩ†ΩŽΩ‘Ω‡Ω نِءْفُ الْعِلْمِ وَΨ₯ΩΩ†ΩŽΩ‘Ω‡Ω ΩŠΩΩ†Ω’Ψ³ΩŽΩ‰ ΩˆΩŽΩ‡ΩΩˆΩŽ Ψ£ΩŽΩˆΩŽΩ‘Ω„Ω Ω…ΩŽΨ§ ΩŠΩΩ†Ω’Ψ²ΩŽΨΉΩ مِنْ Ψ£ΩΩ…ΩŽΩ‘Ψͺِي

Artinya: β€œPelajarilah kalian ilmu faraidh dan ajarkanlah sebab ia merupakan setengahnya ilmu, dan ia akan dilupakan dan akan menjadi hal yang pertama kali dicabut dari umatku,” (HR Hakim dan al-Baihaqi).

Berdasarkan hadis di atas, terdapat tiga hal yang diperintahkan terkait ilmu mawaris: pertama, menerapkannya; kedua, mempelajarinya; dan ketiga, mengajarkannya.

Para ulama berpendapat bahwa kewajiban mempelajari ilmu waris ini adalah fardhu kifayah, yang berarti kewajiban bersama bagi sebagian kaum muslimin, bukan fardhu ‘ain yang menjadi tanggung jawab setiap individu secara pribadi.

Menurut buku Hukum Waris, yang disusun oleh Dra. Amal Hayati, M.Hum, Rizki Muhammad Haris, S.H.I, Zuhdi Hasibuan, S.H.I, dan M. Syukri Albani Nasution, ahli waris adalah individu yang memiliki hak untuk menerima harta warisan dari pewaris yang telah memenuhi syarat dan ketentuannya.

Ahli waris dan kadar bagiannya telah diatur dalam Alquran surat An-Nisa’ Ayat 11-14. Mereka adalah orang-orang yang ditentukan secara khusus dalam Al-Qur’an sebagai penerima warisan.

Ayat-ayat tersebut memberikan pedoman tentang pembagian harta warisan di antara ahli waris. Pembagian ini termasuk yang mendapatkan bagian setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6), yang dikenal dengan istilah furudhul muqaddarah, dari total harta warisan yang ditinggalkan.

Islam mengelompokkan ahli waris ke dalam tiga kategori, yang pertama disebut zawil furudh. Dalam kelompok ini, ahli waris menerima bagian yang telah ditentukan dalam Al-Quran dan hadis. Ahli waris dapat berupa laki-laki atau perempuan, dan pembagian harta dalam ilmu Faraidh terbagi menjadi enam bagian, termasuk Β½, ΒΌ, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6.

Kelompok zawil furudh, terdiri dari beberapa kategori. Untuk ahli waris laki-laki, jumlahnya mencapai lima belas orang, termasuk anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, bapak, kakek dari bapak, saudara laki-laki sekandung, sebapak, dan seibu, serta paman sekandung dan sebapak, anak laki-laki paman sekandung dan sebapak, suami, dan orang laki-laki yang memerdekakan mayit.

Ketika semua ahli waris laki-laki hadir, harta warisan akan dibagikan kepada bapak, anak laki-laki, dan suami. Di sisi perempuan, zawil furudh terdiri dari sepuluh orang, termasuk anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, saudara perempuan sekandung, sebapak, dan seibu, serta istri dan orang perempuan yang memerdekakan mayit. Jika seluruh ahli waris perempuan hadir, harta warisan akan dibagikan kepada anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, isteri, dan saudara perempuan sekandung.

Namun, jika seluruh ahli waris laki-laki dan perempuan hadir, pembagian warisan akan lebih kompleks. Bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan suami atau istri akan menjadi penerima warisan. Pembagian harta warisan ini dilakukan dengan mempertimbangkan persentase tertentu, seperti 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, dan 2/3.

Kemudian, ada kategori ashabah, yang merupakan ahli waris yang belum pasti besar atau kecilnya bagian warisannya, dan ini ditentukan oleh ahli waris di kelompok zawil furudh dan zawil arham. Dengan kata lain, ashabah menerima sisa harta setelah pembagian kepada Zawil Furudh.

Dr. Musthafa Al-Khin mendefinisikan ashabah dalam bukunya al-Fiqhul al-Manhaji sebagai berikut:

“Ashabah adalah orang yang menerima seluruh harta warisan jika dia satu-satunya ahli waris, atau menerima sisa setelah dibagikan kepada ahli waris yang memiliki bagian pasti jika dia bersama dengan mereka. Namun, jika tidak ada sisa warisan setelah dibagikan kepada ahli waris yang memiliki bagian pasti, maka ashabah tidak menerima apapun. Dalam pembagian warisan, prioritas diberikan kepada ahli waris yang memiliki bagian pasti daripada ashabah.”

Terakhir, terdapat zawil arham, yang merupakan kelompok ahli waris yang tidak menerima bagian secara otomatis, kecuali jika tidak adazawil furudh dan ashabah. Kelompok ini ditentukan berdasarkan hubungan kekerabatan yang dekat, seperti cucu perempuan dari anak perempuan atau kakek dari jalur ibu.

Agar zawil arham mendapatkan bagian warisan, syaratnya adalah tidak boleh ada kehadiran zawil furudh atau ashabah. Menurut jumhur fuqaha, jika zawil arham mendapat bagian waris, mereka dapat menerima seluruh harta jika hanya satu orang zawil arham, atau menerima sisa jika lebih dari satu. Dalam situasi lebih dari satu zawil arham, mereka menerima bagian yang sama tanpa memperhitungkan tingkat kedekatan kekerabatan dengan pewaris.

Wallahu A’lam
Oleh Yulia Sari (Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan)

  • Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

16 komentar pada “Ilmu Faraidh dan Urgensinya dalam Kehidupan Umat Islam, Simak

  • Apa saja masalah yang sering terjadi dalam pembagian warisan menurut hukum ilmu waris ??

    Balas
    • Yulia sari

      Masalah yang sering terjadi dalam pembagian warisan menurut hukum waris Islam antara lain:

      1. Tak setuju dengan fatwa waris: Sebagian orang tidak menerima fatwa waris yang diberikan oleh pengurus warisan, yang mengakibatkan perkara warisan menjadi terlambat atau tidak seperti yang diharapkan
      2. Dihalang-halangi saat pembagian waris: Dalam beberapa kasus, para ahli waris mengalami konflik dan tidak dapat mencapai perjanjian pembagian warisan
      3. Pewaris poligami: Ketika suami yang berpoligami meninggal, pembagian warisan antara isteri dan anak-anaknya mungkin menjadi masalah, terutama jika ada perjanjian khusus mengenai harta bersama
      4. Pewaris tidak menikah: Jika orang yang berhak menjadi pewaris tidak menikah, pembagian warisan dapat menjadi masalah, terutama jika ada anak yang perlu diperhatikan
      5. Sudah cerai: Ketika orang yang berhak menjadi pewaris sudah cerai, pembagian warisan dapat menjadi masalah, terutama jika ada perjanjian khusus mengenai harta bersama
      6. Pengelolaan harta warisan: Pengelolaan harta warisan harus dilakukan dengan bijak dan berlandaskan prinsip-prinsip Islam, seperti zakat, sedekah, dan pengelolaan kekayaan

      Balas
  • Nurul Hafizoh Syah Hutahaean

    Apa perbedaan zawil furudh dengan zawil arham, dan apa alasan zawil arham tidak dapat warisan ketika ada zawil furudh dan ashobah?

    Balas
    • Yulia sari

      Perbedaan antara zawik furudh dan Arham ialah
      Zawil furudh ialah pewaris yg sudah pasti mendapatkan ahli waris yg jumlahnya sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an as-sunnah dan ijma’yg bagiannya itu 1/2,1/3,1/4,1/6,1/8,2/3.sementara dzawil arham adalah bukan ahli waris, yang dianggap tidak berhak menerima harta warisan selama ada dzawil furudh dan dzawil ashabah.
      Alasan kenapa zawil Arham tidak mendapatkan warisan apabila ada zawil furudh dan ashabah ialah karena apabila masih ada kerabat yg dekat zawil Arham tidak akan dapat.walaupun tinggal satu orang lagi.Zawil Arham akan dpt apabila tidak ada sama sekali zawil furudh dan ashabah

      Wallahu a’lam

      Balas
  • Nur Soleha

    Apabila semua kelompok ahli waris laki-laki masih ada semuanya siapa yang berhak mendapat bagian dari harta waris?

    Balas
    • Yulia sari

      Jadi apa bila seluruh ahli waris laki-laki masih hidup maka yg paling berhak ialah,anak laki-laki,Suami dan ayah

      Wallahu a’lam

      Balas
  • Tetty hairani Sarumpaet

    Di dalam satu rumah tangga seorang suami istri mengadopsi seorang anak dan mereka juga mempunyai anak kandung satu,pertanyaan saya Bagaimana hukum waris dalam Islam tentang pembagian hak waris terhadap anak yg di adopsi tersebut, apakah harta hanya di berikan kepada anak kandung saja atau anak yg di adopsi itu juga mendapatkan?

    Balas
    • Mawardi Hasibuan (2120100258)

      Mengapa jawil Arham mendapat seluruh harta warisan sedangkan jawil furudh tidak mendapatkan semua harta warisan????

      Balas
      • Yulia sari

        Maaf sebelumnya mengenai pertanyaan nya.
        Zawil Arham yg tidak mendapatkan harta warisan dikarenakan zawil Arham bukan ahli waris yg dianggap tidak mendapatkan harta warisan selagi masih ada zawil furudh dan ashabah

        Wallahu a’lam

        Balas
    • Yulia sari

      Jadi apa bila didalam suatu rumah tangga ada yg mengadopsi anak maka hukum warisnya tidak ada karena tidak adanya hubungan nasab antara anak adopsi dengan keluarga yg mengadopsi.Anak adopsi bisa mendapatkan harta warisan dari keluarga yg mengadopsi tetapi dengan cara wasiat bukan harta warisan dan bagiannya tidak lebih dari 1/3

      Wallahu a’lam

      Balas
  • Wahyuni Siregar

    NiceπŸ‘πŸ»

    Balas
  • Abd Rahman Nst

    Bagaimana hukum waris Islam menanggapi perkembangan dinamika keluarga dan struktur sosial modern?

    Balas
    • Yulia sari

      Hukum waris Islam memiliki ketentuan yang cukup fleksibel untuk menanggapi perkembangan dinamika keluarga dan struktur sosial modern. Meskipun prinsip-prinsip dasarnya tetap utuh, interpretasi dan aplikasinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Misalnya, dalam kasus keluarga dengan struktur non-tradisional seperti keluarga terpisah atau anak angkat, hukum waris dapat diadaptasi untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam redistribusi harta warisan. Ini sering kali memerlukan konsultasi dengan ahli hukum Islam untuk memastikan penanganan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadilan sosial.

      Wallahu a’lam

      Balas
  • Putri Mega

    Dalam furudhul mukaddarah siapa saja kah yang mendapatkan bagian sepertiga?

    Balas
    • Yulia sari

      A. Dzawil Furudh
      Ahli waris yang ditentukan oleh Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’ mempunyai bagian yang telah ditentukan seperti 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, 2/31.
      1. 1/2nya mendapat 5 kelompok ahli waris: suami, anak perempuan tunggal, saudari perempuan sekandung, saudari perempuan seayah
      2. Ada 2 golongan ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu: ibu, saudara seibu (baik laki-laki maupun perempuan), dua orang atau lebih.
      3. Ahli waris yang mendapat 1/4nya ada 2 pasang, yaitu: suami atau istri (satu atau lebih)
      4. Kelompok ahli waris yang mendapat 1/6 ada 8 golongan, yaitu: ayah, ibu, kakek, nenek dari pihak ibu dan ayah,cucu perempuan dan laki-laki dari anak perempuan, saudara kandung,saudara seayah dan saudara seibu (baik laki-laki maupun perempuan) tunggal
      5. Ada 1 kelompok ahli waris yang mendapat 1/8 yaitu: istri (satu atau lebih)
      6. Kelompok ahli waris yang mendapat 2/3 ada 4, yaitu: dua anak perempuan atau lebih, dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, dua saudara kandung atau lebih, dua saudari perempuan atau lebih pihak ayah

      Wallahu a’lam

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk