Kelompok Sosial dalam Al-Qur’an dan Konteks Ayat yang Berkaitan
TATSQIF ONLINE – Dalam Al-Qur’an, terdapat berbagai gambaran tentang berbagai kelompok sosial (thaifah), seperti golongan orang-orang yang beriman (mukminin), yang ingkar (kafirin), yang munafik (munafiqin), serta ahli kitab (pengikut kitab suci sebelumnya), dan sejumlah kelompok sosial lainnya.
Perbedaan dalam kelompok sosial seringkali menyebabkan konflik di masyarakat. Namun, dalam ajaran Islam, keunikan individu tidak ditentukan oleh atribut fisik atau budaya, melainkan oleh ketakwaan dan perlakuan baik terhadap sesama. Al-Qur’an menegaskan pentingnya persaudaraan, keadilan, dan perlakuan yang baik terhadap sesama, tanpa memandang asal-usul sosial atau etnis mereka.
Pengertian Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan konsep yang menggambarkan kebutuhan manusia untuk hidup berdampingan dengan yang lain. Nabi Adam ‘alaihissalam dan Siti Hawa adalah contoh awal dari hubungan sosial manusia. Menurut Soejono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan individu yang hidup bersama, lalu saling mempengaruhi satu sama lain.
Wila Huky mendefinisikan kelompok sosial sebagai unit interaksi atau komunikasi antara dua orang atau lebih. Mayor Polak menyatakan bahwa kelompok sosial adalah struktur yang dibentuk oleh individu untuk memenuhi kepentingan bersama. Sedangkan Hendro Pupito menyebut kelompok sosial sebagai kumpulan individu yang berperan bersama untuk mencapai tujuan tertentu.
Berikut Beberapa Ayat yang Berkenaan dengan Kelompok Sosial
1. Alquran Surat Al-Hujurat Ayat 13
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’aala adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti.”
Merujuk syarah dari Tafsir Jalalain mengenai ayat ini, bahwa lafal Syu’uuban adalah bentuk jamak dari lafal Sya’bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi.
(Dan bersuku-suku) kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah.
Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qushay adalah nama suatu Bathn, Hasyim adalah nama suatu Fakhdz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fashilah.
(Supaya kalian saling kenal-mengenal) lafal Ta’aarafuu asalnya adalah Tata’aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta’aarafuu; maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan.
(Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang kalian (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.
Ayat tersebut juga menyatakan bahwa pengelompokan sosial manusia bertujuan untuk memupuk ukhuwah (persaudaraan) di antara sesama. Allah SWT menciptakan manusia dari laki-laki dan perempuan yang beraneka ragam warna kulit dan bahasa, memisahkan mereka, serta mengatur mereka dalam berbagai bangsa dan suku, agar manusia saling mengenal satu sama lain.
Tujuannya adalah agar mereka dapat saling membantu, tolong-menolong, dan mewarisi serta memenuhi hak-hak keluarga. Namun, yang paling mulia di antara manusia bukanlah yang memiliki banyak kerabat atau keturunan yang terhormat, melainkan yang paling bertakwa, yakni mereka yang taat kepada Allah dan menjauhi maksiat.
2. Alquran Surat Al-Maidah Ayat 2
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَاب
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam melakukan kebaikan dan menjauhi perbuatan buruk. Hal ini merupakan bagian dari konsep takwa. Allah juga melarang mereka untuk saling membantu dalam melakukan kejahatan dan dosa, serta melarang keterlibatan dalam hal-hal yang diharamkan.
Ibnu Jarir berkata, “Dosa itu adalah ketika meninggalkan apa yang diperintahkan Allah untuk dilakukan, sedangkan permusuhan adalah melampaui batas dari apa yang telah ditetapkan Allah dalam agama kalian, dan melampaui batas dari apa yang diwajibkan oleh Allah atas kalian baik untuk diri kalian sendiri maupun untuk orang lain.”
Ayat ini turun ketika Rasulullah SAW dan para sahabat berada di Hudaibiyah, di mana orang-orang musyrik menghalangi mereka untuk pergi ke Baitullah. Para sahabat merasa marah dan ingin menghalangi orang-orang musyrik dari daerah timur untuk melakukan umrah, karena mereka telah dihalangi sebelumnya. Allah menurunkan ayat ini sebagai respons terhadap keadaan tersebut, yang menegaskan agar tidak memelihara kebencian terhadap suatu kaum hanya karena mereka menghalangi dari Masjidil Haram.
3. Alquran Surat Ali ‘Imran Ayat 72
وَقَالَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اٰمِنُوْا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوْٓا اٰخِرَهٗ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَۚ
Artinya: “Dan segolongan Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), “Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya, agar mereka kembali (kepada kekafiran).”
Ayat tersebut dengan tegas mengungkapkan gerakan penyesatan yang dilakukan oleh kelompok sosial dari kalangan ahlul kitab terhadap komunitas yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan al-Qur’an. Mereka pura-pura beriman di hadapan komunitas mukminin pada siang hari, namun kembali kepada kekufuran di malam hari.
Tujuannya adalah agar komunitas yang telah beriman kembali kepada kekufuran. Namun, al-Qur’an menegaskan bahwa gerakan penyesatan ini tidak akan berhasil, bahkan akan berakibat buruk bagi kelompok penyesat tersebut. Mereka semakin teguh dalam kesesatan dan semakin keras sikap kontra mereka.
Kesimpulan
Kelompok sosial merupakan gabungan individu yang hidup bersama, saling mempengaruhi, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Al-Qur’an menegaskan pentingnya saling mengenal, membantu, dan mengembangkan takwa sebagai standar utama kehormatan di hadapan Allah SWT.
Beberapa ayat yang relevan meliputi Surat Al-Hujurat Ayat 13 yang menekankan persaudaraan dan pentingnya takwa, Surat Al-Maidah Ayat 2 yang memerintahkan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan menjauhi dosa, serta Surat Ali ‘Imran Ayat 72 yang mengungkapkan upaya penyesatan dari kelompok sosial ahli kitab.
Ayat terakhir menegaskan bahwa upaya penyesatan tidak akan berhasil dan dapat berdampak buruk bagi penyebar fitnah tersebut. Ini menunjukkan bahwa kebenaran akan tetap kokoh meskipun ada usaha untuk mengalihkan manusia dari kebenaran.
Wallahu A’lam
Oleh Wandi Alwi Alhafshani Pahutar (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
-
Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.
Lihat semua pos Lecturer -
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Maaf sebelumnya, ingin bertanya
Bagaimana Al-Qur’an mengajarkan pentingnya menghindari sikap prejudis dan stereotip terhadap kelompok sosial ?
Syukron, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bagaimana kelompok sosial itu bisa terbentuk dan kenapa penentuan kelompok sosial dalam ajaran Islam berbeda dengan penentuan kelompok sosial pada umumnya, dimana dalam ajaran Islam yang membedakan adalah ketakwaan dan perbuatan baik, sedangkan pada umumnya adalah budaya dsb??