Adab & HumanioraPernikahan & Keluarga

Membangun Keluarga Sakinah: Peran Konseling Perkawinan

TATSQIF ONLINE Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dengan sesamanya, yang terwujud dalam keluarga sebagai unit masyarakat terkecil, yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang diikat oleh adat atau agama.

Pembentukan keluarga dimulai dengan perkawinan sebagai kebutuhan fitriah manusia untuk memenuhi kebutuhan fisik dan ruhani, termasuk dalam pengembangan keturunan. Keluarga memiliki fungsi menjaga hubungan antar anggota sehingga nilai-nilai terpelihara dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Meskipun keluarga sakinah menjadi idaman setiap muslim, mewujudkannya tidak mudah karena berbagai permasalahan yang muncul dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Kemajuan teknologi informasi juga membawa gaya hidup yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai Islam, yang menyebabkan rendahnya moralitas dan perilaku sosial yang sesuai dengan ajaran agama.

Gagalnya komunikasi antara pasangan suami istri juga menjadi alasan retaknya keluarga. Agama merupakan terapi dan antisipasi terhadap kegagalan keluarga, dan dalam banyak kasus, konseling perkawinan diperlukan bagi pasangan yang menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan berkeluarga, mulai dari memilih pasangan hingga permasalahan ekonomi, perbedaan karakter, ketidakpuasan dalam hubungan seksual, hingga kesalahpahaman antara suami dan istri.

Islam menegaskan bahwa untuk membangun keluarga yang harmonis, diperlukan lebih dari sekadar perasaan atau kekayaan, melainkan juga kepatuhan pada ajaran agama. Calon suami dan istri diajak untuk memilih pasangan dengan prinsip yang diajarkan Islam.

Melalui konseling perkawinan, pasangan dibimbing untuk mengatasi masalah dengan cara yang penuh pengertian, toleransi, dan komunikasi yang baik. Tujuan utamanya adalah mendorong pasangan suami istri untuk berkembang, mandiri, dan mencapai kesejahteraan bersama.

Konseling perkawinan memiliki peran ganda yang penting. Selain memberikan bantuan kepada individu yang membutuhkan, konseling ini juga memberikan pengetahuan, keterampilan mediatif, dan sikap ilmiah.

Secara mendasar, konseling keluarga bertujuan untuk menyediakan dasar-dasar teoritis, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling. Selain itu, konseling juga menerapkan dan mengembangkan pasangan suami istri dalam konteks perkawinan dan keluarga, dengan tujuan membentuk keluarga yang harmonis.

Klemer (1965) mendefinisikan konseling perkawinan sebagai pendekatan yang menggabungkan pendidikan, pengurangan tekanan emosional, bantuan dalam menyelesaikan masalah, dan pengembangan pola pemecahan masalah yang lebih baik bagi pasangan yang menikah.

Meskipun membangun keluarga adalah harapan alami setiap individu, menjaga kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga merupakan tantangan yang besar. Keluarga yang berhasil mencapai tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan ini disebut sebagai keluarga sakinah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Alquran surat Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Ayat ini menggambarkan bahwa salah satu tanda kebesaran Allah SWT adalah penciptaan pasangan manusia dari jenis yang sama. Allah menciptakan pasangan-pasangan untuk manusia agar mereka dapat saling melengkapi, merasa tenang, dan merasakan kasih sayang satu sama lain.

Hubungan antara suami dan istri yang penuh kasih sayang dan rahmat merupakan bukti nyata dari kebesaran Allah. Ayat ini menegaskan bahwa dalam hubungan perkawinan, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mau berpikir dan merenung atas nikmat tersebut.

Ahmad Atabik dalam jurnal Konseling Religi, menyebutkan bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang damai dan tenteram, di mana anggotanya hidup dalam kebahagiaan dan sejahtera, baik secara fisik maupun mental. Di dalam keluarga sakinah, terdapat kasih sayang dan cinta yang saling mengalir antara suami dan istri.

Keduanya saling berupaya untuk membahagiakan satu sama lain, sementara juga keduanya memiliki kemampuan untuk mendidik anak-anak mereka menjadi individu yang berbakti kepada Tuhan, orang tua, masyarakat, dan negara. Selain itu, keluarga sakinah juga mampu menjaga hubungan yang harmonis dengan kerabat dan tetangga, serta hidup damai dalam lingkungan sosial dan negara.

Mahmud Muhammad, seorang pemikir Islam berkebangsaan Sudan, menyatakan bahwa dalam ajaran Islam, keluarga merupakan institusi suci yang menggabungkan kodrat alami antara laki-laki dan perempuan.

Tujuan utamanya adalah untuk membentuk rumah tangga yang kokoh dan berlandaskan pada nilai-nilai agama. Islam menekankan bahwa hubungan antara suami dan istri bukanlah sembarang ikatan, tetapi sebuah komitmen yang suci yang harus dijaga dan diperkuat dengan baik.

Al-Qur’an, sebagai pedoman utama dalam agama Islam, memberikan perhatian besar terhadap peran keluarga. Di dalamnya, terdapat petunjuk-petunjuk yang menjelaskan bagaimana cara menata dan melindungi keluarga dari segala bentuk kejahatan dan penyimpangan.

Hal ini menunjukkan bahwa keluarga bukan hanya sebuah entitas sosial biasa, tetapi juga sebuah lembaga yang memiliki peran penting dalam membentuk individu dan masyarakat yang beradab.

Struktur sosial dalam Islam tercermin dalam konsep keluarga, yang dipandang sebagai fondasi yang kokoh bagi masyarakat Islam. Keluarga merupakan wahana ilahi yang mencakup segala aspek kehidupan manusia, mulai dari fitrah manusia hingga kebutuhan dasarnya.

Dalam perspektif Islam, keluarga bukanlah sesuatu yang terpisah dari kodrat alamiah manusia, melainkan merupakan hasil dari penciptaan awal makhluk hidup oleh Tuhan. Oleh karena itu, umat Islam perlu memahami dan menerapkan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama dalam membentuk keluarga yang harmonis dan sejahtera.

Hal ini tampak pada Alquran surah Adz-Dzariyat ayat 49 sebagai berikut:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu berpasangan dengan tujuan agar manusia mengingat kebesaran-Nya. Dengan melihat pasangan-pasangan dalam penciptaan-Nya, manusia diharapkan merenungkan keagungan Allah dan memperkuat keimanan serta ketakwaannya.

Penciptaan ini juga menunjukkan keteraturan dan harmoni dalam alam semesta sebagai bukti atas keagungan Allah. Dengan memahami hal ini, manusia diharapkan menjadi lebih bersyukur dan takwa kepada Allah serta menghargai hubungan-hubungan yang diciptakan-Nya.

Keluarga adalah unit terkecil yang memiliki pemimpin dan anggota dengan pembagian tugas, hak, dan kewajiban. Dalam keluarga, anggota belajar nilai-nilai mulia seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang. Keluarga sakinah menjadi idaman setiap pasangan suami istri, sesuai dengan amanah Allah.

Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah, menyebutkan bahwa keluarga sakinah terbentuk saat suami istri menyatu dalam segala aspek kehidupan, baik perasaan, pikiran, cinta, harapan, gerak, langkah, keluh kesah, maupun nafas.

Salimiya juga menyebutkan dalam jurnalnya yang berjudul Konsep Keluarga Sakinah Menurut Muhammad Quraish Shihab, bahwa dalam kehidupan rumah tangga, konflik antara suami dan istri kadang tak terhindarkan.

Oleh karena itu, memilih pasangan hidup yang baik (sholeh atau sholehah) sangat dianjurkan agar terwujudnya keluarga sakinah, bahagia, dan harmonis. Dalam membangun keluarga yang demikian, diperlukan pemahaman menyeluruh terhadap berbagai konsep yang relevan.

Pembangunan keluarga sakinah menurut penafsiran Muhammad Quraish Shihab meliputi beberapa aspek penting. Pertama, pentingnya memilih kriteria calon suami atau istri yang tepat, seperti beragama Islam, shaleh atau shalehah, berasal dari keturunan yang baik, berakhlak mulia, sopan santun, dan memiliki kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga. Rasulullah SAW dalam hadisnya juga menekankan untuk memilih pasangan yang taat beragama.

Kedua, dalam keluarga harus hadir mawaddah (cinta membara) dan rahmah (cinta yang lembut). Rumah tangga yang harmonis adalah yang penuh dengan kasih sayang dan perlindungan. Firman Allah SWT dalam surah Ar-Rum: 21 menjelaskan pentingnya kehadiran istri-istri yang diciptakan dari jenismu sendiri untuk meraih rasa cinta dan kasih sayang.

Ketiga, pentingnya saling mengerti antara suami dan istri dengan memahami latar belakang pribadi masing-masing. Pengetahuan ini menjadi dasar untuk menjalin komunikasi yang baik dan menghindari konflik akibat egoisme. Banyak keluarga hancur karena kurangnya pengertian dan komunikasi yang baik antara suami dan istri.

Suami atau istri sebaiknya memahami beberapa hal berikut: perjalanan hidup masing-masing, adat istiadat daerah (jika berbeda suku atau daerah), kebiasaan, selera, pendidikan, serta karakter atau sikap pribadi, baik dari dirinya sendiri maupun orang-orang terdekatnya, yang sesuai dengan ketentuan syariat.

Keempat, suami dan istri perlu saling menerima satu sama lain seperti satu tubuh dengan dua nyawa, tanpa penolakan atas perbedaan warna merah dan putih, yang ketika dicampur dengan keridhaan dan pengertian, akan melahirkan keindahan.

Kelima, mereka juga harus saling menghargai perkataan, perasaan, bakat, keinginan, dan keluarga masing-masing sebagai jembatan untuk terkaitnya perasaan suami-istri.

Keenam, saling mempercayai antara keduanya merupakan kunci keberhasilan rumah tangga, yang jika terwujud, akan meningkatkan kemerdekaan dan kemajuan, serta menjadi amanah dari Allah. Suami memiliki kewajiban mencari nafkah dan memimpin rumah tangga, sementara istri juga memiliki peran dan tanggung jawabnya sendiri dalam keluarga.

Allah SWT berfirman dalam Alquran surah An-Nisa’ ayat 34 berikut ini:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ

Artinya: “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa laki-laki bertanggung jawab sebagai pemimpin dalam rumah tangga karena Allah memberikan kelebihan kepada mereka atas sebagian wanita, serta karena kewajiban mereka dalam memberikan nafkah untuk keluarga.

Hal ini menegaskan struktur kepemimpinan dalam keluarga, dengan laki-laki sebagai pemimpin yang melindungi dan memimpin, sementara wanita diberikan hak-hak dan perlindungan yang seimbang.

Seorang suami harus mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya, tidak hanya bertugas mencari rezeki. Sebagai pemimpin, suami bertanggung jawab memberi nafkah, melindungi, dan menjaga keluarga baik di dunia maupun akhirat.

Seorang istri memiliki kewajiban untuk taat kepada suaminya, mendidik anak-anak, dan menjaga kehormatannya sesuai ajaran Islam. Ketaatan istri kepada suami bukan tanpa alasan, melainkan sebagai bentuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika perintah suami bertentangan dengan syariat Islam, istri boleh menolaknya, seperti jika suami menyuruh berjudi atau melarang berjilbab.

Ketujuh, pertikaian harus dihindari oleh suami dan istri karena dapat merusak keharmonisan keluarga dan bahkan berujung pada perceraian.

Kedelapan, hubungan suami istri seharusnya didasarkan pada saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya, untuk saling melindungi, membantu, dan membanggakan satu sama lain.

Kesembilan, keduanya juga harus menjaga agar makanan yang dikonsumsi halal, karena makanan yang haram dapat mempengaruhi perilaku.

Kesepuluh, keduanya juga harus menjaga aqidah yang benar penting agar terhindar dari kepercayaan sesat yang dapat membahayakan.

Chalida Hanoum Farah menyatakan dalam Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga, bahwa membentuk sebuah keluarga yang bahagia memang menjadi tantangan yang besar. Namun, jika setiap pasangan memahami prinsip-prinsip keluarga sakinah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka harapan untuk memiliki keluarga yang bahagia dan langgeng sesuai dengan ajaran Islam, yang dikenal dengan istilah “Rumahku adalah surgaku”, akan tercapai dengan izin Allah.

Islam mengajarkan agar keluarga menjadi institusi yang aman, bahagia, dan kokoh, yang memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat. Kasih sayang, rasa aman, dan perhatian dalam keluarga memberikan keyakinan dan kepercayaan diri bagi setiap anggota keluarga, khususnya anak-anak.

Ibu dan bapak memiliki peran penting dalam memberikan bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak-anak. Al-Quran menjadi landasan bagi keluarga sakinah dan membantu mengatasi masalah dalam keluarga dan masyarakat.

Wallahu A’lam
Oleh Zainul Maslan (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

7 komentar pada “Membangun Keluarga Sakinah: Peran Konseling Perkawinan

  • Ayu Sania

    Bagaimana idealnya menerapkan konsep keluarga sakinah, berdasarkan 10 aspek yang telah di jelaskan dalam artikel?

    Balas
  • Nora ayu marito sormin

    Bagaimana konsep keluarga sakinah dalam islam dapat menjadi landasan bagi keluarga modern dalam mengatasi konflik dan keharmonisan rumah tangga?

    Balas
  • Sri Hartati Pasaribu

    Seberapa penting kah konseling dalam membangun keluarga sakinah?

    Balas
  • Mawaddah Siregar

    Bagaimana konsep keluarga sakinah dalam Islam memengaruhi interaksi antara anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari

    Balas
  • Bagaimana tanggapan pemakalah menegenai tentang keluarga yg sakinah mawaddah warohmah seketika hancur akibat suami gara ” main game judi online dan bagaimana upaya kita mencegah nya karna dimasa sekarang itu barang kali yg sering terjadi?

    Balas
  • Bagaimana konsep dasar keluarga sakinah dapat membantu mencapai keturunan yang beriman?

    Balas
  • Niki irwanda

    Setelah saya membaca artikel ini ilmu saya dan pengetahuan saya bertambah tentang pengetahuan menjalin hubungan sesuai konseling keluarga sakinah, Dan saya juga mengetahui tentang pernikahan itu menurut konseling yg ada dalam agama bahwasanya Islam mengajarkan agar institusi keluarga itu menjadi aman dan baik. Yg menjadi pertanyaan bagi saya setelah adanya konseling atau bimbingan pernikahan kenapa sih masih ada dikalangan keluarga itu hubungan nya tidak baik atau terjadi tindak kekerasan, bagaimana tanggapan pemakalah tentang terjadinya peristiwa tersebut ?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk