Fiqh & Ushul Fiqh

Ta’shil dan Tashih: Metode Penentuan Asal Masalah Kewarisan

TATSQIF ONLINE Ta’shil atau menentukan asal masalah, adalah proses mendapatkan bilangan terkecil yang dapat menghasilkan bagian-bagian masalah tanpa menyisakan bilangan pecahan.

Sementara itu, Tashih, atau memperbaiki bilangan masalah, adalah mendapatkan bilangan terkecil yang dapat dibagikan kepada ahli waris tanpa menyisakan bilangan pecahan.

Dengan demikian, asal masalah adalah bilangan terkecil yang dapat menghasilkan bagian-bagian masalah tanpa menyisakan bilangan pecahan.

Jika ahli waris mewarisi dengan bagian ‘ashabah dengan sebab nasab (seperti ashabah bin nafsi, bil ghairi, dan ma’al ghairi), maka asal masalah mereka adalah dengan jumlah kepala mereka.

Sebagai contoh, jika seseorang memiliki dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, maka masalah mereka adalah enam. Setiap anak laki-laki mendapatkan dua bagian dan setiap anak perempuan mendapatkan satu bagian.

Jika ahli waris mewarisi dengan bagian ‘ashobah karena wala’, maka jika mereka memiliki kadar kepemilikan wala’ yang sama, asal masalah mereka adalah dengan bilangan kepala mereka.

Namun, jika mereka memiliki kadar kepemilikan wala’ yang berbeda, maka asal masalah mereka adalah dengan bilangan terkecil yang dapat dibagi dengan bagian-bagian mereka dari diri orang yang dimerdekakan.

Misalnya, jika seseorang yang meninggal meninggalkan dua orang yang telah memerdekakan dirinya, dan masing-masing dari keduanya memiliki bagian wala’ setengah (1/2) dari diri orang yang dimerdekakan, maka masalahnya adalah dua dan setiap orang mendapatkan bagian satu.

Namun, jika salah satu dari mereka memiliki bagian wala’ seperempat (1/4) dari dirinya, maka masalahnya adalah empat. Bagian yang memiliki seperempat (1/4) mendapatkan satu, sementara sisanya untuk kawannya.

Jika di antara ahli waris ada yang memiliki bagian yang sudah ditentukan, maka asal masalah mereka adalah dengan bilangan terkecil yang dapat menghasilkan satu atau beberapa bagian ahli waris yang bagiannya ditentukan tanpa menyisakan bilangan pecahan.

Jika yang memiliki bagian yang ditentukan adalah satu orang atau lebih dengan kadar bagiannya sama, maka asal masalahnya adalah bilangan terkecil yang dapat dibagi dengan satu bilangan penyebutnya.

Namun, jika yang memiliki bagian yang ditentukan adalah dua orang atau lebih dan jenisnya berbeda-beda, maka asal masalahnya adalah bilangan terkecil yang dapat dibagi dengan kedua bilangan penyebutnya.

Asal masalah ahli waris yang bagiannya ditentukan umumnya adalah tujuh bilangan, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), enam (6), delapan (8), dua belas (12), dan dua puluh empat (24) berdasarkan pendapat yang masyhur.

1. Asal masalah dua (2):

Untuk setiap masalah yang hanya memiliki satu bagian yang ditentukan, yaitu bagian setengah (1/2) saja, seperti bagian suami saat bersama paman dari saudara bapak, atau dua bagian yang sama-sama setengah (1/2) kadarnya, seperti suami ketika bersama saudara laki-laki yang bukan seibu.

2. Asal masalah tiga (3):

Untuk setiap masalah yang hanya memiliki satu bagian yang ditentukan, yaitu bagian sepertiga (1/3) saja, seperti bagian ibu ketika bersama paman dari saudara bapak, atau bagian dua pertiga (2/3) saja, seperti bagian dua anak perempuan ketika bersama paman. Juga, untuk dua bagian yang ditentukan, yaitu dua pertiga (2/3) dan sepertiga (1/3), seperti ketika dua saudara perempuan yang bukan seibu bersama dua saudara perempuan yang seibu.

3. Asal masalah empat (4):

Untuk setiap masalah yang hanya memiliki satu bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperempat (1/4) saja, seperti suami ketika bersama anak laki-laki, atau dua bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperempat (1/4) dan setengah (1/2), seperti ketika suami bersama paman dari saudara bapak.

4. Asal masalah enam (6):

Untuk setiap masalah yang hanya memiliki satu bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperenam (1/6) saja, atau dua bagian yang sama-sama seperenam (1/6) kadarnya, atau tiga bagian yang sama-sama seperenam (1/6) kadarnya, seperti bagian ibu ketika bersama anak laki-laki, atau seperti ibu ketika bersama saudara laki-laki yang seibu dan saudara laki-laki sekandung, atau seperti ibu ketika bersama bapak, anak perempuan, dan anak perempuannya anak laki-laki. Juga, hanya dua bagian, yaitu bagian seperenam (1/6) dan sepertiga (1/3), seperti ibu ketika bersama saudara laki-laki seibu dan paman dari saudara bapak, atau bagian seperenam (1/6) dan setengah (1/2), seperti ibu ketika bersama anak perempuan dan paman dari saudara bapak, atau bagian seperenam (1/6) dan duapertiga (2/3), seperti ibu ketika bersama dua anak perempuan dan paman dari saudara bapak, atau bagian setengah (1/2) dan duapertiga (2/3), seperti suami ketika bersama dua saudara perempuan sekandung dan paman dari saudara bapak.

5. Asal masalah delapan (8):

Untuk setiap masalah yang hanya memiliki satu bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperdelapan (1/8), seperti istri ketika bersama anak laki-laki, atau hanya memiliki dua bagian, yaitu bagian seperdelapan (1/8) dan setengah (1/2), seperti istri ketika bersama anak perempuan dan paman dari saudara ayah.

6. Asal masalah dua belas (12):

Untuk setiap masalah yang memiliki dua bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperempat (1/4) dan seperenam (1/6), seperti suami ketika bersama ibu dan anak laki-laki, atau seperempat (1/4) dan sepertiga (1/3), seperti istri ketika bersama ibu dan paman dari saudara bapak, atau seperempat (1/4) dan dua pertiga (2/3), seperti istri ketika bersama dua saudara perempuan sekandung dan paman dari saudara bapak.

7. Asal masalah dua puluh empat (24):

Untuk setiap masalah yang memiliki dua bagian yang ditentukan, yaitu bagian seperdelapan (1/8) dan seperenam (1/6), seperti istri ketika bersama ibu dan anak laki-laki, atau seperdelapan (1/8) dan dua pertiga (2/3), seperti istri ketika bersama dua anak perempuan dan paman dari saudara bapak.

Mengetahui asal masalah adalah penting dalam ilmu faraidh untuk memastikan pembagian warisan yang adil tanpa menyisakan pecahan. Para ulama hanya menerima angka yang jelas tanpa pecahan.

Untuk menentukan asal masalah, kita perlu mengetahui siapa saja ahli warisnya, apakah semua ‘ashabah, ashhabul furudh, atau gabungan keduanya.

Jika semua ahli waris adalah ‘ashabah, asal masalah dihitung per kepala, misalnya, jika ada lima anak laki-laki, asal masalahnya adalah lima.

Jika ahli waris terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, satu anak laki-laki dihitung sebagai dua kepala dan satu perempuan dihitung sebagai satu kepala, mengikuti prinsip qur’aniyah bahwa bagian anak laki-laki dua kali lipat dari anak perempuan.

Asal masalahnya dihitung dari jumlah per kepala. Kaidah ini memudahkan pemahaman ketika ahli waris memiliki bagian yang berbeda-beda.

Para ulama faraid membagi kaidah tersebut menjadi dua bagian:

Pertama, bagi setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8);

Kedua, bagi dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Jika ashhabul furudh hanya memiliki bagian dari bagian pertama (1/2, 1/4, 1/8), asal masalahnya dari angka terbesar.

Misalnya, jika ahli waris memiliki bagian setengah (1/2) dan seperempat (1/4), asal masalahnya adalah empat (4).

Dalam situasi di mana ahli waris terdiri dari bagian setengah (1/2), seperempat (1/4), dan seperdelapan (1/8), atau hanya seperempat dengan seperdelapan, asal masalahnya adalah delapan (8).

Begitu juga, jika ahli waris terdiri dari sepertiga (1/3) dengan seperenam (1/6), atau dua per tiga (2/3) dengan seperenam (1/6), asal masalahnya adalah enam (6), karena angka tiga merupakan bagian dari angka enam.

Dalam hal ini, diambil angka penyebut yang terbesar. Namun, jika ahli warisnya memiliki campuran dari kedua kelompok (1/2, 1/4, dan 1/8) dengan (2/3, 1/3, dan 1/6), diperlukan kaidah yang berbeda untuk menentukan asal masalahnya.

Wallahu A’lam
Oleh Wahyuni Siregar (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Editor & Publikator: Sylvia Kurnia Ritonga

Seorang pembelajar sekaligus pengajar, pendiri tatsqif.com, aktif di bidang kepenulisan dan pengembangan ilmu, serta antusias dengan hal-hal baru yang positif.

12 komentar pada “Ta’shil dan Tashih: Metode Penentuan Asal Masalah Kewarisan

  • Nur soleha

    Artikel nya bagus dan bermanfaat

    Balas
  • Nurlena harahap

    Seorang laki-laki meninggal dunia meninggalkan seorang istri dan dua orang anak laki-laki. Bagaimana bagian masing-masing ahli waris menurut faraidh dan menjelaskan bagaimana menentukan asal usul permasalahan dengan menggunakan metode ta’shil dan tashih?

    Balas
  • Yulia sari

    Apa akibat yang terjadi apabila dalam pembagian harta tidak menerapkan hukum warisan islam?

    Balas
  • Sofia marini rambe

    Apa implikasi hukum jika tahsil dan tashih tidak dilakukan dengan tepat dalam penentuan asal masalah kewarisan ?

    Balas
  • Luthfi Salsabila

    Masya Allah artikelnya bagus,, semangat terus

    Balas
  • Fadhilah Khairany Ritonga

    masyaallah, artikelnya bagus😍

    Balas
  • Tetty hairani Sarumpaet

    Apa yg menjadi pertimbangan utama dalam memilih antara metode tahsil dan tahsih dalam penentuan asal masalah kewarisan?

    Balas
  • Delvy Aprilyanti Siregar

    MasyaAllah, semangatt terus

    Balas
  • Rizki hamonangan

    Bangaimana agama islam pengaturan pembagian harta waris jika mempunyai anak angkat???

    Balas
  • daudy buhari

    artikel nya bagus🙏

    Balas
  • desi widia harahap

    jika metode ta’shil dan tashih sudah diterapkan untuk mencari asal masalah tetapi asal masalah tersebut belum bisa ditemukan, maka apa solusi untuk memmecahkan masalah warisan tersebut?

    Balas
  • Nurlan Saima nst

    MasyaAllh Artikelnya bagus sekali tetap semangat

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk