Fiqh & Ushul FiqhPernikahan & Keluarga

Urgensi Penetapan Mahar Pernikahan Menurut Rasulullah, Simak

TATSQIF ONLINEPernikahan di dalam ajaran Islam merupakan suatu ibadah yang agung dan suci. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi mempelai pria adalah mahar, yang harus diberikan kepada mempelai wanita.

Firman Arifandi dalam bukunya Serial Hadist Nikah 4 Mahar, menjelaskan bahwa mahar adalah bentuk harta yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai penghargaan atas kesediaannya untuk dinikahi.

Imam Syafi’i menyatakan bahwa mahar adalah kewajiban bagi seorang laki-laki untuk diberikan kepada perempuan agar dia berhak menguasai seluruh tubuhnya. Karena mahar merupakan syarat sahnya pernikahan, bahkan Imam Malik memandangnya sebagai rukun nikah, sehingga memberikannya adalah kewajiban.

Dalam jurnal Analisis Mazhab Hanafi dan Syafi’i dalam Nikah Syighar oleh Alamsyah, disebutkan bahwa meminta mahar di luar kemampuan mempelai pria tidak diperbolehkan karena dapat berdampak buruk pada kehidupan rumah tangga di masa depan.

Mahar pernikahan harus memiliki nilai, baik itu rendah maupun tinggi. Mahar bisa berupa emas, seperangkat alat sholat, atau barang berharga lainnya yang dapat dihitung jumlahnya. Selain itu, mahar juga dapat berupa sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan mempelai wanita, seperti mengajarkan Al-Quran atau jasa lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.

Terkait dengan mahar berupa Al-Quran, ada hadis yang menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan sebagaimana berikut ini:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ يَقُولُ سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ السَّاعِدِيَّ يَقُولُ إِنِّي لَفِي الْقَوْمِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَامَتْ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ الثَّالِثَةَ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحْنِيهَا قَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ قَالَ لَا قَالَ اذْهَبْ فَاطْلُبْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ فَطَلَبَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ هَلْ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Sufyan Aku mendengar Abu Hazim berkata; Aku mendengar Sahl bin Sa’d As Sa’idi berkata; Aku pernah berada di tengah-tengah suatu kaum yang tengah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba berdirilah seorang wanita seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia telah menyerahkan dirinya untuk Anda, karena itu berilah keputusan padanya.” Namun beliau tidak memberi jawaban apa pun, kemudian wanita itu pun berdiri dan berkata lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguh ia telah menyerahkan dirinya untuk Anda, karena itu berilah putusan padanya.” Ternyata ia belum juga memberi putusan apa-apa. Kemudian wanita itu berdiri lagi pada kali yang ketiga seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia telah menyerahkan dirinya untuk Anda, karena itu berilah keputusan padanya.” Maka berdirilah seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya.” Beliau pun bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu (untuk dijadikan mahar)?” laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda: “Pergi dan carilah sesuatu meskipun hanya cincin dari emas.” Kemudian laki-laki itu pergi dan mencari sesuatu untuk mahar, kemudian ia kembali lagi dan berkata, “Aku tidak mendapatkan apa-apa, meskipun hanya cincin dari emas.” Lalu beliau bertanya: “Apakah kamu mempunyai hafalan Al Qur`an?” laki-laki itu menjawab, “Ya, aku hafal surat ini dan ini.” Akhirnya beliau bersabda: “Pergilah, telah menikahkanmu dengan wanita itu dan maharnya adalah hafalan Al Qur`anmu,” (HR Bukhari).

Hadis ini menyampaikan beberapa aspek penting terkait dengan proses pernikahan dalam Islam, khususnya dalam konteks penetapan mahar.

Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa mahar adalah bagian penting dari proses pernikahan yang harus dipenuhi oleh calon suami. Hal ini menunjukkan bahwa mahar tidak hanya sekadar formalitas, tetapi memiliki makna dan nilai penting dalam Islam sebagai penghargaan atas kesediaan seorang wanita untuk dinikahi.

Kedua, hadis ini mencerminkan pentingnya menjalankan proses pernikahan sesuai dengan syariat Islam. Meskipun seorang wanita menyatakan kesediaannya untuk dinikahi, Rasulullah SAW tetap memastikan bahwa proses pernikahan dilakukan dengan benar, termasuk penetapan mahar yang sesuai. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pernikahan harus dilakukan dengan prosedur yang sesuai dengan ajaran agama.

Ketiga, hadis ini menekankan pentingnya calon suami memiliki kemampuan untuk memberikan mahar. Rasulullah SAW memastikan bahwa calon suami memiliki sesuatu yang dapat dijadikan mahar, meskipun itu hanya berupa barang sederhana seperti cincin emas. Hal ini menunjukkan bahwa mahar harus sesuai dengan kemampuan calon suami, sehingga tidak menimbulkan kesulitan atau beban yang berlebihan bagi mereka.

Keempat, hadis ini menunjukkan fleksibilitas dalam penetapan mahar dalam Islam. Jika calon suami tidak mampu memberikan mahar dalam bentuk materi, maka Rasulullah SAW mengizinkan alternatif lain seperti hafalan Al-Quran sebagai mahar. Hal ini menegaskan bahwa Islam menghargai berbagai bentuk kontribusi dan kemampuan individu dalam pernikahan.

Kelima, hadis ini menekankan pentingnya ilmu agama dalam Islam dengan menetapkan bahwa hafalan Al-Quran dapat dijadikan mahar. Rasulullah SAW menunjukkan prioritas yang tinggi terhadap ilmu agama dalam pernikahan, yang menunjukkan bahwa ilmu agama memiliki nilai yang tinggi dalam Islam.

Tidak ada batasan untuk mahar yang paling sedikit atau yang paling banyak. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dapat disebut sebagai harta, atau yang dapat diganti dengan harta, boleh dijadikan sebagai mahar, baik itu sedikit atau banyak, berupa barang atau utang, atau manfaat, seperti karpet, tempat tinggal, atau pendidikan keterampilan.

BACA JUGA: Makna dan Manfaat Mahar dalam Pernikahan Menurut Islam

Setelah terjadi akad nikah, mahar menjadi kepemilikan penuh dari istri. Suami tidak lagi memiliki hak atas barang, jasa, atau uang yang telah ia berikan kepada istri.

Ia tidak berhak menggunakannya, tetapi hanya boleh memeliharanya. Jika suami menggunakan mahar tersebut untuk kepentingan pribadinya, hal ini merupakan dosa atau dusta yang besar menurut ajaran Islam. Hal ini dijelaskan dalam Alquran surat An-Nisa’ ayat 20:

وَإِنْ أَرَدْتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Artinya: “Dan jika kamu ingin menggantikan istri dengan istri yang lain, dan kamu telah memberikan salah satu dari mereka sejumlah harta, maka janganlah kamu ambil kembali sesuatu dari padanya. Apakah kamu akan mengambilnya dengan cara dusta dan dosa yang nyata?”

Ayat ini menegaskan hak kepemilikan penuh atas mahar yang telah diberikan kepada istri setelah terjadi akad nikah. Suami tidak memiliki hak untuk mengambil kembali atau meminta kembali sebagian dari mahar yang telah diberikan kepada istri.

Jika suami melanggar hal ini dengan mengambil kembali mahar tersebut untuk kepentingan pribadinya, hal tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak benar dan dosa yang nyata dalam pandangan Islam.

Ayat ini menggarisbawahi pentingnya menjunjung tinggi kesepakatan dan komitmen yang dibuat dalam pernikahan serta mematuhi prinsip-prinsip keadilan dalam berinteraksi dengan pasangan hidup.

Namun, jika istri merelakan sebahagian maharnya dipergunakan oleh suami, hal ini diperbolehkan oleh syariat islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surah An-Nisa’ ayat 4 sebagai berikut:

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا

Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

Ayat ini merupakan perintah Allah SWT kepada para suami untuk memberikan mahar kepada wanita yang mereka nikahi sebagai pemberian yang diberikan dengan sukarela dan kesediaan. Maharnya diserahkan kepada wanita sebagai tanda penghargaan dan kasih sayang dari pihak suami.

Selain itu, ayat ini juga mengisyaratkan bahwa jika wanita tersebut dengan sukarela menyerahkan sebagian dari mahar tersebut kepada suaminya sebagai bentuk kerelaan dan kebersamaan, maka suami diharapkan menerima dengan senang hati dan menghargainya. Hal ini menunjukkan pentingnya sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling mendukung antara suami dan istri dalam rumah tangga.

Wallahu A’lam
Oleh Imam Haris Tanjung (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

  • Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

    Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

6 komentar pada “Urgensi Penetapan Mahar Pernikahan Menurut Rasulullah, Simak

  • Khoirul aris

    Bagaimana jika uang mahar ber hutang atau hanya bayar setengah ?

    Balas
  • Yuyun damai atarinanta rambe

    Apakah mahar berpengaruh terhadap sah atau tidak nya suatu pernikahan?

    Balas
  • Ulina putri

    bagaimana pandangan dari Islam sendiri mengenai seorang wali yang menetapkan tarif mahar?

    Balas
  • Ratih ponimah HRP

    Apa tanggapan saudara mengenai status mahar dalam pernikahan?

    Balas
  • Masniari HSB

    Apakah boleh mahar di berikan kepada orang tua?

    Balas
  • Fadli Samsuri Nasution

    bagaimana pandangan saudara mengenai mahar yang belom jelas keberadaannya, pihak laki laki hanya mengatakan bahwa dia mempunyai lahan seluas 10 hektar dan menjadikan itu sebagai mahar kepada si pihak perempuan dan perempuan tersebut terlalu mempercayai perkataan si laki laki.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk