Ayat Mutasyabihat: Tantangan, Pendekatan, dan Hikmahnya
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, yang mengandung kebenaran mutlak dan tidak mungkin bertentangan, baik dalam hal makna maupun lafadz. Selama berabad-abad, para ulama dan pakar Al-Qur’an telah melakukan kajian mendalam untuk mengungkap berbagai mukjizat yang terkandung di dalamnya, salah satunya adalah mengkaji dari segi balaghah atau keindahan bahasa Al-Qur’an.
Dalam kajian balaghah, terdapat sebuah konsep yang disebut dengan “mutasyabihat“, yaitu ayat-ayat atau ungkapan dalam Al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan sesuatu yang lain, baik secara makna maupun lafadz.
Ayat-ayat mutasyabihat ini seringkali menimbulkan perselisihan di kalangan para ulama, karena maknanya yang tidak jelas atau tampak ambigu. Namun, para ulama sepakat bahwa memahami dan menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat memerlukan pendekatan dan keahlian khusus agar tidak terjebak pada penafsiran yang keliru.
Pengertian Ayat Mutasyabih
Mutasyabih berasal dari kata syabaha, yang secara etimologis terkait dengan konsep keserupaan atau kemiripan. Keserupaan ini dapat berlaku dalam berbagai hal seperti warna, rasa, keadilan, dan kezaliman.
Ketika dua hal tidak dapat dibedakan karena adanya kemiripan di antara keduanya, maka kondisi tersebut disebut sebagai syubhah. Contohnya, ayat yang membahas buah-buahan surga dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 25 berikut ini:
مِنْ قَبْلُ وَاُ تُوْا بِهٖ مُتَشَا بِهًا
Artinya: “Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa.”
Buah-buahan di surga itu satu sama lain serupa warnanya dengan buah-buahan yang ada di dunia, bukan rasa dan hakikatnya.
Mutasyabih juga dapat diartikan sebagai mutamatsil, yang berarti sama dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tasyabuh al-kalam mengacu pada kesamaan dan kesesuaian perkataan, di mana sebagian ayat membenarkan sebagian lainnya. Allah menggambarkan Al-Qur’an sebagai kitab yang paling baik, yang ayat-ayatnya serupa dan berulang-ulang.
Allah SWT berfirman dalam Alquran surah Az-Zumar 25:
اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَا بِهًا مَّثَا نِيَ
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang.”
Dalam ayat tersebut, Al-Qur’an dijelaskan sebagai kitab yang seluruhnya mutasyabih, artinya ayat-ayatnya saling serupa dalam kesempurnaan dan keindahannya, serta isinya saling membenarkan. Ini mengacu pada keseragaman dan keindahan Al-Qur’an dalam konten dan bentuknya.
Ibnu Habib An-Naisaburi berpendapat bahwa seluruh Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan kesempurnaannya dan ketiadaan pertentangan antara ayat-ayatnya. Namun, berdasarkan ayat kedua, seluruh Al-Qur’an adalah mutasyabih karena menjelaskan kesamaan ayat-ayatnya dalam kebenaran, kebaikan, dan kemukjizatannya.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy juga berpendapat bahwa seluruh Al-Qur’an adalah muhkam dalam arti kemukamannya. Seluruh Al-Qur’an juga dapat dianggap mutasyabih jika dilihat dari segi keserupaan atau sebandingnya dalam balaghah dan i’jaznya.
BACA JUGA: Ayat Muhkam: Pondasi Ajaran Islam yang Jelas dan Tegas, Simak
Macam- Macam Mutasyabihat
Ayat-ayat mutasyabihat, menurut Az-Zarqani terbagi menjadi tiga jenis, antara lain:
1. Ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT.
Ini adalah jenis ayat-ayat mutasyabihat yang maknanya sangat dalam dan kompleks sehingga hanya Allah yang mengetahui secara pasti maksud sebenarnya. Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna-makna yang sangat mendalam dan kompleks ini.
Firman Allah SWT dalam Alquran surah Ali ‘Imran ayat 7:
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Artinya: “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”
Ayat ini menunjukkan bahwa terdapat ayat-ayat mutasyabihat yang pemahamannya hanya diketahui oleh Allah, dan hanya orang-orang yang mendalam ilmunya dan berakal yang menerima maknanya dengan keyakinan.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa hanya Dia yang mengetahui takwil (makna sebenarnya) dari ayat-ayat mutasyabihat. Orang-orang yang mendalam ilmunya dan berakal menerima semua ayat tersebut sebagai wahyu dari Tuhan mereka, sementara yang lainnya tidak mengambil pelajaran darinya.
2. Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.
Contohnya adalah dengan menguraikan ayat-ayat yang bersifat umum (mujmal), menetapkan makna-makna yang memiliki kesamaan (musytarak), mengkualifikasi apa yang bersifat mutlak, dan sebagainya.
Jenis ayat mutasyabihat seperti ini membutuhkan pengetahuan yang luas dan mendalam untuk merinci atau menghilangkan keraguan. Misalnya, keraguan yang bisa dihilangkan melalui analisis atau pembahasan yang cermat, seperti dalam kasus tema yang bersifat umum (mutlaq) dan yang bersifat terbatas (muqayyad).
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 3:
وَالَّذِيْنَ يُظٰهِرُوْنَ مِنْ نِّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَا لُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَآ سَّا ۗ ذٰ لِكُمْ تُوْعَظُوْنَ بِهٖ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya:“Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini mengandung hukum tentang seseorang yang melakukan zihar terhadap istrinya. Zihar adalah tindakan di mana seorang suami mengatakan kepada istrinya, “Bagimu seperti punggung ibuku,” dengan maksud menolak hubungan intim dengan istrinya tanpa bercerai. Kemudian, suami tersebut menarik kembali pernyataannya tersebut, yang menunjukkan penyesalan atas tindakannya.
Hukum yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa jika seseorang melakukan zihar terhadap istrinya dan kemudian menarik kembali pernyataannya, maka dia diwajibkan untuk memerdekakan seorang budak sebelum keduanya bercampur kembali secara intim. Tindakan ini merupakan bentuk penebusan atau kafarat atas kesalahan yang dilakukan. Pembebasan seorang budak sebelum berhubungan intim kembali dengan istrinya menunjukkan konsekuensi dari tindakan zihar yang dilakukan, serta menegaskan pentingnya menghindari tindakan yang dapat mengganggu harmoni dalam hubungan suami-istri.
Hukum ini menjadi pelajaran dan peringatan bagi umat Islam, bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan yang dilakukan manusia, dan setiap tindakan memiliki konsekuensi serta kewajiban yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk bertindak dengan penuh kesadaran terhadap tindakan dan kata-kata yang diucapkan, serta siap menanggung akibat dari perbuatan yang dilakukan.
3. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang apalagi orang awam.
Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang yang rasikh (mendalam) ilmu pengetahuannya. Pembagian ayat-ayat mutasyabihat ini ada tiga yaitu dari segi lafadz, makna, dan dari segi lafadz dan makna sekaligus.
a. Tasyabuh lafzhiy, yang dimaksud adalah ketika kesamaran makna datang dari lafaznya atau berasal dari struktur kalimatnya. Ada kalanya Alquran menggunakan beberapa kosakata yang amat jarang dipakai dalam keseharian orang Arab dan asing di telinga mereka.
b. Tasyabuh dari segi maknanya, yaitu berkenaan dengan kandungan makna sebenarnya dalam perkara-perkara gaib yang tidak akan pernah diketahui oleh siapapun kecuali Allah.
c. Tasyabuh dari segi lafadz dan maknanya, dikategorikan menjadi lima, antara lain:
1). Lafaz dan makna yang samar dalam menentukan keumuman atau kekhususan.
2). Lafaz dan makna yang sama Dalam menentukan wajib dan suatu perkara. Allah SWT berfirman dalam Alquran surah An-Nisa’ ayat 3:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَ لَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَا نْكِحُوْا مَا طَا بَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِ نْ خِفْتُمْ اَ لَّا تَعْدِلُوْا فَوَا حِدَةً اَوْ مَ مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا
Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Para mufassirin meneliti apakah menikahi lebih dari satu perempuan itu wajib atau sunnah dengan mengkaji ayat-ayat Al-Quran, hadis Nabi, dan praktek para sahabat. Mereka mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial serta kemaslahatan. Tujuannya adalah memastikan tindakan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tidak merugikan perempuan.
3). Lafaz dan makna yang samar dalam menentukan nasakh dan mansukh.
4). Lafaz dan makna yang samar dalam menentukan tempat dan lokasi yang dimaksud.
5). Lafaz dan makna yang samar dalam menentukan syarat sahnya suatu amalan atau batalnya suatu amalan, seperti sholat, nikah haji dan lain- lain.
3. Pendapat Ulama Mengenai Ayat Mutasyabihat
Tiga pendapat ulama dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat adalah sebagai berikut:
1. Mazhab Salaf: Mazhab ini dikenal sebagai mazhab al-mufawwidah, yaitu golongan yang menyerahkan pemahaman atas maksud dari ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah SWT. Mereka menganggap bahwa mencari pemahaman yang pasti terhadap makna ayat-ayat ini berdasarkan kaidah-kaidah bahasa dan penggunaan orang-orang Arab hanyalah asumsi, sedangkan keyakinan terhadap sifat-sifat Allah tidak dapat hanya berdasarkan asumsi semata. Oleh karena itu, mereka memilih untuk menyerahkan pemahaman terhadap ayat-ayat ini kepada Allah, yang Maha Mengetahui. Mazhab Salaf menggunakan dalil aqli dan dalil naqli, yaitu mengacu pada dalil-dalil hadis dari berbagai sumber.
2. Mazhab Khalaf: Mazhab ini adalah golongan ulama yang menakwilkan lafaz dan makna lahirnya yang dianggap mustahil bagi Allah, dengan memaknakan makna lahirnya kepada makna lain yang abstrak. Mereka tidak menerima makna lahir dari ayat-ayat mutasyabihat secara harfiah, melainkan memaknakan dengan cara yang lebih filosofis atau abstrak, seperti pengendalian Allah terhadap alam tanpa terlibat dalam sifat-sifat manusia.
3. Mazhab Moderat: Mazhab ini merupakan golongan ulama yang merinci penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Jika takwilnya dekat dengan lisan orang Arab dan tidak melenceng jauh, maka mereka menerima takwil tersebut. Namun, jika takwilnya melenceng jauh dari makna yang lazim, mereka meyakini bahwa makna sebenarnya hanya Allah yang mengetahui. Dalam hal ini, mereka mengambil pendekatan moderat antara menerima takwil yang masuk akal dengan tetap memahami keterbatasan manusia dalam memahami sifat-sifat Allah yang mutlak.
Allah SWT berfirman dalam Alquran surah Az-Zumar ayat 56:
اَنْ تَقُوْلَ نَفْسٌ يّٰحَسْرَتٰى عَلٰى مَا فَرَّطْتُّ فِيْ جَنْبِۢ اللّٰهِ وَاِ نْ كُنْتُ لَمِنَ السّٰخِرِيْنَ
Artinya: “Agar jangan ada orang yang mengatakan, “Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang mengolok-olokkan (agama Allah).””
Ayat ini menekankan pentingnya menghindari perilaku yang meremehkan agama atau mengolok-olok Allah, serta menjaga kesadaran terhadap kewajiban agama. Dampak dari tindakan semacam itu adalah penyesalan yang mendalam di akhirat. Oleh karena itu, hukum yang dapat dipahami dari ayat ini adalah perlunya menjauhi perilaku yang menghina agama dan memperhatikan kewajiban kepada Allah.
Hikmah di Balik Ayat-Ayat Mutasyabihat
Ayat-ayat mutasyabihat mengharuskan usaha lebih untuk mengungkapkan maknanya, dengan cara belajar dan mengkaji lebih tekun, yang akan memberikan pahala kepada orang yang melakukannya.
Keberadaan ayat-ayat ini juga merupakan ujian bagi manusia, untuk melihat apakah mereka percaya pada hal-hal gaib berdasarkan berita yang disampaikan oleh orang yang benar. Ini menunjukkan kelemahan dan kebodohan manusia, di mana sebesar apa pun keilmuan mereka, hanya Tuhan yang mengetahui segala sesuatu.
Ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran adalah bukti kemukjizatan Al-Quran, menunjukkan kelemahan akal manusia, dan merupakan sarana untuk menundukkan akal kepada Allah karena kesadaran akan ketidakmampuan akal untuk memahami ayat-ayat tersebut.
Ayat-ayat ini juga merupakan teguran bagi orang yang mengutak-atiknya, sebaliknya memberikan pujian bagi orang yang mendalami ilmu dengan sungguh-sungguh, tanpa mengikuti hawa nafsu untuk menginterpretasikan ayat-ayat secara sembarangan.
Hal ini membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia, sehingga menunjukkan kebesaran kekuasaan dan ilmu Allah. Ayat-ayat mutasyabihat juga menunjukkan kemukjizatan Al-Quran dalam ketinggian mutu sastra, memastikan manusia menyadari bahwa Al-Quran bukanlah buatan manusia, melainkan wahyu dari Allah.
Wallahu A’lam
Oleh Yuningsih (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
-
Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.
Lihat semua pos Lecturer
bagaimana cara menginterpretasi ayat mutasyabihat dalam quran??
Bagaimana perbedaan pendapat madzhab salaf dan khalaf tentang ayat-ayat mutasyabih?
Bagaimana ayat-ayat mutasyabihat dapat memperkaya pemahaman kita terhadap Al-Qur’an secara keseluruhan?
Mengapa ayat-ayat mutasyabihat dianggap lebih sulit dipahami?
Mengapa ayat ayat mutasyabihat sulit dipahami dalam Alquran, coba berikan contoh beserta alasannya?
Bagaimana makna yang terkandung dalam ayat ayat mustasyabihat mempengaruhi kehidupan manusia
Bagaimana cara yg tepat dalam memahami ayat mutasyabihat?
Sebutkan ayat-ayat Muthasyabihat yang mengandung tema tentang keadilan dalam Al-Qur’an!
Bagaimana cara kita untuk menginterpretasikan ayat mutasyabih?
Apa prinsip utama yang harus di pegang dalam menafsirkan ayat mutasyabihat?
Apa saja hikmah yang kita dapat dalam mempelajari ayat mutasyabih?
Apakah ayat muhkam itu tidak perlu di penafsiran lebih dalam?
Jelaskan hikmah dibalik danya ayat ayat mutasyabihat dalam al qur’an
Apakah ayat mutasyabih bisa mnjdi hujjah namun apakah hujjahnya lebih lemah dari ayat muhkam
Apakah ada pendekatan khusus yang digunakan untuk memahami ayat-ayat mutasyabihat dalam studi tafsir Al-Qur’an?
Bagaimana peran ilmu pengetahuan dalam memahami ayat mutasyabihat?
Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabih!