Peran dan Kewenangan Wali Nikah dalam Pernikahan Islam, Simak
TATSQIF ONLINE – Peran wali nikah tidak hanya menentukan keabsahan pernikahan, tetapi juga membuka jalan menuju keberkahan dan semangat untuk mencapai rumah tangga, yang sakinah mawaddah warahmah. Restu dari wali menjadi landasan penting dalam memulai hubungan pernikahan, yang kadang kala terabaikan oleh pasangan yang terjebak dalam cinta semata.
Melansir dari laman NU Online, wali nikah adalah istilah untuk pria dari keluarga perempuan yang bertanggung jawab mengawasi dan memastikan kondisi mempelai selama proses pernikahan. Tugas utama wali nikah adalah mendapatkan persetujuan dari pihak wanita.
Sebagai wali nikah, dia memiliki hak untuk melakukan akad pernikahan bagi mempelai wanita dan menikahkannya dengan seorang pria. Hak ini bersifat melekat dan mutlak, tidak bisa dicabut oleh pihak lain. Namun, hak tersebut bisa hilang jika wali tidak memenuhi syarat-syarat sah sebagai wali untuk pernikahan.
Pengertian Wali
Kata wali menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu waliy dengan bentuk jamak auliyâ’, yang berarti penolong. Lawan katanya adalah ‘adhuw (musuh). Bentuk mashdar-nya adalah al-walayah/al-wilayah dengan makna al-nushrah (pertolongan).
Selain itu, juga bermakna kerabat. Di antara al-Asma’ al-Husna ada al-Waliy yang berarti pemilik sesuatu secara keseluruhannya dan yang berhak mengatur segala sesuatunya. Wali dipakai juga dalam beberapa istilah berikut ini:
1. Waliy al-yatîm: Orang yang diserahi untuk mengurus kewajiban anak yatim dan memeliharanya.
2. Waliy al-mar’ah: Orang yang diserahi untuk melaksanakan akad nikah yang tidak sah akad tersebut tanpa adanya wali tersebut.
Abdu-Rahma al-Jazairy mengungkapkan makna wali dalam kitab al-Fiqh ‘ala Mazâhib al-Arba’ah, “Wali dalam nikah adalah yang padanya terletak sahnya akad nikah, maka tidak sah nikahnya tanpa adanya dia (wali)”.
3. Wali dengan makna al-umara’ yang mengatur sebuah wilayah. Wali ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Wali secara umum berkaitan dengan orang banyak dalam satu wilayah atau negara, dan wali secara khusus berkenaan dengan seseorang dan harta benda.
Dalam istilah fiqih, perwalian adalah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Mayoritas ulama membagi wali menjadi tiga jenis, yaitu perwalian atas barang, perwalian atas orang, dan perwalian atas barang dan orang secara bersama-sama. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang diberi kewenangan atas sesuatu disebut wali.
Fokus artikel ini adalah wali untuk mempelai perempuan, yaitu orang yang melakukan akad nikah mewakili pihak mempelai wanita. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا نكاح إلا بوَليَ وشاهدى عدل
Artinya: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil,” (HR Abdurrazzaq).
BACA JUGA: Urgensi Kehadiran Wali Nikah, Umat Muslim Harus Tahu Ini
Berikut Persyaratan Menjadi Wali Nikah:
1. Memiliki hubungan darah dengan mempelai wanita.
2. Beragama Islam.
3. Tidak dalam kondisi gila atau mabuk.
4. Berakal sehat.
5. Merdeka (tidak berstatus sebagai budak).
Macam-Macam Wali Nikah dan Urutannya
1. Wali Nasab: adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan perempuan yang akan melangsungkan pernikahan. Wali nasab yang memiliki kewenangan dalam pernikahan, juga terbagi menjadi dua kelompok, yaitu wali aqrab dan wali ab’ad.
Wali aqrab terdiri dari ayah kandung dan ayah dari ayah kandung (kakek). Sementara itu, wali ab’ad terdiri dari saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak saudara laki-laki kandung, anak saudara laki-laki seayah, paman kandung, paman seayah, anak paman kandung, dan anak paman seayah.
Urutan orang yang dapat menjadi wali nikah, seperti yang dijelaskan dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb karya Imam Abu Suja’, adalah sebagai berikut: ayah, kakek (kakek dari pihak ayah), saudara lelaki kandung (kakak atau adik perempuan), saudara lelaki seayah (saudara lelaki dari ayah namun beda ibu), paman (saudara lelaki ayah, prioritaskan yang lebih tua), dan anak lelaki paman dari pihak ayah.
Jika tidak ada yang memenuhi syarat wali nikah dari daftar tersebut, wali hakim yang akan bertindak menjadi wali nikah. Peran wali sangat penting dalam sebuah akad nikah berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Artinya: “Tidak sah nikah kecuali dengan keberadaan wali, dan penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali,” (HR At-Tirmidzi).
2. Wali Hakim: adalah wali nikah yang diambil dari hakim (pejabat pengadilan atau aparat KUA atau PPN) atau penguasa atau dari pemerintah. Rasulullah SAW bersabda yang berbunyi:
وَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا.
Artinya: “Jika mereka terlunta-lunta (tidak mempunyai wali), maka penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali,” (HR At-Tirmidzi).
Wali hakim berperan sebagai alternatif ketika semua urutan wali nikah tidak dapat dipenuhi karena berbagai alasan, seperti keadaan ghaib atau lokasi yang jauh, atau ketika wali yang ada menolak untuk menikahkan anaknya. Dalam situasi-situasi tersebut, tanggung jawab menjadi wali beralih kepada wali hakim.
Wali hakim adalah seseorang yang ditunjuk sebagai wali dalam kapasitas seorang hakim atau penguasa yang diangkat oleh negara. Penunjukan ini dilakukan melalui tauliah atau surat keputusan resmi yang diberikan kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).
Sebagai wali hakim, Kepala KUA memiliki wewenang untuk bertindak sebagai wali dalam proses pernikahan untuk memastikan kesahihan dan keabsahan pernikahan tersebut. Penunjukan ini terperinci dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 2 tahun 1987.
Sesuai dengan ketentuan tersebut, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan ditugaskan sebagai wali hakim. Calon mempelai wanita berhak meminta wali hakim dalam situasi-situasi tertentu, seperti ketika tidak memiliki wali nasab, wali tidak diketahui keberadaannya, wali berada dalam jarak minimal 92,5 km, wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak bisa dihubungi, atau saat wali sedang menjalankan ibadah haji atau umrah. Dalam kondisi-kondisi tersebut, wali hakim memiliki kewenangan menjadi wali dalam proses perkawinan.
Adapun sighat Ijab wali hakim adalah sebagai berikut:
يَا مَحْمُودُ ابْنَ أَحْمَدَ، أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَحْطُوبَتَكَ الْمَحْبُوبَةَ فَاطِمَةَ بِنْتَ الْمَرْحُومِ فُوزَانَ مَوْلَتِيْ حَاكِمًا بِمَهْرِ أَدْوَاتِ الصَّلَاةِ حَالًا.
Artinya: “Wahai Mahmud putra Ahmad Saya nikahkan kamu dan saya kawinkan kamu dengan tunaganmu yang kamu cintai yang mewalikan saya Hakim dengan maskawin seperangkat alat shalat, tunai”
Shigat Qabul yang diucapkan mempelai laki-laki berikut ini:
قَبِلَت نِكَاحَهَا وَتَزويجهَا بِالْمَهْرِ الْمَذْكُورِ حَالًا
Artinya: “Saya terima nikahnya Fatimah dan kawinnya Fatimah dengan makanan yang telah disebutkan, tunai.”
Jika wali hakim tidak tersedia, atau jika tersedia namun meminta bayaran, maka kedua calon mempelai diizinkan untuk mengangkat Wali Muhakkam atau Wali Tahkim.
3. Wali Muhakkam:
Dari segi bahasa, istilah wali muhakkam merupakan gabungan dua kata, yaitu wali dan muhakkam. Dalam kamus Lisan al-Arab (juz 15, hal. 405), kata wali berhubungan dengan kata wilayah, yang menurut Ibnu Atsir berarti mengatur dan menguasai.
Menurut Sibawaih, wilayah juga merujuk pada tindakan memerintah (imarah) dan mempersatukan (niqabah). Ibnu as-Sakiit juga menyatakan bahwa kata wilayah memiliki makna kekuasaan. Kata wali juga berhubungan dengan kata walayah, yang menurut Ibnu as-Sakiit berarti menolong (nushrah).
Sementara itu, kata muhakkam merupakan kata benda pasif yang berasal dari kata kerja hakkama-yuhakkimu-tahkiman, yang berarti mengangkat seseorang menjadi hakim dan menyerahkan persoalan hukum kepadanya.
Dalam konteks pernikahan, wali muhakkam adalah seseorang yang bukan pejabat hakim resmi, namun ditunjuk oleh seorang perempuan untuk menjadi wali dan menikahkannya dengan seorang lelaki yang telah melamarnya. Dalam prinsipnya, diperbolehkan untuk menunjuk seseorang sebagai hakim (tahkim) untuk menengahi perselisihan antara dua orang atau lebih.
Al-Quran sendiri mengajarkan perdamaian dalam kasus pertikaian di antara sesama mukmin (QS. al-Hujurat: 9-10), serta menganjurkan pengangkatan penengah (hakam) dalam konflik antara suami dan istri (QS. an-Nisa: 35).
Pembahasan tentang wali muhakkam dijelaskan dalam Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (1997: 30). Wali muhakkam adalah seseorang yang diangkat oleh kedua calon suami istri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah jika tidak ada wali hakim yang tersedia.
Namun, regulasi tidak mencantumkan ketentuan mengenai wali muhakkam, yang menunjukkan bahwa hanya petugas resmi yang memiliki kewenangan untuk menikahkan perempuan yang tidak memiliki wali. Hal ini bertujuan untuk menjaga kepastian hukum.
Kewenangan menikahkan hanya dimiliki oleh wali hakim yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau Kepala KUA. Mengizinkan wali muhakkam dalam undang-undang dapat menimbulkan banyak masalah.
Wallahu A’lam
Oleh Latifah Siregar (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
-
Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.
Lihat semua pos Lecturer
Apakah bisa seorang wali hakim kepada seorang anak zina?
Bagaimana hukum menikah bagi sepasang laki-laki dan perempuan yg terdampar di pulau tanpa ada perwalian disebabkan hanya mereka yg ada di pulau tersebut?
Dalam kasus pernikahan anak dibawah umur,apakah wali tetap menjadi pihak yang harus hadir dan memberikan ijin bagaimana jika wali menolak memberikan ijin
Artikelnya bgus,judul dan isi juga bgus, Masya Allah
Pertanyaannya,jika kedua orang tua sudah bercerai,kemudian hari si anak ingin menikah,tetapi si perempuan sudah memaksa s ayah ny untuk menjadi wali dalam pernikahan nya tetapi s ayah menolak keras tidak ingin menjadi wali,jadi jika sudah terjadi begitu siapa yang menjadi wali di dalam pernikahan anak tersebut
Bagaimana hukumnya mewakilkan wali nikah kepada orang lain?
gimana jikalau ada sepasang kekasih yang ingin menikah akan tetapi mereka tidak direstui wali dari si perempuan, kemudian mereka berinisiatif untuk membayar wali bayaran dan menikah ditempat yang tidak diketahui oleh wali atau orang tua si perempuan
Apakah boleh seorang wanita maupun pria menikahkan dirinya sendiri?
Apakah ada alternatif atau solusi jika tidak memungkinkan memiliki wali nikah dalam proses pernikahan?
apa yang terjadi jika wali nikah tidak setuju dengan pilihan pasangan yg ingin menikah tersebut.
menurut pemakalah bagaimana cara menyikapinya dan apakah ada solusi dri permasalahan ini?
Apa konsekuensi jika pernikahan dilakukan tanpa adanya wali yang sah?
Wali nikah yang berhak menikahkan perempuan tanpa meminta izin terlebih dahulu maka disebut ?
voluptatem quasi est eum quibusdam eos harum nostrum sunt voluptates id soluta voluptas rerum natus rerum ad qui tenetur dolorem. molestias sed consequatur accusantium aliquam eligendi in ut ratione sed in voluptas ea officiis beatae. similique iste culpa et quibusdam earum necessitatibus culpa quam fugit qui quod dignissimos facilis et incidunt perferendis molestias impedit.
unde neque perferendis quos aspernatur nobis in. cumque magni laborum excepturi aliquam aliquam perferendis qui sequi.