Aqidah & AkhlakLifestyleSirah Nabawiyah

Love Language Ala Rasulullah: Menggali Cinta dalam Sunnah

TATSQIF ONLINE  Menurut Zick Rubin, seorang psikolog sosial, pengacara, dan penulis Amerika yang terkenal, cinta adalah sikap yang menunjukkan nilai istimewa seseorang terhadap orang lain, yang mencakup aspek emosional, mental, dan perilaku.

Rubin mengidentifikasi bahwa cinta terdiri dari tiga elemen utama, yaitu perhatian, kasih sayang, dan keintiman. Perhatian mencerminkan fokus pada individu yang dicintai, kasih sayang menunjukkan harapan terbaik untuk mereka tanpa rasa takut kehilangan, sementara keintiman menggambarkan keinginan untuk memenuhi kebutuhan orang yang dicintai tanpa rasa takut kehilangan.

Menurut kamus Merriam-Webster, cinta didefinisikan sebagai perasaan sayang yang konsisten yang ditunjukkan kepada seseorang. Hierarki emosi dan perasaan menempatkan cinta pada tingkat yang lebih tinggi daripada rasa sayang.

Rasa cinta dapat diungkapkan dengan berbagai macam cara. Love language atau bahasa cinta pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh seorang penulis asal Amerika, Gary Chapman, dalam bukunya berjudul The 5 Love Languages.

Sebelum istilah love language populer seperti sekarang ini, jauh sebelum itu, sekitar 1400 tahun yang lalu, seorang tokoh mulia sepanjang sejarah bahkan sudah melakukannya. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa salam dengan akhlaknya yang mulia, menunjukkan bahasa cintanya kepada siapa saja, termasuk kepada orang yang membencinya.

Menjadi panutan yang sempurna bagi umatnya, Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya rasa cinta dan kasih sayang untuk menjaga hubungan. Dari ‘Aisyah RA meriwayatkan, Rasulullah SAW telah bersabda :

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي 

Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku,” (HR At Tirmidzi). 

Hadis ini menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga. Rasulullah Muhammad SAW menyatakan bahwa sebaik-baik orang di antara kita adalah yang terbaik dalam memperlakukan keluarganya, sementara beliau sendiri adalah yang terbaik dalam memperlakukan keluarganya.

Hal ini menunjukkan pentingnya kasih sayang, perhatian, dan penghargaan terhadap anggota keluarga dalam ajaran Islam. Dengan menjaga hubungan yang harmonis di dalam keluarga, seseorang dapat menciptakan ikatan yang kuat dan menyenangkan di antara anggota keluarga, sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Love language ini merupakan ekspresi verbal dalam bentuk kata-kata sebagai bentuk kasih sayang. Menjaga lisan untuk tidak berkata kotor, tidak menghina orang lain merupakan akhlaknya Rasulullah SAW. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas dalam sebuah hadis:

لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًا وَلاَ لَعَّاناً ولا سباباً

Artinya: “Rasulullah SAW bukanlah orang yang biasa mengucapkan kata-kata jorok/buruk, bukan pengutuk dan bukan pula tukang caci maki,” (HR Muslim).

Suatu ketika sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, pernah meminta kepada Rasulullah SAW agar mendoakan kecelakaan, keburukan atau kesengsaraan bagi orang-orang musyrik. Namun, Rasulullah SAW mengatakan:

إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا ، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

Artinya: “Aku tidak diutus Tuhan untuk mengutuk orang, aku diutus hanya untuk menyebarkan kasih sayang,” (HR Muslim).

Hadis di atas menggambarkan sikap yang penuh dengan kasih sayang dan kebaikan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Beliau menegaskan bahwa misinya adalah untuk menyebarkan kasih sayang, bukan untuk mengutuk atau menyebabkan keburukan kepada orang lain.

Hal ini juga menguatkan bahwa pesan Islam adalah pesan kasih sayang dan kebaikan, yang harus disebarkan kepada semua orang tanpa pandang bulu.

Physical touch termasuk cara mengekspresikan cinta melalui sentuhan fisik secara konsensual. Rasulullah SAW menunjukkan kasih sayang melalui sentuhan fisik dalam hubungan rumah tangganya, seperti tidur di pangkuan istrinya atau menempatkan kepalanya di pangkuan istrinya, seperti yang disebutkan dalam hadis berikut:

عن عَائِشَة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يَتَكِّئُ فِي حِجرِي، فَيَقرَأُ القرآن وأنا حَائِض

Artinya: “Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: ‘Dahulu Rasulullah SAW meletakkan kepalanya di pangkuanku kemudian membaca (Alquran) sedangkan aku dalam keadaan haid,'” (HR. Muslim).

Dalam riwayat yang lain disebutkan:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ رَأْسَهُ فِي حِجْرِي فَيَقْرَأُ وَأَنَا حَائِضٌ

Artinya: “Rasulullah pernah meletakkan kepalanya di atas pangkuanku, lalu beliau membaca (Al Quran), sementara saya dalam keadaan haid,”
(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis ini menggambarkan Rasulullah SAW meletakkan kepalanya di pangkuan Aisyah, istri beliau, sementara Aisyah sedang dalam keadaan haid. Meskipun demikian, Rasulullah tetap membaca Al-Quran, menunjukkan kasih sayang dan perhatian beliau terhadap istri, serta pentingnya sentuhan fisik dalam hubungan suami istri dalam Islam.

Quality time adalah menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang secara berkualitas. Rasulullah SAW akan menghabiskan waktu dengan istri-istrinya setiap hari setelah salat Ashar, mendengarkan kekhawatiran mereka dan menawarkan bimbingan dan dukungan kepada mereka.

Rasulullah SAW juga memiliki kebiasaan berbicara dengan Aisyah RA setelah salat malam atau salat sunah subuh. Hal ini menunjukkan tindakan sederhana untuk menghabiskan waktu bersama dapat menjadi ekspresi cinta yang berkesan dan bermakna.

Dari Ummu Salamah RA bercerita;

أُمَّ سَلَمَةَ قَالَتْ حِضْتُ وَأَنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمِيلَةِ فَانْسَلَلْتُ فَخَرَجْتُ مِنْهَا فَأَخَذْتُ ثِيَابَ حِيضَتِي فَلَبِسْتُهَا فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ فَدَعَانِي فَأَدْخَلَنِي مَعَهُ فِي الْخَمِيلَةِ

Artinya: “Saat aku berada dalam satu selimut bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, aku mengeluarkan darah haid, kemudian pelan-pelan aku keluar dari selimut mengambil pakaian (khusus untuk haid) dan mengenakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku: “Apakah kamu sedang haid?” Aku jawab, “Ya.” Beliau lalu memanggil dan mengajakku masuk ke dalam selimut,”
(HR Al-Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan pentingnya menghabiskan waktu bersama meskipun dalam kondisi apa pun. Meskipun Ummu Salamah sedang haid, Rasulullah SAW tetap mengajaknya untuk kembali berada dalam selimut bersama.

Hal ini menunjukkan pentingnya memberikan perhatian dan waktu yang berkualitas kepada pasangan, bahkan dalam situasi yang mungkin dianggap tidak nyaman atau tidak ideal. Quality time dalam hubungan pernikahan tidak selalu harus sempurna, namun lebih tentang bagaimana menghargai dan menghormati satu sama lain di setiap momen.

Act of service adalah bahasa cinta yang ditunjukkan dengan cara memberi suatu tindakan atau melayani. Terdapat sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA, ia berkata:

كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Dari Anas bin Malik RA, dia berkata: Seorang anak muda Yahudi yang melayani Nabi SAW jatuh sakit. Nabi SAW datang untuk menjenguknya, lalu duduk di samping kepalanya dan berkata kepadanya, ‘Bersyahadatlah (masuk Islam).’ Anak muda itu memandang ke arah ayahnya yang berada di dekatnya, lalu Nabi SAW berkata kepada ayahnya, ‘Taatilah Abu al-Qasim (gelar Nabi Muhammad SAW).’ Ayahnya pun bersyahadat. Kemudian Nabi SAW keluar sambil mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari neraka.'” (HR Bukhari).

Hadis ini menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan perhatian dan pelayanan kepada orang lain, meskipun mereka bukan dari kalangan Muslim. Nabi Muhammad SAW datang menjenguk seorang anak muda Yahudi yang sedang sakit, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memandang agama mereka.

Dalam hadis ini, Nabi Muhammad SAW tidak hanya memberikan perhatian kepada orang yang sakit, tetapi juga memberikan nasihat dan mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW memberikan kebebasan kepada anak muda tersebut dan menghormati keputusannya. Ketika ayah anak muda tersebut memutuskan untuk memeluk Islam setelah permintaan Nabi, Nabi Muhammad SAW merasa bersyukur dan mengucapkan pujian kepada Allah atas keselamatan mereka dari siksaan neraka.

Receiving gifts adalah sebuah cara memperlihatkan rasa cinta dengan memberikan hadiah atau menerima hadiah. Rasulullah SAW suka menerima hadiah dan membalasnya (dengan lebih baik). Saling memberi hadiah akan menguatkan tali silaturrahim dan mampu mendekatkan hati. 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

تَهَادُوا تَحَابُّوا

Artinya: “Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai,” (HR Bukhari).

Hadis ini memberikan pesan bahwa memberi hadiah kepada sesama merupakan cara yang baik untuk membangun hubungan yang lebih erat dan penuh kasih sayang. Dengan memberikan hadiah kepada orang lain, kita menunjukkan perhatian, penghargaan, dan rasa peduli terhadap mereka.

Dalam konteks hubungan sosial, memberikan hadiah merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan atas keberadaan seseorang dalam hidup kita. Melalui tindakan saling memberi hadiah, diharapkan akan tercipta ikatan yang lebih kuat antara individu-individu tersebut, sehingga menciptakan atmosfer cinta dan kasih sayang di antara mereka.

Cinta adalah sesuatu yang melekat dalam kodrat setiap manusia. Rasulullah SAW mengajarkan betapa esensialnya memelihara hubungan dengan sesama manusia. Selain dari kewajiban untuk menegakkan hubungan baik dengan Allah SWT (hablumminallah), setiap Muslim dituntut juga untuk tidak melupakan pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia (hablumminannas).

Wallahu A’lam
Oleh Uswatun Jayanah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk