MuslimahMust ReadPernikahan & Keluarga

Panduan Khitbah: Langkah Awal Menuju Pernikahan yang Berkah

TASTQIF ONLINE Pinangan atau khitbah dalam bahasa Arab adalah langkah awal menuju pernikahan. Khitbah adalah proses dimana seseorang meminta persetujuan dari pihak wanita untuk menjadi pasangan hidup atau sebagai permohonan dari pria kepada wanita untuk dijadikan calon istri.

Dalam semua kitab hadis, terdapat perbedaan yang jelas antara kata khitbah (melamar) dan zawaj (menikah), begitu pula dengan adat dan kebiasaan yang membedakan antara status bertunangan dan sudah menikah. Syariat Islam juga membedakan dengan jelas antara kedua istilah tersebut.

Menurut Wahbah az-Zuhaily, khitbah memiliki makna mengungkapkan keinginan untuk menikah dengan seorang wanita tertentu, dengan memberitahukan hal tersebut kepada wanita tersebut, keluarganya, atau walinya.

Sementara itu, dalam kitab Al-Fiqh al-Manhaji ala Imam asy-Syafi’i karya Musthafa al-Mugha, dijelaskan bahwa menurut mazhab Syafi’i, khitbah diartikan sebagai permintaan yang diajukan oleh seorang lelaki yang ingin meminang wanita tertentu untuk dinikahi.

Secara umum, pemahaman tentang proses meminang ini selalu mengacu pada peran laki-laki yang meminang perempuan. Baik dalam tradisi Islam pada zaman Rasulullah maupun dalam konteks saat ini di Indonesia, proses meminang biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Bukti dari hal ini dapat ditemukan dalam ketentuan hukum Islam di Indonesia pada tahun 1991, seperti yang tercantum dalam pasal 12 tentang aturan peminangan.

Dalam Islam, diajarkan tentang kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, kebanyakan hadis cenderung menjelaskan kriteria perempuan yang dianggap baik untuk dinikahi.

Beberapa hadis yang terkait dengan hal ini disampaikan oleh beberapa perawi hadis terkenal, antara lain Imam Bukhari seperti berikut:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya: “Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung,” (HR Bukhari).

Hadis tersebut mengajarkan bahwa seorang laki-laki bisa memilih pasangan hidupnya berdasarkan empat kriteria utama: harta, keturunan, kecantikan, dan agama. Namun, hadis tersebut menekankan bahwa yang terpenting adalah memilih wanita yang taat beragama. Dengan memilih wanita yang taat beragama, seseorang akan mendapatkan keberuntungan dan keharmonisan dalam kehidupan perkawinan dan keluarga.

Dalam Kutubusittah, hadis ini disebutkan sebanyak 8 kali. Meskipun ada perbedaan dalam sanad hadis antara beberapa kitab yang menyebutkan hadis ini, secara maknanya tetap sama. Dari analisis sanad dan perawinya, dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut termasuk dalam kategori hadis shahih. Tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa hadis tersebut lemah (dhaif), sehingga memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai hadis shahih.

Kewajiban untuk mencari pasangan hidup yang baik tidak hanya berlaku bagi laki-laki yang shaleh, tetapi juga bagi wali perempuan. Seorang wali bertanggung jawab untuk mencari laki-laki yang baik dan shaleh untuk dinikahkan dengan anak perempuannya.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pemilihan pasangan hidup adalah suatu hal yang penting dan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan, terutama dalam hal keimanan dan akhlak. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا خُطِبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ.

Artinya: “Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar,” (HR At-Turmudzi dan Ibnu Majah).

Seorang wali memiliki tanggung jawab untuk memilih pasangan hidup yang sesuai bagi puteri atau saudara perempuannya. Jika wali menemukan laki-laki yang shaleh dan sesuai kriteria agama dan akhlak, dia boleh menawarkan puteri atau saudara perempuannya kepada laki-laki tersebut untuk dinikahkan.

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pasangan hidup yang dipilih dapat menjaga keimanan dan akhlak dari pihak perempuan serta membimbingnya menuju kebaikan. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab wali dalam menjaga kepentingan agama dan kesejahteraan keluarga.

Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur berdasarkan prinsip kehati-hatian, memperhatikan kebutuhan, toleransi, mempertimbangkan situasi dan kondisi, serta menghindari dosa. Hal ini dilakukan baik dalam keadaan sepi maupun ramai, dengan tujuan mencegah seseorang terjerumus ke dalam perbuatan terlarang dan terhindar dari ancaman maksiat.

Sebelum peminangan, laki-laki disarankan melihat wajah calon istri langsung dengan didampingi oleh mahram. Hal ini penting untuk memastikan transparansi dan kehati-hatian dalam pemilihan pasangan hidup sesuai ajaran Islam.

Melihat langsung calon istri membantu membentuk gambaran yang lebih akurat tentang penampilan fisiknya, sementara kehadiran mahram menjaga kesucian dan kehormatan dalam interaksi tersebut.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Jabir radhiyallaahu anhu, Rasulullah SAW menyatakan prinsip-prinsip ini dengan jelas dalam hadisnya:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

Artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika dia mampu untuk melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah dia melakukannya,” (HR Abu Dawud).

Dalam hadis yang diriwiyatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كُنْتُ عِنْدَ النَّبِىّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِى أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئًا

Artinya: “Aku berada di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu seseorang datang kepada beliau untuk memberitahukan bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita Anshar, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Ia menjawab: “Belum.” Beliau bersabda : “Pergilah dan lihatlah dia, sebab di mata orang Anshar ada sesuatu,” (HR Muslim).

Rasulullah SAW juga bersabda kepada Al-Mugirah bin Syu’bah RA saat meminang seorang wanita:

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤَدَّمَ بَيْنَكُمَا

Artinya: “Lihatlah ia, dikarenakan hal itu lebih melanggengkan di antara kalian berdua,” (HR. At-Tirmidzi).

Kandungan hadis di atas, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Seorang laki-laki yang berniat untuk menikah disarankan untuk melakukan proses nazhar (melihat) terhadap wanita yang akan dipinangnya. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya penipuan atau kekecewaan setelah pernikahan. Namun, proses ini harus tetap sesuai dengan batasan atau aturan hukum Islam yang berlaku. Jika sudah ada kepastian setelah melakukan nazar, maka disarankan untuk mengikuti sunnah Rasulullah.

2. Kepada seluruh kaum Muslimin yang akan melangsungkan khitbah, wajib mengikuti ajaran Islam yang telah ditetapkan, khususnya dalam hal batasan melihat wanita yang akan dipinang.

Dengan memperhatikan anjuran dan saran yang telah disampaikan, diharapkan proses khitbah dapat dilakukan dengan baik, menjaga kehormatan dan keadilan antara kedua belah pihak.

Semoga setiap langkah yang diambil dalam memilih pasangan hidup selalu mendapatkan ridha dan berkah dari Allah SWT, serta membawa kebahagiaan dan keberkahan dalam kehidupan rumah tangga.

Wallahu A’lam
Oleh Intan Aprina (Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan)

Editor & Publikator: Sylvia Kurnia Ritonga

Seorang pembelajar sekaligus pengajar, pendiri tatsqif.com, aktif di bidang kepenulisan dan pengembangan ilmu, serta antusias dengan hal-hal baru yang positif.

19 komentar pada “Panduan Khitbah: Langkah Awal Menuju Pernikahan yang Berkah

  • Yuyun damai atarinanta rambe

    Apakah ada waktu atau ketentuan khitbah

    Balas
    • Tidak ada waktu atau ketentuan khusus dalam Islam untuk khitbah (pertunangan). Ini bisa dilakukan kapan saja setelah kedua belah pihak saling menyukai dan setuju untuk menikah, sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat.wallahu ‘alam

      Balas
  • Putri Maya Sari Tanjung

    MashaAllah artikelnya bagus, dan mudah dipahami. Tetapi untuk menghadapi era globalisasi seperti ini, bagaimana tanggapan saudari terhadap kasus khitbah online. Terimakasih.

    Balas
    • Pendapat tentang khitbah online bisa berbeda-beda. Ada yang setuju karena memudahkan orang yang jauh untuk berhubungan, tapi ada yang khawatir karena kurangnya interaksi langsung bisa membuat sulit memahami satu sama lain. Ada juga yang netral dan menyarankan campur aduk antara khitbah online dan bertemu langsung. Kita juga perlu memikirkan nilai-nilai agama, budaya, dan kebutuhan pribadi sebelum memutuskan untuk khitbah online.

      Balas
  • Winda Aprina Sari Manullang

    coba jelaskan apa yg harus dilakukan jika khitbah ditolak?

    Balas
    • Jika khitbah ditolak:

      1. Terima dengan lapang dada.
      2. Jangan merendahkan diri sendiri.
      3. Evaluasi alasan penolakan dengan bijak.
      4. Jaga hubungan baik dengan pihak yang menolak.
      5. Tetap berpikir positif dan berdoa.
      6. Lanjutkan hidup dengan tekad baru.

      Balas
  • Nurjannah Hasibuan

    Apa akibat hukum yang timbul setelah peminangan,apakah ada satu hukum yang timbul setelah diadakan nya kitbah

    Balas
  • Imam Haris Tanjung

    Disitu dibahas tentang nazar sebelum menikah ..nah jadi bagaimana jika nazar tidak terlaksana atau tercapai.itu bagaimana hukumnya?

    Balas
    • nazhor yang dimaksud disini bukan bernazar yang umum dipahami masyarakat, jika keinginannya terkabul ia akan mewajibkan atas dirinya suatu amalan yang sunnah atau mubah. tapi, yag dimaksud nazhor disini adalah melihat wajah dan telapak tangan calon isitri dengan didampingi mahram, sebelum berlanjut ke akad khitbah dan akad nikah.

      Balas
  • Masniarihasibuan

    Bagaimana hukumnya meminang wanita yang sedang menjalani iddah dan sebutkan alasannya jika dibolehkan, atau dilarang?

    Balas
    • Seorang wanita yang masih dalam masa iddah, baik karena ditinggal mati atau ditalak suaminya, tidak boleh secara langsung menyatakan keinginan untuk menikahinya. Hal ini dilarang karena menunjukkan kegembiraan kepada wanita tersebut dapat mendorongnya untuk berbohong tentang status masa iddahnya. Misalnya, jika seorang wanita seharusnya masih dalam masa iddah selama dua bulan ke depan, tetapi karena ada seorang pria yang ingin menikahinya, dia berbohong dengan mempercepat masa iddahnya agar dapat menikah dengan pria tersebut lebih cepat dan tidak lagi menjadi janda.

      Namun, bagaimana dengan menyatakan keinginan untuk menikahi secara tidak langsung atau sindiran?
      Hukumnya tergantung pada status masa iddah sang perempuan. Jika ia masih dalam masa iddah karena ditalak raj’i oleh suaminya, maka dilarang menyampaikan keinginan tersebut secara tidak langsung, karena pada dasarnya ia masih dianggap sebagai istri dari suaminya sampai masa iddahnya berakhir.

      Namun, jika ia dalam masa iddah karena ditinggal mati atau ditalak bain, maka tidak haram untuk meminangnya secara tidak langsung dengan sindiran seperti, “nanti kalau masa iddahmu habis beri tahu aku, ya.”

      Dalam hal terakhir ini, menyatakan keinginan untuk menikah secara tidak langsung diperbolehkan karena tidak ada kepastian bahwa pria tersebut benar-benar ingin menikahinya atau tidak.

      Balas
    • Berkaitan dengan itu semua Syekh Abu Bakar Al-Hishni dalam kitab Kifâyatul Akhyâr menuturkan:

      الْمَرْأَة إِن كَانَت خلية عَن النِّكَاح وَالْعدة جَازَت خطبتها تَصْرِيحًا وتعريضاً قطعا وَإِن كَانَت مُزَوّجَة حرما قطعا وَإِن كَانَت مُعْتَدَّة حرم التَّصْرِيح بخطبتها وَأما التَّعْرِيض فَإِن كَانَت رَجْعِيَّة حرم التَّعْرِيض لِأَنَّهَا زَوْجَة وَإِن كَانَت فِي عدَّة الْوَفَاة وَمَا فِي مَعْنَاهَا كالبائن والمفسوخ نِكَاحهَا فَلَا يحرم التَّعْرِيض

      Artinya: “Seorang perempuan bila ia bebas dari ikatan perkawinan dan masa iddah ia boleh dipinang baik secara jelas maupun sindiran. Bila ia masih berstatus sebagai istri seseorang maka haram ia dipinang baik secara jelas ataupun sindiran. Sedangkan bila ia dalam masa iddah maka haram ia dipinang secara jelas. Adapun dipinang secara sindiran, bila ia dalam masa iddah karena talak raj’i maka haram meminangnya secara sindiran karena ia masih berstatus sebagai seorang istri. Sedangkan bila ia dalam masa iddah karena ditinggal mati atau yang semakna dengannya seperti talak bain dan fasakh maka tidak haram meminangnya dengan sindiran.”

      Balas
  • RAHMAT ALANSYAH HARAHAP

    Khitbah kan jenjang menuju pernikahan
    Terus bagaimana wanita yang sudah di khitbah itu, apakah sudah boleh berdua dua an dengan laki laki yang mengkhitbahnya itu karena mungkin sudah banyak terjadi dikalangan sekarang ini

    Balas
    • Setelah khitbah, wanita dan pria yang mengkhitbahnya harus tetap mematuhi aturan-aturan Islam tentang hubungan antara pria dan wanita yang belum menikah. Mereka tidak diperbolehkan untuk berduaan atau melakukan hal-hal romantis yang melanggar hukum syariat. Ini untuk menjaga kesucian dan menghormati nilai-nilai agama serta adat yang berlaku sebelum pernikahan.

      Balas
  • Fadli Samsuri Nasution

    bagaimana cara kami pihak laki-laki mengetahui pinangan kami itu ditolak, karena ada beberapa perempuan yang mengatakan untuk diberi waktu sekitar seminggu, dua minggu kemudian tidak ada kepastian akan jawaban tersebut

    Balas
    • Jika pihak perempuan memberikan jawaban yang tidak pasti atau meminta waktu tambahan, pihak laki-laki dapat melakukan langkah-langkah berikut:
      1. Berkomunikasi kembali dengan sopan.
      2. Menetapkan batas waktu untuk keputusan.
      3. Mengonfirmasi langsung jika batas waktu berlalu tanpa jawaban jelas.
      4. Memperhatikan tanda-tanda perilaku yang menunjukkan ketidakpastian.
      5. Berkonsultasi dengan keluarga atau teman untuk mendapatkan perspektif tambahan.

      Selalu berusaha bersikap sabar, hormat, dan sensitif terhadap perasaan pihak perempuan, serta tetap menjaga kesopanan dalam proses ini.

      Balas
  • Havidz Ramdhani

    Terima kasih atas ulasannya, artikelnya sangat bermanfaat.

    Balas
  • Apa hukumnya jika seorang laki-laki telah melakukan proses nazhar ( melihat ) terhadap wanita yang akan di pinangnya sehingga menaikkan syahwatnya, namun keesokan harinya seorang pria itu hendak membatalkan pinangannya itu?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk