Fiqh & Ushul Fiqh

Simak Rahasia Kesempurnaan Wudhu: Hindari Kesalahan Fatal Ini

TATSQIF ONLINEWudhu adalah syarat utama agar shalat sah. Dalam keadaan normal (bukan rukhsah), tidak sah shalat tanpa wudhu. Secara etimologi, kata wudhu berasal dari al-wadha’ah, yang berarti kebersihan dan kecerahan. Dalam terminologi fiqh, wudhu adalah proses bersuci dengan air untuk membersihkan wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki, disertai niat, guna menghilangkan hadas.

Bafadhal Al-Hadhrami menjelaskan dalam kitab Busyral Karim bi Syarhi Masa’ilit Ta’lim bahwa Allah SWT menetapkan syariat wudhu pada malam Isra Mi’raj bersama kewajiban shalat. Shalat adalah bentuk komunikasi dengan Tuhan yang memerlukan keadaan badan yang suci.

Penetapan syariat wudhu terdapat dalam Alquran Surat Al-Maidah ayat 6 berikut ini:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.”

Rasulullah SAW juga menyatakan bahwa Allah SWT menolak shalat tanpa bersuci, sebagai berikut:

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ

Artinya: “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci,” (HR Muslim).

Hadis riwayat lain juga menyebutkan makna serupa, yaitu penolakan shalat tanpa bersuci:

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: “Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats sampai ia berwudhu,” (HR Bukhari dan Muslim).

BACA JUGA: 5 Keutamaan Bersiwak: Kebersihan Sekaligus Sunnah dalam Islam

Dalam Mazhab Syafi’i, terdapat enam rukun wudhu. Penjelasan rinci mengenai rukun-rukun ini terdapat dalam Kitab Taqrib oleh Imam Abu Syuja’ (wafat 593 Hijriah) dan Kitab Safinatun Najaah oleh Syeikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami (wafat 1271 Hijriah).

Keenam rukun tersebut harus terpenuhi agar wudhu menjadi sah. Berikut penjelasan setiap rukun tersebut:

Lakukan niat wudhu dalam hati bersamaan dengan membasuh wajah. Dalam Mazhab Syafi’i, niat dalam hati saat membasuh wajah hukumnya wajib, sedangkan lafaz niat sebelum wudhu hukumnya sunnah.

Niat yang terlintas dalam hati menentukan sah atau tidaknya wudhu. Dalam Kitab Kaasyifatus Sajaa, Syaikh Nawawi Al-Bantani (wafat 1314 H) menyebutkan bahwa niat minimal dalam hati adalah: “Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil fardhu karena Allah Ta’ala.”

Bagi yang mengalami udzur, niatnya adalah: “Saya niat berwudhu untuk membolehkan shalat fardhu karena Allah Ta’ala.” Sedangkan bagi yang memperbaharui wudhunya, cukup dengan niat: “Saya niat berwudhu fardhu karena Allah Ta’ala.”

Berikut lafal niat wudhu:

نَوَيْتُ رَفْعَ الحَدَثِ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat menghilangkan hadas karena Allah Ta’ala.”

نَوَيْتُ فَرْضَ الوُضُوْءِ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat wudhu yang wajib karena Allah Ta’ala.”

نَوَيْتُ الوُضُوْءَ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat berwudhu karena Allah Ta’ala.”

نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ عَنِ الحَدَثِ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat bersuci dari hadas karena Allah Ta’ala.”

Basuh wajah dari bagian atas kening, tempat tumbuh rambut, hingga dagu. Bagi yang memiliki jenggot tipis, ratakan air ke bagian luar dan dalam jenggot.

Jika jenggot lebat, cukup basuh bagian luarnya. Pastikan juga membasuh dari telinga kanan hingga telinga kiri. Semua area ini harus terkena air, sesuai firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Ma’idah ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَين

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu, dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.”

Basuh kedua tangan hingga siku tanpa aturan khusus mengenai urutan. Mulai dari ujung jari ke siku, atau sebaliknya, dari siku ke ujung jari. Yang penting adalah meratakan air di seluruh tangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Ma’idah ayat 6 di atas.

BACA JUGA: 5 Amalan Sunnah Jelang Tidur: Raih Pahala Besar dengan Mudah

Rukun wudhu keempat adalah mengusap sebagian kepala, sebagaimana tercantumn dalam Surah Al-Ma’idah ayat 6 sebelumnya. Dalam mazhab Syafi’iyah, cukup mengusap sebagian kepala. Tidak perlu mengusap seluruh kepala untuk memenuhi rukun ini.

Hadis berikut menegaskan hal tersebut:

عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ – رَضِيَ الله عَنْهُ -: أَنَّ رَسُولَ الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – تَوَضَّأَ، وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ، وَعَلَى عِمَامَتِهِ

Artinya: “Dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah RA, Rasulullah SAW berwudhu dan hanya mengusap ubun-ubunnya serta imamahnya,” (HR Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW hanya mengusap bagian depan kepala dan tidak seluruh kepala. Oleh karena itu, mengusap sebagian kepala sudah cukup untuk memenuhi rukun wudhu, sesuai dengan praktik yang dilakukan oleh Nabi SAW. Sementara itu, mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang merupakan sunnah menurut Mazhab Syafi’i.

Rukun wudhu yang kelima adalah membasuh kedua kaki hingga mencapai mata kaki. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surah Al-Ma’idah ayat 6. Ketika membasuh kedua kaki hingga mata kaki, pastikan seluruh bagian kaki, termasuk rambut, kuku, dan area lainnya, terbasuh dengan baik.

Rukun wudhu yang terakhir adalah tertib, yaitu melakukan urutan yang benar saat membasuh wajah, kedua tangan, kepala, dan kaki. Urutan ini harus dipatuhi; membasuh kaki sebelum tangan, misalnya, membuat wudhu menjadi tidak sah karena melanggar tertib.

Firman Allah dalam Surah Al-Ma’idah ayat 6 menjelaskan hal ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَوٰةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَين

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah wajahmu, dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai kedua mata kaki.”

Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan keempat anggota tubuh secara berurutan dengan huruf “wawu,” yang menunjukkan pentingnya mengikuti urutan tersebut. Ulama Syafi’iyah menafsirkan penggunaan huruf “wawu” sebagai petunjuk untuk memastikan tertib dalam wudhu.

BACA JUGA: Tips Agar Anak Rajin Shalat, Nomor 5 Tidak Boleh Dilewatkan

Boros dalam menggunakan air atau dalam hal lainnya merupakan sifat tercela. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 27:

اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ (4 mud) hingga 5 mud. Beliau menyatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ

Artinya: “Nabi Muhammad SAW berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ (4 mud) hingga 5 mud,” (HR Muslim).

Satu mud kira-kira setara dengan satu liter. Jadi, untuk mandi, Nabi SAW hanya menggunakan satu sha’ yaitu sekitar empat mud. Hal ini menunjukkan betapa hematnya beliau dalam menggunakan air.

2. Mengabaikan Kesempurnaan Wudhu

Banyak orang tidak meratakan air pada seluruh anggota wudhu, sehingga ada bagian yang tetap kering. Rasulullah SAW memberikan peringatan keras tentang hal ini:

تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ سَافَرْنَاهُ، فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ حَضَرَتْ صَلَاةُ الْعَصْرِ. فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا. فَنَادَى: “وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا

Artinya: “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertinggal dalam perjalanan kami, kemudian beliau menyusul kami. Saat itu, kami mendapati waktu shalat hampir habis. Kami berwudhu dengan mengusap kaki kami, dan Rasulullah bersabda dengan suara keras, ‘Kebinasaan bagi tumit-tumit karena ancaman neraka!’ Beliau mengulanginya dua atau tiga kali,” (HR Bukhari).

Hadis ini menunjukkan pentingnya membasuh seluruh bagian kaki dengan benar. Jika seseorang hanya mengusap kaki dan tidak membasuhnya dengan sempurna, wudhu dan shalatnya tidak sah.

Rasulullah SAW juga memerintahkan untuk mengulangi wudhu dan shalat jika wudhu tidak sempurna. Dari Khalid bin Ma’dan, ia menyampaikan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي فِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ، فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلَاةَ

Artinya: “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seseorang shalat dengan bagian punggung kakinya yang sebesar uang dirham belum terkena air, maka Nabi memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya,” (HR Abu Dawud).

Penting untuk memastikan bahwa semua bagian anggota wudhu, kecuali kepala, dibasuh dengan merata. Untuk kepala, cukup mengusap sebagian besarnya bersama kedua telinga. Rasulullah sering menekankan hal ini kepada para sahabat dalam hadisnya berikut ini:

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

Artinya: “Sempurnakan wudhu, sela-selailah jemari, dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali jika engkau berpuasa,” (HR Abu Dawud).

Menyempurnakan wudhu juga merupakan bagian dari ribath, yaitu menjaga ketaatan. Rasulullah bersabda:

إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَى إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَوَاتِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

Artinya: “Menyempurnakan wudhu pada saat susah, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, itu adalah ribath,” (HR Muslim).

Ketidaklengkapan wudhu juga bisa terjadi jika ada zat seperti cat, kuteks, atau lem yang menghalangi air mencapai kulit. Imam an-Nawawi menyatakan:

إِذَا كَانَ عَلَى بَعْضِ أَعْضَائِهِ شَمْعٌ أَوْ عَجِينٌ أَوْ حِنَاءٌ وَاشْتِبَاهُ ذَلِكَ فَمَنَعَ وُصُولَ الْمَاءِ إِلَى شَيْءٍ مِنَ الْعَضْوِ لَمْ تَصِحَّ طَهَارَتُهُ سَوَاءٌ كَثُرَ ذَلِكَ أَمْ قَلَّ

Artinya: “Jika ada cat, lem, kuteks, atau semacamnya pada sebagian anggota wudhu yang menghalangi air mencapai kulit, maka wudhunya batal, baik itu banyak atau sedikit.”

Semua madzhab—Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah—sepakat bahwa menghilangkan zat penghalang air adalah syarat sahnya wudhu. Jadi, seseorang harus menghilangkan cat atau zat lain dari kulit sebelum berwudhu. Jika tidak, wudhu dan shalatnya tidak sah dan harus diulang.

BACA JUGA: 6 Tips Pola Hidup Sehat Ala Rasulullah: Mudah, Murah, dan Berkah

Kesalahan umum lainnya adalah kurangnya perhatian terhadap pembersihan sisa air kencing. Banyak orang tidak memperhatikan dengan baik sisa-sisa kencing atau percikannya yang mengenai tubuh dan pakaian.

Padahal, air kencing termasuk najis, dan seseorang harus membersihkan dirinya dari najis agar shalatnya sah. Rasulullah SAW sering mengingatkan umatnya mengenai pentingnya menjauhkan najis air kencing. Beliau bersabda:

تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ

Artinya: “Bersihkanlah diri kalian dari air kencing, karena kebanyakan siksa kubur disebabkan oleh hal tersebut,” (HR Daraquthni).

Wudhu adalah syarat sahnya shalat, dan pelaksanaannya harus mengikuti aturan yang berlaku dalam agama. Pastikan menghadirkan niat saat membasuh wajah, lalu membasuh tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki secara berurutan.

Hindari penggunaan air secara berlebihan, tidak meratakan air saat berwudhu, dan kurang perhatian terhadap najis saat buang air kecil maupun besar. Dengan memperhatikan semua rukun dan tata cara wudhu dengan benar, seseorang dapat melaksanakan shalat dengan kesucian yang sesuai tuntunan syariat. Wallahu’alam.

Annisa Dwi Fatimah (Mahasiswi Prodi BKI Angkatan 2024 UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

41 komentar pada “Simak Rahasia Kesempurnaan Wudhu: Hindari Kesalahan Fatal Ini

  • Izin berkomentar
    Tata cara wudhu nya ,bagian telinga nya GK ada ustadzah, mohon maaf apa bilah ada kesalahan dlm ketikan 🙏🙏

    Balas
    • membasuh telinga masuk dalam kategori sunnah wudhu dalam mazhab Syafi’i, tidak termasuk dalam rukun wudhu’. Dalam artikel, penjelasannya terbatas pada rukun saja, in syaa Allah di pembahasan berikutnya akan kita kulik tentang sunnah-sunnah wudhu’.

      Balas
    • Murni

      Baik terima kasih murni atas pertanyaannya,izin menjawab dalam berwudhu telinga itu disunnahkan,dan telinga itu bisa di bilang termasuk bagian kepala ketika kita membasuh kepala kita.

      Balas
      • Baik terima kasih murni atas pertanyaannya,izin menjawab dalam berwudhu telinga itu disunnahkan,dan telinga itu bisa di bilang termasuk bagian kepala ketika kita membasuh kepala kita.

        Balas
  • Khoirunnisa

    Bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami dan tidak berbelit belit.
    Tetapi ada 1 pertanyaan yang ingin saya ajukan, jika seorang muslim tidak melakukan istinja’, apakah wudhu nya tidak sempurna?

    Balas
    • Istinja’ tidak perlu dilakukan setiap kali berwudhu, melainkan hanya setelah buang air besar atau buang air kecil. Istinja’ merupakan kewajiban untuk membersihkan diri dari najis setelah melakukan aktivitas yang mengharuskan pembersihan, seperti buang air. Jika tidak ada najis (misalnya, seseorang berwudhu tanpa buang air sebelumnya), maka istinja’ tidak diperlukan.

      Jadi, jika seseorang ingin berwudhu tanpa terlebih dahulu buang air besar atau kecil, dia tidak wajib melakukan istinja’, karena tidak ada najis yang perlu dibersihkan. Wudhu bisa dilakukan langsung dengan membasuh anggota tubuh yang diwajibkan dalam wudhu.

      Balas
    • Khoirunnisa

      Jika tidak ada mengeluarkan hajat atau buang air kecil maka tidak diwajibkan beristinja,dan jika mengeluarkan hajat atau buang air kecil maka iya wajib beristinja.

      Balas
      • Jika tidak ada mengeluarkan hajat atau buang air kecil maka tidak diwajibkan beristinja,dan jika mengeluarkan hajat atau buang air kecil maka iya wajib beristinja.

        Balas
  • Dian lestari

    Pembahasan yang menarik dan mudah untuk di fahami
    Disini saya punya pertanyaan, jikalau Kita terlupa wudhu nya sudah batal atau tidak, Bagaimana cara menyikapinya ? Apakah kita harus berwudhu lagi atau tidak?
    Terimakasih

    Balas
    • Dina efriyanti Hutabarat

      pembahasan yang mudah di cermati tetapi saya ingin bagaimana cara berwudhu bagi orang yang memiliki anggota badan yang di amputasi ?
      terimakasih

      Balas
      • tubuh yang masih utuh, seperti wajah, tangan, dan kepala, harus dibasuh atau diusap sesuai dengan aturan wudhu. Untuk bagian yang diamputasi, seperti lengan atau kaki, cukup basuh atau usap bagian yang masih ada jika memungkinkan. Jika amputasi mencakup seluruh kaki atau tangan, maka tidak perlu membasuh bagian yang hilang, cukup bersihkan atau usap bagian tubuh yang bisa dijangkau. Penggunaan prostesis (alat bantu yang dirancang untuk menggantikan atau melengkapi anggota tubuh yang hilang atau tidak berfungsi dengan baik. Biasanya digunakan untuk menggantikan tangan, lengan, kaki, atau bagian tubuh lainnya yang diamputasi) juga bisa disesuaikan dengan cara mengusap prostesis jika diperlukan.

        Balas
    • Jika seseorang ragu atau lupa apakah wudhunya sudah batal atau belum, ada dua cara menyikapinya tergantung situasinya:

      1. Keyakinan terhadap keadaan sebelum ragu: Jika seseorang yakin sebelumnya dia berwudhu dan kemudian merasa ragu apakah wudhunya batal atau tidak, maka ia harus tetap pada keadaan yang diyakini sebelumnya (yaitu masih suci). Dalam kaidah fiqih, disebutkan bahwa keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan (*Al-yaqin la yuzalu bi syakk*). Artinya, jika seseorang yakin sebelumnya sudah berwudhu dan hanya ragu apakah wudhunya batal, ia dianggap masih dalam keadaan suci.

      2. Keyakinan bahwa wudhu telah batal: Namun, jika sebaliknya, seseorang yakin bahwa wudhunya batal dan ragu apakah dia sudah berwudhu kembali atau belum, maka dia dianggap dalam keadaan tidak suci. Dalam hal ini, ia perlu berwudhu lagi.

      Dengan kata lain, jika seseorang yakin dia sudah berwudhu dan ragu apakah sudah batal, wudhunya dianggap masih sah. Namun, jika yakin bahwa wudhu sudah batal, dia harus berwudhu lagi.

      Balas
    • Dian lestari

      Sebaiknya berwudhu kembali, supaya kita tidak khawatir/atau bimbang wudhu kita masih ada atau sudah batal

      Balas
  • Siti mardia daulay

    Pembahasan yang mudah di pahami dan mudah di mengerti tapi saran saya saudari menyebutkan berapa kali wajib dan yang Sunnah dalam membasuh anggota wudhu biar Kita sama sama tau

    Balas
    • terima kasih atas sarannya, wajibnya satu kali basuhan untuk setiap anggota wudhu, kecuali kepala cukup usapan saja, sunnahnya 3x basuhan/sapuan.

      Balas
  • Jahra Tanjung

    Izin bertanya 🙏🙏

    Bagaimana jika seseorang setelah berwudhu,lalu wudhunya batal akibat buang angin, apakah diperlukan untuk istinja’ lagi atau langsung wudhu?

    Trimakasih 🙏🙏

    Balas
    • Jika seseorang batal wudhunya akibat buang angin (kentut), maka ia tidak perlu melakukan istinja’ (membersihkan najis). Istinja’ hanya diwajibkan setelah buang air besar atau kecil, atau setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan keluarnya najis dari tubuh.

      Dalam kasus buang angin, tidak ada najis yang keluar dari tubuh, sehingga tidak diperlukan istinja’. Orang tersebut hanya perlu berwudhu kembali untuk menyucikan diri sebelum melaksanakan ibadah seperti shalat. Jadi, setelah buang angin, cukup langsung berwudhu tanpa perlu istinja’.

      Balas
  • Kartika

    pejelasan materinya sangat bagus dan cukup mudah dipahami, tetapi saya ingin bertanya, apakah beristinja sebelum wudhu itu diwajibkan atau tidak?

    Balas
    • Fina Alexa

      Penjelasan materinya sangat menarik,tapi saya ingin bertanya🙏dia sudah niat untuk shalat namun dia wudhu dengan tergesa-gesa jadi air wudhunya tidak sempurna mengenai tubuhnya,apa hal yang perlu dia lakukan??dan bagaimana hukumnya?🙏

      Balas
      • Jika seseorang sudah berniat shalat namun wudhunya tidak sempurna karena tergesa-gesa dan air wudhu tidak mengenai seluruh tubuh, ia perlu memeriksa dan memastikan kembali wudhunya. Jika ditemukan bahwa ada bagian tubuh yang belum terkena air, maka wudhu harus diulang agar sesuai dengan syarat sah wudhu. Setelah memastikan wudhu telah dilakukan dengan benar dan sempurna, barulah shalat dapat dilakukan. Wudhu yang tidak lengkap dapat membuat shalat menjadi tidak sah, sehingga penting untuk melakukan wudhu dengan teliti dan tidak terburu-buru.

        Balas
    • Beristinja’ sebelum wudhu tidak diwajibkan, kecuali jika seseorang telah buang air besar atau kecil, atau ada najis yang keluar dari tubuh. Istinja’ adalah tindakan membersihkan diri dari najis setelah buang air, dan kewajibannya hanya berlaku ketika najis benar-benar ada.

      Jadi, jika seseorang tidak dalam keadaan setelah buang air besar atau kecil atau tidak ada najis di tubuhnya, maka istinja’ tidak diperlukan sebelum wudhu. Dalam situasi ini, seseorang cukup langsung berwudhu tanpa perlu istinja’.

      Balas
  • Siti Dwi Cahya Nawar

    Izin bertanya

    Bagaimana jika seseorang berwudhu tetapi ia lupa membasuh bagian tubuh yang seharusnya ada di rukun wudhu? Apakah wudhunya tetap sah atau tidak?

    Terimakasih 🙏🏻

    Balas
    • Jika seseorang berwudhu tetapi lupa membasuh salah satu bagian tubuh yang termasuk dalam rukun wudhu (seperti wajah, tangan hingga siku, sebagian kepala, atau kaki hingga mata kaki), maka wudhunya tidak sah. Membasuh bagian-bagian tersebut adalah rukun wudhu yang wajib dipenuhi.

      Untuk menjadikan wudhu sah, seseorang harus kembali membasuh bagian yang terlupa tersebut, serta melanjutkan urutan wudhu dengan benar. Jika teringat di tengah-tengah wudhu, ia cukup membasuh bagian yang terlupa dan melanjutkan wudhu. Namun, jika baru teringat setelah selesai wudhu, maka ia harus mengulangi wudhunya dari awal.

      Balas
  • Umi Khumairoh Nasution

    Saya ingin bertanya tentang thaharah,ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidak sempurnaannya wudhu,salah satunya yaitu faktor lingkungan(tempat),nah disini saya ingin memberikan contoh,contohnya kita di Ma’had yang dimana setiap asrama ada 1 kamar mandi,yang dimana di dalam kamar mandi itu, disitu kita buang air kecil,nyuci,mandi,dan wudhu, pertanyaan nya bagaimana cara kita agar wudhu kita sempurna di tempat yang begitu( penuh najis) &apa yang harus kita lakukan ketika kita ragu’ apakah wudhu kita sudah sah atau belum

    Balas
    • Untuk wudhu di tempat yang mungkin ada najis (seperti kamar mandi bersama), pastikan:

      1. Tempat dan air bersih dari najis.
      2. Gunakan alas kaki jika perlu atau bawa air secukupnya untuk membilas kaki/anggota tubuh yang rawan terkena najis di area yang sudah aman dari kontaminasi najis.
      3. Lakukan istinja’ jika buang air sebelum wudhu.
      4. Hindari rasa waswas; yakin tidak hilang karena ragu.
      5. Fokus pada kebersihan dan ketenangan, dan anggap wudhu sah jika mengikuti aturan.

      Balas
  • Nur Hapipa Anjalina

    Saya ijin bertanya “apakah dah berwudhu tanpa mencuci kaki”

    Balas
    • Tidak sah berwudhu tanpa mencuci kaki. Dalam wudhu, mencuci kaki hingga mata kaki adalah salah satu rukun yang wajib dilakukan. Jika kaki tidak dibasuh, wudhu tidak dianggap lengkap dan tidak sah untuk digunakan dalam shalat.

      Balas
  • Siti mardia daulay

    Pembahasan nya mudah di pahami dan di mengerti Izin bertanya apa perbedaan antara mengusap dan membasuh ? Terimakasih 🙏

    Balas
    • Mengusap dan membasuh memiliki perbedaan dalam cara dan tujuan pembersihan. Mengusap dilakukan dengan menggunakan tangan atau benda bersih untuk mengaplikasikan air atau bahan pembersih pada permukaan tanpa benar-benar merendam atau membasahi seluruh area. Dalam wudhu, mengusap diterapkan pada bagian kepala dengan tangan yang basah. Sebaliknya, membasuh berarti mencuci atau merendam bagian tubuh dengan air sehingga seluruh area tersebut terkena air dan benar-benar bersih. Dalam wudhu, membasuh dilakukan pada tangan, wajah, dan kaki, memastikan bahwa setiap bagian yang diwajibkan terkena air

      Balas
  • Liana Tantri hasibuan

    Pembahasan yang menarik dan mudah untuk dipahami, tetapi disini saya ingin bertanya apakah ada perbedaan dalam tata cara berwudhu dalam Mazhab Syafi’i dengan Mazhab yang lain? jika ada apa saja perbedaan yang ada didalamnya?
    Terimakasih.

    Balas
    • Menurut empat mazhab, ada perbedaan dalam jumlah dan jenis fardhu atau rukun wudhu. Mazhab Hanafi menetapkan empat fardhu wudhu, yaitu membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Sementara itu, menurut Mazhab Maliki, terdapat tujuh fardhu yang mencakup membaca niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh seluruh bagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki, melakukannya secara teratur, serta menggosok semua anggota badan yang disucikan. Dalam Mazhab Syafi’i, ada enam fardhu wudhu, yakni membaca niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki, dan melaksanakan tahapan wudhu secara berurutan. Sedangkan Mazhab Hambali juga menetapkan tujuh fardhu, yang meliputi membasuh wajah, membasuh kedua tangan, mengusap dan membasuh seluruh kepala, membasuh kaki hingga mata kaki, serta melakukannya secara tertib.

      Berikut adalah sunnah wudhu menurut empat mazhab:

      1. Menurut Mazhab Hanafi, sunnah wudhu mencakup membasuh kedua tangan hingga pergelangan tangan tiga kali sebelum memasukkan tangan ke dalam wadah air setelah bangun tidur, membaca tasmiyah, bersiwak, berkumur-kumur, membasuh hidung sambil menghirup air tiga kali, mengusap seluruh kepala dan kedua telinga dengan satu usapan air, serta takhlil jenggot dan ruas jari-jari sebanyak tiga kali.

      2. Mazhab Maliki menyarankan membasuh kedua tangan sampai pergelangan tangan, berkumur-kumur, membasuh hidung sambil menghirup air dan membuangnya, mengusap kepala dari belakang, membasuh telinga dari sisi luar dan dalam, serta mengusap telinga dengan air baru dan tertib.

      3. Dalam Mazhab Syafi’i, sunnah wudhu meliputi tasmiyyah, membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air, berkumur-kumur, membasuh hidung sambil menghirup air, membersihkan dan membasuh sisi dalam serta luar telinga, takhlil jenggot tebal, takhlil ruas-ruas jari tangan dan kaki, memulai dengan bagian kanan, melakukan wudhu tiga kali, serta muwalah (terus-menerus).

      4. Mazhab Hambali menganjurkan menghadap kiblat, bersiwak, berkumur-kumur sambil membersihkan mulut, membasuh kedua telapak tangan tiga kali, membasuh hidung sambil menghirup air, memperbanyak hirupan air dalam madhmadhah dan istinsyaq, menggosok seluruh anggota wudhu, takhlil jenggot tebal dan ruas jari, membasuh telinga dengan air bersih, mendahulukan bagian kanan atas dan kiri, serta membaca niat secara sir, membaca dua kalimat syahadat setelah wudhu, dan mandiri dalam berwudhu tanpa bantuan orang lain.

      Balas
  • Nur Elida Lubis

    Pembahasan yang mudah di fahami dan dicermati,disini saya ingin bertanya,bagaimana jika seseorang sudah berwudhu dan tanpa di sengaja dia menginjak kotoran burung ,apakah kita harus berwudhu lagi?

    Balas
    • Jika seseorang sudah berwudhu dan tanpa sengaja menginjak kotoran burung, dia tidak perlu berwudhu lagi. Kotoran burung, meskipun najis, tidak membatalkan wudhu secara langsung. Namun, dia perlu membersihkan kotoran tersebut dari kakinya untuk menjaga kebersihan. Setelah itu, wudhu yang telah dilakukan tetap sah, asalkan tidak ada hal lain yang membatalkan wudhu seperti buang angin atau hal-hal yang secara umum membatalkan wudhu.

      Balas
  • Umi Khumairoh Nasution

    Menurut anda,Apa yang menjadi alasan utama seseorang kurang memperhatikan thaharah setelah buang air kecil

    Balas
    • Alasan utama seseorang kurang memperhatikan thaharah setelah buang air kecil sering kali berkisar pada ketidaktahuan, kebiasaan, atau kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan dalam praktik ibadah.

      Balas
  • Putri siregar

    Izin bertanya🙏🙏

    Bagaimana jika seseorang berwudhu namun ada anggota wudhu yang lupa tidak di basuh????

    Terimakasih 🙏

    Balas
    • Jika seseorang berwudhu namun ada anggota wudhu yang lupa tidak dibasuh, maka wudhunya tidak sah dan harus diulang dari awal. Hal ini karena wudhu dinilai setara dengan ibadah-ibadah lain yang memiliki rukun-rukun yang wajib dikerjakan.

      Balas
  • yuni nurhalijah hasibuan

    izin bertanya🙏🏻🙏🏻

    tentang kesempurnaan wudhu

    pertanyaannya: apakah mengusap telinga termasuk dalam wudhu yang sempurna?

    terimakasih 🙏🏻

    Balas
    • Mengusap telinga termasuk sunnah dalam wudhu, sehingga wudhu tetap sah meskipun tidak membasuh telinga.

      Balas
  • Ade Pratiwi

    Izin bertanya, bagaimana apa bila anggota wudhu lupa tidak di basuh

    Balas
    • Jika seseorang berwudhu namun ada anggota wudhu yang lupa tidak dibasuh, maka wudhunya tidak sah dan harus diulang dari awal. Hal ini karena wudhu dinilai setara dengan ibadah-ibadah lain yang memiliki rukun-rukun yang wajib dikerjakan.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk