Aqidah & AkhlakGaya Hidup

Menggali Hikmah dan Adab Makan dalam Perspektif Islam, Simak

TATSQIF ONLINE – Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, dan Islam sebagai panduan hidup memberikan ajaran tentang adab makan yang berlandaskan prinsip keseimbangan. Salah satu petunjuk utama adalah untuk makan saat lapar dan berhenti sebelum merasa kenyang.

Prinsip ini bukan hanya mengenai pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keseimbangan dan pencegahan perilaku berlebihan. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa berlebih-lebihan dalam makan tidak sesuai dengan kehendak-Nya.

Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk menjaga proporsi antara pemenuhan kebutuhan makan dan menghindari perilaku berlebihan yang tidak dianjurkan agama. Larangan tersebut salah satunya terdapat dalam Alquran surat Al-A’raf ayat 31 berikut ini:

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Ayat ini memberikan petunjuk kepada manusia dalam tiga aspek utama. Pertama, disarankan untuk memakai pakaian yang indah saat memasuki masjid sebagai tanda penghormatan. Kedua, manusia diajak untuk makan dan minum tanpa berlebihan, mengedepankan prinsip keseimbangan. Ketiga, Allah menegaskan bahwa Dia tidak menyukai perilaku berlebihan.

Secara keseluruhan, ayat ini menekankan nilai-nilai Islam seperti kesadaran spiritual, keseimbangan, dan pencegahan perilaku berlebihan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: 3 Adab Makan Sesuai Al-Qur’an, yang Terakhir Sering Diabaikan 

Di tengah realitas restoran yang sering menyajikan porsi besar, muncul dilema antara membuang makanan atau memaksakan untuk menghabiskannya. Sebagian orang beranggapan bahwa tidak menghabiskan makanan merupakan perbuatan yang mubadzir (pemborosan), padahal pengertian mubadzir sendiri adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempat yang dianjurkan.

Ada istilah lain yang hampir mirip artinya dengan mubadzir, yakni israf (berlebih-lebihan). Israf adalah membuang-buang sesuatu yang tidak sesuai peruntukannya. Jika sudah terasa kenyang, tetapi tetap melanjutkan makan, hal ini termasuk dalam perbuatan israf. Sementara mubadzir adalah membuang sesuatu ke tempat yang tidak selayaknya, seperti membuang uang di laut dan membuang makanan di jalan.

Jika dihadapkan pada kondisi yang demikian, sikap yang diambil adalah menyudahi makan. Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk tidak makan minum secara berlebihan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadis berikut:

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه 

Artinya: “Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk ketimbang perut. Cukuplah bagi anak adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya) maka hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas,” (HR. Ahmad).

Rasulullah sendiri menekankan untuk tidak makan atau minum secara berlebihan, dan menyarankan umatnya untuk membagi perut menjadi tiga bagian: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.

Dampak negatif dari makan berlebihan juga dapat membuat tubuh menjadi berat, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan, memicu tidur berlebihan, dan melemahkan fisik dalam beribadah.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Imam Syafi’i berikut ini:

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

Artinya : “Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.”

Oleh karena itu, menjaga keseimbangan dalam konsumsi makanan tidak hanya akan mempengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan spiritual.

Tindakan yang bisa diambil dalam situasi seperti di atas adalah membungkus makanan sisa tersebut untuk dibawa pulang, dan dimakan kembali ketika lapar. Jika makanan sisa sudah tidak layak dikonsumsi kembali, makanan tersebut dapat dijadikan untuk makanan hewan peliharaan agar tidak terbuang sia-sia.

Wallahu A’lam
Oleh Uswatun Jayanah

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk