Komunitas Marah-Marah di X: Ini 3 Poin Etika Marah dalam Islam
TATSQIF ONLINE – Platform media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter, baru-baru ini menjadi heboh dengan kehadiran Komunitas Marah-Marah. Fitur terbaru ini memungkinkan pengguna untuk bergabung dalam komunitas sesuai dengan cara mereka berkreasi.
Selain Komunitas Marah-Marah, terdapat juga Komunitas Ramah-Ramah sebagai pilihan alternatif. Kedua komunitas ini memberikan opsi berbeda bagi warganet dalam mengekspresikan diri mereka.
Menurut jurnal berjudul Klasifikasi Masalah pada Komunitas Marah-Marah di Twitter Menggunakan Long Short-Term Memory oleh Dian Sukma dan Chanifah, terdapat lima kategori bentuk amarah pengguna X yang terlontar di Komunitas Marah-Marah. Kategori tersebut meliputi studi, percintaan, keluarga, pekerjaan, kepribadian orang lain, dan umpatan.
Berdasarkan penelitian dalam jurnal tersebut, kategori umpatan meraih peringkat tertinggi. Dari 17.276 data yang diteliti, 5.681 data termasuk dalam kategori umpatan. Urutan kategori lainnya adalah kepribadian orang lain, percintaan, keluarga, studi, dan pekerjaan.
Pengguna X biasanya mengumpat dengan kata-kata yang kasar dan merendahkan, seperti penyebutan nama binatang dan ungkapan vulgar. Meskipun bentuknya hanya tulisan, ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah tindakan tersebut lazim dalam pandangan agama.
BACA JUGA: 5 Dampak Memarahi Anak Secara Berlebihan, Nomor 3 Sangat Rentan
Etika Marah dalam Islam
Ustadz Abdullah Zaen pada Kajian Akhlak memaparkan Etika Marah dalam Islam. Kajian tersebut tayang melalui saluran YouTube @Yufid.TV
“Marah itu bukan perbuatan tercela secara mutlak, dan senyum itu bukan sikap terpuji secara mutlak. Dalam artian, orang yang marah itu tidak tercela dalam segala kondisi, begitu pula dengan tersenyum, keduanya ada waktu tertentu,” papar Ustadz Abdullah Zaen.
Jika seorang suami melihat istrinya digoda oleh laki-laki asing, seharusnya ia menunjukkan kemarahan, bukan senyuman. Setiap Muslim perlu memahami etika marah dalam Islam, berdasarkan pada hadis Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berikut ini:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )) فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ ))
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, ‘Berilah wasiat kepadaku.’ Sabda Nabi SAW: ‘Janganlah engkau mudah marah.’ Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau, ‘Janganlah engkau mudah marah’,” (HR Bukhari).
Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW mengulang perintah “jangan marah” sebanyak tiga kali, yang menunjukkan bahwa marah pada dasarnya adalah tindakan yang tercela. Namun, ini tidak berarti bahwa seorang Muslim tidak boleh marah dalam situasi tertentu.
Berikut adalah tiga poin etika marah dalam Islam:
1. Seorang Muslim Harus Mampu Mengontrol Marahnya
Ustadz Abdullah Zaen berkata, “Jika ingin tahu orang bijak atau tidak, maka lihat dia ketika marah. Karena orang marah sulit mengendalikan emosi dan tindakannya. Jika bisa menahannya, maka dia bijak.”
Kata-kata kasar dan merendahkan sering muncul saat seseorang marah, seperti penyebutan nama-nama penghuni kebun binatang. Kemarahan ini bisa menyebabkan tindakan yang tidak terkendali, seperti melempar benda-benda, bahkan hingga mengancam nyawa orang lain.
Biasanya, penyebab kemarahan tersebut tampak sepele, seperti tetangga yang sering membuang sampah sembarangan atau ayam yang berisik. Perilaku seperti ini menunjukkan perlunya pengendalian diri dalam menghadapi kemarahan.
Allah SWT melarang manusia marah karena tindakan saat marah seringkali tidak terkendali. Hal ini terdapat dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 133-134, yang menyebutkan:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنۙ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Marah dapat menyebabkan keputusan yang berujung pada penyesalan, seperti seorang suami yang menceraikan istrinya karena emosi. Untuk mencegah perbuatan seperti itu, Allah SWT memerintahkan agar kita mengendalikan kemarahan.
Hal ini juga berlaku untuk marah melalui tulisan, seperti di media sosial, yang bisa menyinggung orang lain selain target yang dimaksud, apalagi jika disertai umpatan. Langkah terbaik adalah menyelesaikan masalah langsung dengan pihak yang menyebabkan kemarahan.
BACA JUGA: Rumus Parenting Ali Bin Abi Thalib, Mendidik Anak Sesuai Usia
2. Lebih Baik Diam daripada Marah karena Masalah Pribadi
Sebaiknya, menghindari kemarahan pribadi yang mengakibatkan kerusakan jiwa, seperti kecemasan dan depresi, serta kerusakan fisik, seperti menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan cara diam. Mengendalikan diri dalam situasi marah sangat penting untuk menghindari dampak negatif tersebut.
Hal ini sesuai hadis Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk menahan diri saat marah sebagai berikut:
وَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Artinya: “Jika di antara kalian ada yang marah, maka diamlah,” (HR Ahmad).
Maksud diam di sini adalah tidak mengeluarkan kata-kata kasar, baik melalui lisan maupun tulisan. Saat marah, seseorang sebaiknya mengatur napas dan menenangkan diri.
Jika merasa sulit untuk melakukannya, berwudhu bisa menjadi solusi yang efektif. Ini sesuai dengan anjuran dalam hadis Rasulullah SAW berikut ini:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: “Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan terbuat dari api. Api hanya bisa padam dengan air. Jika di antara kalian marah, berwudhulah,” (HR Ahmad).
Hadis ini mencegah seseorang menuliskan kata-kata yang bisa menyinggung orang lain. Seorang Muslim harus menghindari tindakan yang dapat menghilangkan ridho Allah SWT akibat kemarahan.
Setelah kemarahan reda, baru boleh membagikan kronologi masalah dan penyelesaiannya di media sosial sebagai bentuk pembelajaran. Namun, pastikan untuk menyamarkan beberapa nama dan tempat agar tidak menimbulkan dendam.
3. Marah karena Melanggar Aturan Allah SWT
Saat seorang muslim melihat pelanggaran terhadap aturan Allah SWT, seperti ketika seseorang melecehkan Al-Qur’an, menghina Nabi Muhammad SAW, atau merendahkan dzat atau sifat Allah SWT, kemarahan yang muncul merupakan perbuatan yang terpuji dalam Islam. Kemarahan ini mencerminkan kecintaan dan penghargaan terhadap ajaran agama.
Namun, dalam menghadapi situasi tersebut, seorang muslim harus bertindak dengan bijaksana dan mengikuti nilai-nilai ajaran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, ia dapat memperjuangkan kebenaran tanpa mengabaikan adab dan etika dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ فَإِذَا كَانَ الْإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ
Artinya: “Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah SAW memilih perkara yg ringan jika ada dua pilihan selama tidak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, Rasul akan menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan pribadi, tapi jika ajaran Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah (lillah),” (HR Bukhari).
Marah yang terpuji bagi seorang muslim saat ini adalah terhadap entitas Zionis, yang telah menghabisi nyawa banyak kaum muslim Palestina dan melecehkan agama Allah SWT. Kemarahan ini dapat diekspresikan di platform seperti X, karena hal ini lebih konstruktif daripada memunculkan masalah pribadi.
Demikianlah tiga poin etika marah dalam Islam. Seorang muslim sebaiknya menghindari mengeluarkan kata-kata tercela di Komunitas Marah-Marah untuk menjaga keridhoan Allah SWT.
Author: Triana Amalia (Aktivis Dakwah Muslimah)
Editor: Sylvia Kurnia Ritonga (Founder tatsqif.com)