Ilmu Faraidh: Penyelesaian Masalah Gharawain, Begini Metodenya
TATSQIF ONLINE – Masalah gharawain merupakan kasus khusus dalam ilmu faraidh karena aturannya tidak dijelaskan secara langsung di dalam al-Quran. Persoalan gharawain melibatkan dua bentuk situasi, yaitu pertama, ahli waris yang terdiri dari suami, ibu, dan ayah, dan kedua, isteri, ibu, dan ayah.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sahabat terkait masalah gharawain, yang disebabkan oleh perbedaan dalam memahami ayat al-Quran surat An-Nisa’ ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut:
وَلِاَ بَوَيۡهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنۡهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنۡ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ يَكُنۡ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗۤ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ؕ
Artinya: “Dan bagi kedua orang tuanya masing-masing mendapat seperenam bila pewaris meninggalkan anak, bila pewaris tidak meninggalkan anak yang mewarisinya adalah dua orang ibu bapaknya, maka ibunya mendapat sepertiga.”
Dalam memahami ayat tersebut, terdapat perbedaan tafsir antara Zaid bin Tsabit dan Ibnu Abbas. Zaid bin Tsabit menafsirkan bahwa hak ibu mendapatkan sepertiga dari harta warisan dalam situasi di mana yang menjadi ahli waris hanya ibu dan bapak saja. Namun, jika ada suami atau isteri bersama mereka, hak ibu menjadi sepertiga dari sisa harta setelah diberikan kepada ahli waris lainnya, yaitu suami atau isteri.
Sementara itu, Ibnu Abbas memahami ayat tersebut berbeda dengan Zaid bin Tsabit. Ibnu Abbas memaknai hak ibu mendapatkan sepertiga dari harta warisan, baik dalam keadaan ada ahli waris lain (suami atau isteri) maupun tidak. Ibnu Abbas tidak melihat perlunya mentakwilkan dari sepertiga menjadi sepertiga sisa harta.
Perbedaan ini menunjukkan adanya kebebasan ijtihad di kalangan sahabat. Setiap sahabat melakukan ijtihad sesuai dengan pemahaman dan keyakinannya sendiri. Meskipun begitu, mereka tetap menghormati pendapat sahabat lainnya ketika terjadi perbedaan dalam penafsiran atau ijtihad.
Pengertian Masalah Gharawain
Gharawain, yang berasal dari lafadz “ghara” yang berarti bintang cemerlang, dinamai demikian karena kemasyhurannya seperti bintang yang bersinar terang. Nama lain dari gharawain adalah Umariyatain, karena metode penyelesaiannya diperkenalkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Gharawain atau umariyatain merupakan permasalahan dalam ilmu waris di mana ahli waris terdiri dari suami, ayah, dan ibu, atau istri, ayah, dan ibu. Permasalahan ini dinamakan umariyatain karena perdebatan tentang hal ini muncul pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA. Pada saat itu, Khalifah Umar berdebat dengan Ibnu Abbas RA mengenai lafadz, “jika orang yang meninggal tidak memiliki anak dan diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja)” dalam al-Quran surah An-Nisa’ ayat 11.
Masalah gharawain merupakan salah satu bentuk masalah kewarisan yang diputuskan oleh Umar dan diterima oleh mayoritas sahabat serta diikuti oleh mayoritas ulama. Gharawain kemudian digunakan sebagai istilah untuk metode penyelesaian dua masalah kewarisan dalam Islam, yang merupakan kebijakan Umar bin Khattab RA terkait bagian ibu ketika ia bersama dengan ayah dan salah satu suami atau istri pewaris.
Metode Penghitungan Masalah Gharawain
Menurut pendapat Umar ibn al-Khattab yang diikuti oleh ‘Usman ibn ‘Affan, Zaid ibn Säbit, Ibn Mas’ud, ‘Ali ibn Abi Talib, dan mayoritas fuqaha, ibu akan mendapatkan 1/3 dari sisa harta warisan dalam kedua masalah gharawain. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
Contoh Kondisi atau Kemungkinan Pertama
AW | Jumlah | Bagian | AM = 6 |
Suami | 1 | ½ | 3 |
Ibu | 1 | 1/3 | 2 |
Bapak | 1 | 1/6 + Ashobah | 1 |
6/6 |
Apabila penyelesaiannya dilakukan seperti di atas, terlihat hasilnya bahwa untuk ibu adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan bapak hanya memperoleh 1. Padahal semestinya pendapatan bapak haruslah lebih besar dari pendapatan ibu. Sebab bapak selain sebagai ashabul furudh juga merupakan ashabah (dapat menghabisi seluruh harta).
Jadi, persoalan gharawain ini terletak pada bagian waris ibu yang lebih besar dari bagian waris bapak. Untuk menghilangkan kejanggalan ini haruslah diselesaikan secara khusus, yaitu pendapatan ibu bukanlah 1/3 dari harta warisan, melainkan hanya 1/3 dari sisa harta.
Adapun yang dimaksud dengan sisa harta adalah keseluruhan harta warisan setelah dikurangi bagian yang harus diterima oleh suami atau istri.
Dengan demikian, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
AW | Jumlah | Bagian | AM = 6 |
Suami | 1 | 1/2 | 3 (sisa = 3) |
Ibu | 1 | 1/3 (dari sisa) | 1/3 x 3 = 1 |
Bapak | 1 | 1/6 + Ashabah | 1 + 1 = 2 |
6/6 |
Contoh Kemungkinan atau Kondisi yang Kedua:
AW | Jumlah | Bagian | AM = 12 |
Istri | 1 | 1/4 | 3 |
Ibu | 1 | 1/3 | 4 |
Bapak | 1 | 1/6 + Ashabah | 5 |
12/12 |
Penyelesaian kasus seperti di atas adalah salah, sebab persoalan ini merupakan persoalan gharawain, dan semestinya haruslah diselesaikan sebagai berikut:
AW | Jumlah | Bagian | AM = 12 |
Istri | 1 | 1/4 | 3 (sisa = 9) |
Ibu | 1 | 1/3 (dari sisa) | 1/3 x 9 = 3 |
Bapak | 1 | 1/6 + Ashabah | 5 + 1 = 6 |
12/12 |
Perlu diingat, bahwa untuk memudahkan dalam penyelesaiannya, tempatkan suami atau istri di tempat yang paling atas, sebab 1/3 dari sisa merekalah (setelah dikeluarkan bagian mereka) untuk bagian ibu.
Namun, apabila si mayit meninggalkan (ahli warits) istri lebih dari satu orang, maka akan mengakibatkan perbandingan jumlah ahli warits (istri) dengan jumlah bagian yang mereka peroleh tidak akan pas (pecahan), maka untuk penyelesaiannya haruslah dicari Sah Masalah (SM) .
Misalnya, istri yang ditinggalkan oleh suami yang meninggal adalah dua orang, maka penyelesaiannya sebagai berikut:
Ahli Waris | Jumlah | Bagian | Asal Masalah12 x 2 | Sah Masalah24 |
Istri | 2 | ¼ | 3 (sisa =9) | 6 |
Ibu | 1 | 1/3 dari sisa | 1/3 x 9 = 3 (2) | 6 |
Bapak | 1 | 1/6 + ashabah | 6 | 12 |
12/12 | 24/24 |
Untuk menentukan Sah Masalahnya lakukan :
Sah Masalah = 2 (jumlah AW) x Asal Masalah (AM) = 2 x 12 = 24
Jadi, hasil akhirnya
2 istri = 6
1 istri = ½ x 6 = 3/24 dari harta
Ibu = 6/24 dari harta
Bapak = 12/24 dari harta
Contoh Kasus:
1. Untuk masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak ‘ashabah. Misalnya harta peninggalannya adalah sebagai berikut :
AW | JP | AM (Rp. 60.000.000) |
Suami | ½ x (Rp. 60.000.000) | Rp. 30.000.000_sisa (Rp. 30.000.000) |
Ibu | 1/3 x (Rp. 30.000.000) | Rp. 10.000.000 |
Bapak | Ashabah | Rp. 20.000.000 |
Jumlah | Rp. 60.000.000 |
2. Untuk masalah kedua maka bagian masing-masing adalah istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak ‘ashabah. Misalnya harta peninggalan sebesar Rp90.000.000,- Cara pembagiannya adalah sebagai berikut:
AW | JP | AM (Rp. 90.000.000) |
Istri | ¼ x (Rp. 90.000.000) | Rp. 22.500.000_sisa (Rp. 67.500.000) |
Ibu | 1/3 x (Rp. 67.500.000) | Rp. 22.500.000 |
Bapak | Ashabah | Rp. 45.000.000 |
Jumlah | Rp. 90.000.000 |
Kesimpulan
Masalah gharawain adalah salah satu kontroversi dalam ilmu faraidh yang berkembang di kalangan sahabat. Perbedaan pendapat antara Zaid bin Tsabit dan Ibnu Abbas menunjukkan perbedaan pendapat dalam berijtihad.
Meskipun demikian, perdebatan ini tercermin dari semangat sahabat untuk berusaha memahami ajaran agama dengan baik. Kebijaksanaan dan metode penyelesaian yang diperkenalkan oleh Khalifah Umar bin Khattab mengenai masalah gharawain, memberikan pondasi penting bagi pemahaman ilmu waris dalam agama Islam.
Dengan menghormati perbedaan pendapat ini, kita dapat lebih menghargai warisan intelektual yang ditinggalkan oleh sahabat-sahabat Nabi dan upaya mereka dalam menjaga integritas dan keadilan dalam masalah hukum waris.
Wallahu A’lam
Oleh: Abdy Wati Tanjung (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Artikelnya bagus… 👍
syukran
Jadi, dari permasalahan gharawain ini, apakah ibu tidak boleh mendapatkan harta warisan lebih besar dari bapak, atau bagaimana maksudnya, coba jelaskan ?
Artikelnya nya bagus
alhamdulillah, terima kasih.
iya, letak kejanggalannya disitu. Jika pembagian waris sesuai dengan metode yang biasa, bagian ibu jadi lebih besar dari bapak, padahal ketentuannya bagian laki-laki dengan perempuan pada posisi yang setara adalah 2:1.
Artikelya sudah sangat bagus
terima kasih, semoga bermanfaat bagi yang membaca.
Dari contoh diatas bagaimana jika istri ada anak laki-laki nya, jadi bagaimana cara pembagian nya menurut gharawain?
Tidak akan terjadi gharawain, harta waris dibagi sesuai pada umumnya. Coba dipahami kembali isi artikelnya ya, gharawain hanya terjadi jika ahli waris hanya terdiri dari suami atau istri bareng dengan ibu dan bapak.
Seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan senilai Rp 1 miliar, Dia memiliki seorang ibu dan seorang bapak yang masih hidup.
Jadi pertanyaan nya:
Berapa bagian warisan yang diterima oleh masing-masing ibu dan bapak?
Dan bagaimana cara menentukan Kategori Gharawain tersebut
perbaikan pertanyaan dari sodari nurlena
“Seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan senilai Rp. 1.000.000.000, dia memiliki seorang istri, ibu dan bapak yang masih hidup, bagaimana pembagian warisan dan penyelesaiannya?
penyelesaian
AW
1. istri 1/4 × (Rp.1000.000.000) = Rp.250.000.000 (sisa Rp.750.000.000)
2. ibu 1/3 × Rp. 750.000.000 = Rp. 250.000.000
3. bapak sebagai ashobah Rp. Rp. 500.000.000
1.000.000.000/ 1.000.000.000
ibu mendapatkan 1/3 dari keseluruhan harta, bapak mendapatkan 1/6 plus ‘ashabah. Asal masalah 6, ibu mendapatkan 2 bagian, bapak dapat 1 bagian, sisa 3 bagian lagi diberikan lagi kepada bapak sebagai ashabah.
selanjutnya tinggal menghitung 1 milyar di bagi 6 (angka asal masalah). Hasil per satu bagiannya dikalikan dengan bagian yang didapat oleh masing-masing ahli waris. Mudah, bukan?
alhamdulillah saya mengerti🙏
alhamdulillah, jangan lupa share dan ajarkan ke yang lain agar yang lain dapat mengerti juga, hehehe…
Artikelnya sangat bagus👍
thank’s, share, dong! agar manfaatnya semakin meluas hehehe
Artikelnya sangat bagus…👌👍
terima kasih, mudah-mudahan yang baca juga mengerti isi artikelnya.
perbaikan pertanyaan dari sodari nurlena
“Seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan senilai Rp. 1.000.000.000, dia memiliki seorang istri, ibu dan bapak yang masih hidup, bagaimana pembagian warisan dan penyelesaiannya?
penyelesaian
AW
1. istri 1/4 × (Rp.1000.000.000) = Rp.250.000.000 (sisa Rp.750.000.000)
2. ibu 1/3 × Rp. 750.000.000 = Rp. 250.000.000
3. bapak sebagai ashobah Rp. Rp. 500.000.000
1.000.000.000/ 1.000.000.000