Fiqh & Ushul Fiqh

Konsep Ashabah dalam Ilmu Faraidh: Dalil, Jenis, dan Prioritasnya

TATSQIF ONLINE Ilmu faraidh, yang sering juga disebut sebagai ilmu mawaris, merupakan salah satu cabang ilmu fiqh yang membahas pembagian harta warisan secara detail dan sistematis. Dalam hal ini, para ahli waris dapat memperoleh warisan melalui dua cara utama, yaitu sebagai dzawil furudh (mereka yang mendapatkan bagian pasti) dan sebagai ashabah (mereka yang mendapatkan sisa harta warisan).

Definisi Ashabah

Ashabah secara terminologi memiliki definisi sebagai ahli waris yang tidak memiliki bagian pasti (saham muqaddar), sehingga ia mendapatkan seluruh harta warisan apabila sendirian atau mendapatkan sisa harta setelah para dzawil furudh mengambil bagian mereka. Dr. Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan ashabah dalam kitab Al-Mu’tamad fil Fiqhil Warits sebagai berikut:

كُلُّ وَارِثٍ لَيْسَ لَهُ سَهْمٌ مُقَدَّرٌ، وَيَأْخُذُ كُلَّ الْمَالِ إِذَا انْفَرَدَ، وَيَأْخُذُ الْبَاقِيَ بَعْدَ أَصْحَابِ الْفُرُوضِ

Artinya: “Setiap ahli waris yang tidak memiliki bagian yang telah ditentukan, ia mengambil seluruh harta warisan bila ia seorang diri dan mengambil sisa harta setelah diambil oleh orang-orang yang memiliki bagian pasti.”

Dalil-Dalil tentang Ashabah

Hukum ashabah dalam warisan didasarkan pada Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’ ulama. Berikut adalah dalil-dalil yang menegaskan konsep ini:

1. Dalil dari Al-Qur’an

Dalam Surah An-Nisa ayat 176, Allah SWT berfirman:

وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ

Artinya: “Dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak.”

Ayat ini menunjukkan bahwa jika si mayit tidak memiliki anak, maka sang ibu mendapat sepertiga bagian. Namun, ayat ini tidak menyebutkan bagian ayah. Dalam hal ini, para ulama memahami bahwa sisa harta setelah diambil oleh ibu adalah bagian ayah sebagai ashabah.

2. Dalil dari Hadis

Rasulullah SAW bersabda:

أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

Artinya: “Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat,” (Muttafaq ‘alaih).

Hadis ini memberikan landasan untuk pembagian harta warisan sesuai dengan hukum yang telah Allah tetapkan, termasuk bagian ashabah yang mendapatkan sisa harta.

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَاتَ مَوْلاَيَ وَتَرَكَ ابْنَةً فَقَسَمَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَالَهُ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنَتِهِ فَجَعَلَ لِي النِّصْفَ وَلَهَا النِّصْفَ

Artinya: “Budakku meninggal dunia dan ia meninggalkan seorang anak perempuan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi hartanya antara diriku dan anak perempuannya, beliau memberikan seperdua untukku dan seperdua lagi untuknya,” (HR Ibnu Majah).

Macam-Macam Ashabah

Dalam kitab Al-Mu’tamad fil Fiqhil Warits, Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa Ashabah terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu ashabah nasabiyah dan ashabah sababiyah. Berikut penjelasannya:

1. Ashabah Nasabiyah

Kelompok ini terbagi menjadi tiga:

(1) ashabah bin nafs, yaitu laki-laki yang nasabnya tidak tercampur unsur wanita, terdiri dari anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki, dan paman, dan ahli waris laki-laki lainnya;

(2) ashabah bil ghair, yaitu wanita yang menjadi ashabah karena adanya saudara laki-laki sepertinya, seperti anak perempuan bersama anak laki-laki atau saudara kandung perempuan bersama saudara kandung laki-laki; dan

(3) ashabah ma’al ghair, yaitu saudara kandung perempuan atau saudara perempuan seayah yang menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

Urutan prioritas dalam ashabah bin nafs berdasarkan pada arah kekerabatan, kedekatan derajat, dan kekuatan hubungan nasab dengan pewaris.

2. Ashabah Sababiyah

Adalah ahli waris yang mendapatkan warisan bukan karena hubungan nasab, melainkan karena suatu sebab, seperti tuan yang telah memerdekakan budaknya. Jika budak tersebut meninggal tanpa meninggalkan ahli waris nasab, maka tuannya yang memerdekakannya berhak mendapatkan harta warisan secara ashabah sebagai bentuk penghargaan atas jasa memerdekakannya.

Urutan Prioritas Ashabah

Dalam pembagian warisan, terdapat urutan prioritas yang ditentukan oleh hubungan kedekatan mereka dengan si mayit. Berikut adalah urutan prioritas dalam kategori ashabah bin nafs tersebut:

  1. Anak laki-laki;
  2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki;
  3. Bapak;
  4. Kakek dari bapak;
  5. Saudara laki-laki yang sekandung;
  6. Saudara laki-laki yang sebapak;
  7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung;
  8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak;
  9. Paman yang sekandung dengan bapak;
  10. Paman yang sebapak dengan bapak;
  11. Anak laki-laki dari paman yang sekandung dengan bapak;
  12. Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan bapak;
  13. Laki-laki atau perempuan yang memerdekakan (budak).

Penutup

Konsep ashabah dalam ilmu faraidh merupakan bagian penting dari sistem waris Islam yang menunjukkan kesempurnaan syariat dalam mengatur hak-hak manusia. Dengan memahami pembagian warisan melalui pendekatan ini, umat Islam dapat mengamalkan hukum waris secara adil dan sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Pengetahuan tentang ashabah juga menjadi bekal penting bagi para ahli fiqh, peneliti, dan praktisi hukum Islam dalam menjawab berbagai kasus kontemporer yang berkaitan dengan waris. Wallahua’lam.

Afrida Hanum (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

10 komentar pada “Konsep Ashabah dalam Ilmu Faraidh: Dalil, Jenis, dan Prioritasnya

  • Melisa Sari

    Apa yang dimaksud dengan ashabah nasabiyyah dalam ilmu faraid, dan bagaimana peranannya dalam menentukan ahli waris?

    Balas
    • Bagaiman cara kita membagi warisan simayyit jika kedua Ashabah hadir baik nasabiyah ,atau sababiyah dalam kasus warisan?

      Balas
  • Sonia Siregar

    Jika seorang pewaris meninggalkan seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki, serta seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, bagaimana pembagian warisannya berdasarkan ashabah?

    Balas
  • windi audifa

    Jika seorang pewaris meninggalkan seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki, serta seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, bagaimana pembagian warisannya berdasarkan ashabah?

    Balas
  • Nadya futri harahap

    Berikan contoh kasus tentang penerapan konsep Ashabah dalam pembagian warisan menurut Ilmu Faraidh!

    Balas
    • Yoesvic Helmi srg

      1. Apa definisi ilmu faraidh dalam Islam?

      Balas
  • Mawati Ritonga

    Bisakah seseorang yang merupakan ashabah sekaligus mendapatkan bagian dari warisan sebagai warisannya yang sah, atau apakah ada aturan terkait hal ini?

    Balas
  • Cindy Aulia Pohan

    Bagaimana cara menentukan prioritas dalam pembagian harta warisan jika ada beberapa ahli waris yang termasuk dalam kategori ashabah?

    Balas
  • Dian aura sabillah simamora

    Apa saja contoh kasus yang dapat menggambarkan penerapan ashabah dalam pembagian warisan dalam kehidupan nyata?

    Balas
  • Indah Nur Fitri Ritonga

    Bagaimana cara menentukan bagian warisan untuk ashabah jika terdapat ahli waris yang memiliki hak tertentu (dzawil furudh)? Berikan contoh kasus dari pertanyaan di atas🙏

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk