Sistem Tanazul: Kerelaan Berbagi Harta Setelah Pembagian Waris
TATSQIF ONLINE – Hukum waris Islam berlaku secara universal untuk semua masyarakat Muslim di seluruh dunia. Masyhur dengan sebutan fiqih mawaris, yaitu hukum yang mengatur proses peralihan harta milik si pewaris kepada ahli waris setelah kematian.
Ilmu Faraidh adalah sebutan lainnya, sebuah kajian tentang metode membagi harta secara hukum Islam dan perhitungannya. Pertalian nasab atau perkawinan dengan pewaris yang akan menentukan penerima warisan.
Warisan berlaku untuk semua ahli waris tanpa memandang jenis kelamin, kekayaan, atau keimanan mereka, selama mereka memiliki hubungan nasab dengan si pewaris yang meninggal. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 7:
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَ ۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Kedudukan Hukum Waris Islam
Faraidh memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan rukun Islam lainnya, yang bersifat wajib. Tidak membagi harta warisan setelah kematian si pewaris merupakan pelanggaran terhadap syariat Islam.
Sebelum membagi warisan, ahli waris harus memenuhi kewajiban seperti membayar hutang si pewaris, melaksanakan wasiatnya, dan mengurus pemakaman si mayit. Hukum waris adalah aturan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya. Siapa yang mengikutinya akan mendapat petunjuk kebenaran, sementara yang mengabaikannya bisa tersesat dan masuk ke neraka Jahannam.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah An-Nisa’ 13-14:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
Artinya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”
BACA JUGA: Pendekatan Ulama dalam Menyelesaikan Masalah Waris Al-Kharqa
Hukum Tanazul dan Persyaratannya
Hukum kewarisan yang dominan di tengah masyarakat muslim Indonesia mencakup hukum Islam dan hukum adat. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam dan berasal dari beragam suku dan budaya. Dalam hukum Islam tidak ada ketentuan bagi rata dalam warisan, namun bagi rata dapat dilakukan secara damai melalui proses hibah.
Setelah harta warisan dibagi sesuai aturan syariah, ahli waris diperbolehkan untuk melakukan tanazul, yaitu melepaskan sebagian haknya kepada ahli waris lainnya. Ini berdasarkan fatwa dari al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta nomor 12881 berikut ini:
وإذا تَنَازَلَ بَعْضُ الْوَرَثَةِ عَنْ نَصِيبِهِ لِآخَرَ وَهُوَ بَالِغٌ رَشِيدٌ، جَازَ
Artinya: “Jika sebagian ahli waris tanazul (merelakan sebagian hartanya) untuk ahli waris yang lain, sedangkan ia adalah orang yang baligh dan berakal, hukumnya boleh.”
Fatwa ini menyatakan bahwa ahli waris dapat melakukan tanazul jika mereka sudah dewasa dan berakal, serta melakukannya dengan ikhlas. Namun, harus tetap meyakini bahwa pembagian yang sesuai dengan syariah Islam adalah yang terbaik.
Hal ini sejalan dengan Fatwa Ulama Al-Azhar, Mesir:
“Saudara-saudara laki-laki boleh memberi bagiannya setelah mereka menerima haknya kepada keponakan perempuan. Ini adalah tanazul (tidak mengambil hak secara penuh) yang boleh (mubah) dalam Islam. Maka bagian mereka kembali kepada keponakannya,” (Fatawa Al-Azhar, 3/338).
Rifdah Suriani Simbolon (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Setelah harta warisan dibagi sesuai aturan syariah, ahli waris diperbolehkan untuk melakukan tanazul, yaitu melepaskan sebagian haknya kepada ahli waris lainnya. Jadi pertanyaannya, apakah harta yang diberikan itu dikatakan sedekah ?
Jika suatu Keluarga hanya membagi warisan sesuai dengan adat setempat apakah sah?
Bagaimana cara menghindari konflik dan perselisihan di antara ahli waris ketika menerapkan trik berbagi harta secara merata dalam kewarisan Islam?
Berikan perbedaan dari Tanazul dengan hibah dan wasiat secara singkat!
Bagus, mudah di pahami