Fiqh & Ushul FiqhMust Read

Pendekatan Ulama dalam Menyelesaikan Masalah Waris Al-Kharqa

TATSQIF ONLINE –  Islam mengajarkan pembagian harta warisan secara adil untuk mencegah konflik dalam keluarga. Ilmu Faraidh hadir untuk menghindari pertikaian dengan memberikan pedoman yang terperinci dalam pembagian warisan, salah satunya untuk menyelesaikan masalah waris al-kharqa.

Masalah Al-kharqa terjadi ketika ahli waris terdiri dari kakek, seorang saudara perempuan dan ibu. Ketika harta warisan berlebih setelah ahli waris menerima hak sesuai dengan furudh masing-masing, inilah yang menyebabkan perlunya kebijakan hukum yang dapat mengatur pembagian harta waris yang adil dan menghindari konflik antara ahli waris.

Kakek merupakan ahli waris ayah dari ayah, atau ayah dari ibu. Akan tetapi, pada pembahasan kewarisan terdapat perbedaan mengenai kakek. Kakek dari ayah disebut dengan kakek shahih dan kakek dari ibu disebut dengan kakek fasidah

Selain itu, dalam hak waris kakek shahih dan kakek fasidah juga memiliki perbedaan yaitu, kakek dari pihak ayah memiliki hak waris seperti ayah, terkadang ia menerima sebagai dzawil furudh, kadang pula sebagai ashabah. Sedangkan kakek dari pihak ibu dikategorikan sebagai dzawil arham.

Kakek dapat menjadi ahli waris jika tidak ada ayah, dan tidak ada perantara yang masih hidup antara kakek dan pewaris. Bagian kakek adalah sebagaimana bagian ayah yakni 1/6 harta, atau 1/6 harta ditambah ashabah, atau ashabah saja. 

Jika kakek bersama saudara seibu, jumhur ulama sepakat bahwa saudara seibu gugur hak warisnya atau mahjub jika bersama kakek, sebagaimana saudara seibu jika bersama ayah.

Masalah al-kharqa merupakan salah satu permasalahan yang muncul dalam pembagian warisan, ketika ahli waris tidak dapat membagi harta warisan secara adil dan seimbang. Pada akhirnya, terjadi kesulitan dalam menentukan bagian masing-masing ahli waris berdasarkan aturan waris Islam.

Menurut buku yang berjudul Kasus-Kasus Kontroversi dalam Kewarisan yang ditulis oleh Dr. Muhammad Hasan, menyebutkan bahwa pendapat para ulama terbagi menjadi dua kelompok tentang masalah al-kharqa, yaitu sebagai berikut:

Kelompok pertama, yang didukung oleh Abu Bakar, Ibnu Abbas, dan Imam Abu Hanifah, berpendapat bahwa saudara perempuan tidak mendapatkan warisan jika ada kakek, karena kakek dianggap memiliki kedudukan seperti ayah yang menggugurkan hak waris saudara. Dalam pandangan ini, ahli waris yang tersisa hanya kakek dan ibu.

Kelompok kedua, yang didukung oleh jumhur ulama, berpendapat bahwa saudara perempuan tetap mendapat warisan, tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris.

Menurut Ali bin Abi Thalib, seorang saudara perempuan memperoleh ½, ibu 1/3, dan kakek memperoleh sisanya yakni 1/6 dari harta. 

Menurut Utsman bin Affan, mereka memperoleh masing-masing 1/3 (sepertiga) harta. Menurut Ibnu Mas’ud, seorang saudara perempuan bagiannya 1/2, ibu 1/6, dan kakek 1/3 harta. 

Menurut Zaid bin Tsabit, ibu memperoleh 1/3, kakek dan seorang saudara perempuan berhak atas sisanya dengan cara muqasamah. Pendapat Zaid ini diikuti oleh Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.

Untuk menyelesaikan masalah Al-kharqa, dapat digunakan kebijakan seperti Ishlah, musyawarah di antara ahli waris atau anggota keluarga, dan bagaimana penerapan hukum waris Islam di masyarakat tertentu. Kebijakan hukum yang diterapkan dalam masalah Al-kharqa harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan yang ada dalam masyarakat.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia pasal 183, menetapkan perdamaian atau Ishlah sebagai bentuk kebijakan hukum, karena lebih mudah untuk diikuti dan tidak menyalahi dalil-dalil yang qath’i dalam Alquran dan hadis. 

Hal ini sebagaimana terdapat dalam Alquran tentang pembagian harta waris surat An-Nisa ayat 11 berikut ini:

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ  لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Mengutip dari buku yang berjudul Pembagian Warisan Menurut Islam karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, bahwa pembagian harta warisan pada surat An-Nisa ayat 11 adalah sebagai berikut:

Ashabul furudh mendapat bagian sebanyak setengah dari kelompok laki-laki dan empat perempuan. Suami atau istri berhak mendapatkan harta waris sebanyak seperempat

1. Istri berhak mendapatkan bagian warisan sebanyak 1/8 hasil peninggalan suaminya.

2. Empat perempuan (anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak) mendapatkan sebanyak 2/3 warisan.

3. Ibu dan dua saudara laki-laki atau perempuan dari satu ibu berhak mendapatkan sebanyak 1/3 harta warisan.

4. Terdapat tujuh orang yang berhak mendapat warisan sebanyak 1/6, yakni bapak, kakek, ibu, cucu perempuan, keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sebapak, nenek, dan saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.

Itulah penjelasan tentang surat An-Nisa ayat 11 yang menjelaskan tentang pembagian warisan atau harta.

Kelompok Pertama 

Kelompok ini berpendapat bahwa, masalah Al-kharqa harus diselesaikan dengan cara mengikuti aturan waris yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam, tanpa adanya penyesuaian atau perubahan, dan cenderung memegang teguh prinsip-prinsip warisan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam tanpa memberikan ruang untuk penyesuaian.

Kelompok Kedua

Sebaliknya, kelompok ini cenderung lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah al-kharqa dan berpendapat bahwa dalam situasi tertentu, di mana pembagian warisan secara konvensional kurang adil, diperlukan penyesuaian atau kesepakatan antara ahli waris. Hal ini bertujuan untuk mencapai pembagian yang lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan.

Pendapat kedua kelompok ulama mencerminkan perbedaan pendekatan dalam penyelesaian masalah Al-kharqa. Kelompok pertama memegang teguh prinsip-prinsip warisan tradisional, sedangkan kelompok kedua lebih terbuka terhadap penyesuaian dan kesepakatan untuk mencapai pembagian yang lebih adil. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas masalah Al-kharqa dan pentingnya diskusi mendalam untuk menjaga keadilan dan keberlangsungan hukum waris Islam.

Kebijakan hukum dapat diterapkan untuk menyelesaikan pembagian warisan selama kemashlahatan menghendakinya dan tidak menyalahi dalil-dalil yang qath’i dalam Alquran dan hadis. Ketika kakek mewarisi bersama saudara, hal ini menimbulkan banyak perbedaan pendapat antar ulama, seperti dalam masalah al-kharqa dan al-akdariyah.

Namun, berdasarkan pendapat jumhur ulama, saudara sekandung atau seayah tidak gugur haknya ketika mewarisi bersama kakek. Pendekatan ini mencerminkan fleksibilitas dalam menjaga keadilan dalam hukum waris Islam.

Wallahu A’lam
Oleh Suningsih (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

  • Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

    Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer
  • Penulis: Suningsih

    Mahasiswa yang aktif di bidang kepenulisan, kreatif, dan selalu semangat untuk menggali potensi diri.

    Lihat semua pos

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk