Menguak Konsep Sistem Pemerintahan dalam Al-Quran, Simak
TATSQIF ONLINE – Frasa “sistem pemerintahan” berasal dari kata “system“, yang berarti susunan atau tatanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem pemerintahan memiliki tiga pengertian: sebagai susunan unsur yang saling berkaitan (seperti sistem politik), sebagai pandangan atau teori yang teratur (misalnya demokrasi), dan sebagai metode atau cara (seperti sistem penanaman padi).
Kata “pemerintahan” berasal dari “pemerintah”, yang artinya kekuasaan yang mengatur wilayah atau negara untuk kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara. Sistem pemerintahan mengatur hubungan antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam penyelenggaraan negara, dengan berbagai jenisnya seperti presidensial, parlementer, monarki, dan lainnya.
Relasi Antara Agama dan Politik
Fahrul Abdul Muid dalam jurnalnya Pemerintahan dalam Perspektif Alquran, menyatakan bahwa dalam Islam tidak ada ketentuan khusus mengenai bentuk atau jenis pemerintahan yang berlaku bagi umat Muslim. Prinsip bahwa Islam sesuai untuk setiap zaman dan tempat, mendorong umat Muslim untuk menggunakan ijtihad dan penalaran mereka sendiri dalam menghadapi masalah dunia, yang bersifat sekuler dan terus berubah.
Al-Quran tidak mengatur bentuk-bentuk negara spesifik yang harus diikuti oleh umat Muslim, tetapi banyak ayatnya mengandung konsepsi politik dalam konteks bernegara. Ini menunjukkan bahwa umat Muslim memiliki kebebasan untuk memilih model atau bentuk negara berdasarkan kondisi nasional mereka.
Secara historis, Islam lahir bukan hanya sebagai agama tetapi juga sebagai negara. Namun, dalam hubungan antara bidang agama dan politik, nilai-nilai keagamaan harus menjadi landasan etis yang mendasari kegiatan politik agar berakhlak mulia.
Ini mengisyaratkan bahwa politik dan agama tidak terpisahkan. Meskipun dalam hal struktur formal dan aspek praktisnya, politik merupakan wewenang manusia yang menggunakan pemikiran rasional melalui jalan ijtihad.
BACA JUGA: Israiliyyat: Pengaruh Tradisi Bani Israil dalam Penafsiran Alquran
Sistem Pemerintahan Islam
Sejarah dunia menunjukkan nasib suatu negara sangat tergantung pada sistem pemerintahannya. Al-Quran jelas memerintahkan adanya pemerintahan dan melibatkan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dalam urusan pemerintahan.
Kepemimpinan dalam Islam adalah fitrah manusia untuk memimpin dalam urusan agama dan dunia, mengatur umat, dan memelihara agama serta politik. Sistem pemerintahan yang terdapat dalam Al-Quran terdiri dari lima komponen: Imamah, kewajiban rakyat, bai’at, Ahl al-Hall Wa al-Aqd, dan Wizarah.
Berdasarkan pentingnya keberadaan sistem pemerintahan, Islam mengenal konsep al-siyasah al-syar’iyyah (politik keagamaan) serta kepemimpinan formal seperti khilafah, sultan, imamah, dan ulil amr. Konsep-konsep ini direkam dalam beberapa ayat Al-Quran. Berikut di antaranya:
1. Surah An-Nisa’ Ayat 58-59
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kedua ayat di atas memberikan pedoman yang jelas mengenai kepemimpinan dalam Islam. Pertama, Allah menegaskan pentingnya memenuhi amanah kepada yang berhak menerimanya sebagai dasar integritas dan kepercayaan dalam kepemimpinan.
Kedua, ayat tersebut menegaskan pentingnya keadilan dalam menyelesaikan perselisihan dan menjadikannya prinsip utama dalam pengaturan kekuasaan.
Ketiga, orang-orang beriman diingatkan untuk taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan pemimpin yang ditunjuk di antara mereka. Hal ini mencerminkan pentingnya ketaatan dan koordinasi dalam membangun harmoni sosial.
Terakhir, ayat ini menekankan pentingnya Al-Quran dan Sunnah untuk penyelesaian konflik, keadilan, dan stabilitas sosial dalam masyarakat Islam
BACA JUGA: Fitrah Seni Manusia dalam Alquran, Begini Batasannya, Simak
2. Surah An-Nisa’ Ayat 135
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
Melalui ayat ini, Allah SWT mengingatkan orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan tanpa memihak kepada siapa pun, termasuk kepada keluarga atau orang-orang berpengaruh. Mereka harus bersikap jujur dalam memberikan kesaksian, tidak memutarbalikkan fakta, dan tidak terpengaruh oleh hawa nafsu pribadi. Allah mengetahui segala yang mereka lakukan.
3. Surat An-Naml (27) Ayat 32-33
قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي أَمْرِي مَا كُنْتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّىٰ تَشْهَدُونِ قَالُوا نَحْنُ أُولُو قُوَّةٍ وَأُولُو بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالْأَمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ
Artinya: “Berkata dia (Balqis): “Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku). Mereka menjawab: Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu: maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.”
Ratu Balqis menunjukkan sikap yang bijaksana dengan meminta masukan dari para pembesar sebelum membuat keputusan penting. Para pembesar Saba mengakui kekuatan militer mereka tetapi menghormati otoritas Ratu Balqis untuk membuat keputusan akhir.
Ini mencerminkan praktik kepemimpinan yang berbasis musyawarah dan mufakat, yang dikenal dalam berbagai budaya sebagai cara untuk memperoleh legitimasi dan dukungan dari para pembuat keputusan.
Para ahli tata Negara Islam yang mendukung “konsep Negara Islam” menganggap ayat-ayat ini sebagai dasar politik dalam Islam (al-Siyasah al-Syar’iyyah). Pesan moralitas politik dari ayat-ayat ini menekankan bahwa pemerintah sebagai pelaku kekuasaan politik harus mewujudkan pembangunan, yang berorientasi pada keadilan dan kemaslahatan umum.
Banyak mufassir terkemuka menginterpretasi ayat-ayat Al-Quran ini dengan berbagai pendekatan tafsir, seperti tematik (maudhu’i) atau pendekatan fiqh politik (fiqh siyasah). Mereka mengeksplorasi konsepsi kekuasaan politik dan tata negara berdasarkan ajaran Al-Quran. Kemudian dipadukan dalam konteks sosio-antropologis dan budaya masyarakat tertentu.
Dalam konteks kekuasaan politik, Al-Quran memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan pernyataan tegas bahwa Allah adalah pemilik kekuasaan. Dia memberikan kekuasaan kepada siapa yang Dia kehendaki, mencabutnya dari siapa yang Dia kehendaki, dan menghinakan siapa yang Dia kehendaki.
Allah memiliki kontrol mutlak atas segala kebaikan. Allah juga yang memberi kekuasaan kepada manusia, namun tidak semua berhasil menjalankannya karena ketidakpatuhan mereka terhadap norma dan prinsip agama. Wallahu A’lam
Bagaimana Al-Quran menjelaskan prinsip otoritas dan kepemimpinan dalam konteks pemerintahan?
Bagaimana Alquran menetapkan proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan yang adil dan berkeadilan?
Bagaimana menurut pemakalah apakah negara kita ini sudah termasuk sistem pemerintahan yg sudah sesuai dengan ajaran al- Qur’an?? Jika tidak berikan alasannya dan jika ia berikan alasannya?
Jika pemerintah tidak berlandaskan al-Qur’an dan sudah banyak merugikan masyarakat, apakah boleh kita sebagai masyarakat melawan pemerintah? dan bagaimana caranya? sedangkan di dalam al-Qur’an diperintahkan untuk menaati ulil amri yaitu pemimpin.
Ditinjau dari kata Kepemimpinan, ada tiga unsur kata di dalamnya, yaitu Pimpin, pemimpin dan kepemimpinan
Bagaimana al-Qur’an menjelaskan tentang 3 unsur itu? dan coba penulis jelaskan apa yang menjadi pembeda antara tiga hal itu?