MUI Fatwakan Haram Salam Lintas Agama: Berikut 3 Poin Penting
TATSQIF ONLINE – Ijtima Ulama Komisi VIII, yang bersumber dari laman MUI.or.id pada tanggal 28-31 Mei 2024, telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa salam lintas agama hukumnya haram. Keputusan ini telah memicu kontroversi di kalangan pimpinan keagamaan.
Menurut DetikNews, Kementerian Agama mendukung salam lintas agama sebagai bentuk toleransi antar umat beragama di Indonesia. Perbedaan pandangan ini mungkin membingungkan umat, sehingga penting untuk memahami dengan jelas makna toleransi sejati dalam Islam.
Makna Toleransi dalam Islam
Menurut jurnal Ushuluddin dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, karya Muhammad Yasir yang berjudul Makna Toleransi dalam Al-Qur’an, mengartikan toleransi sebagai sikap terbuka dan pengakuan terhadap beragam perbedaan, mencakup suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat istiadat, budaya, dan agama.
Perkara ini terdapat pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Alquran surat Al-Hujurat ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Islam sangat menghargai perbedaan dengan memberikan kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah dengan tenang. Fatwa yang mengharamkan salam lintas agama menegaskan pentingnya memahami batas-batas toleransi dalam beragama.
BACA JUGA: Peran dan Syarat Saksi dalam Pernikahan Menurut Islam, Simak
Berikut ini Buya Yahya menjelaskan tiga poin penting dalam fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) di channel YouTube @Al-Bahjah TV.
1. Salam Mengandung Doa
Asrorun Niam Sholeh selaku Ketua MUI Bidang Fatwa, menanggapi pernyataan Kementerian Agama mengenai hukum salam lintas agama yang meningkatkan semangat toleransi
Asrorun berkata, “Doa di dalam Islam itu bagian dari ibadah. Makanya bersifat spesifik. Kalau mendoakan antar sesama mungkin silakan, misal ‘semoga lekas sembuh’ ini urusan muamalah. Tetapi kalau doa yang terkait urusan spesifik itu urusan ubudiah.”
Menurut Buya Yahya, mengucapkan “assalamu a’laikum” kepada non muslim hukumnya boleh jika yakin lingkungannya baik. Hal ini bertujuan agar mereka juga menjawab dengan perkataan yang baik, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Alquran surat Maryam ayat 47:
قَالَ سَلٰمٌ عَلَيْكَۚ سَاَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّيْۗ اِنَّهٗ كَانَ بِيْ حَفِيًّا
Artinya: “Dia (Ibrahim) berkata, ‘Semoga keselamatan bagimu. Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku.’ Sesungguhnya Dia Maha Baik kepadaku.”
Buya Yahya menjelaskan bahwa ucapan salam seorang muslim kepada nonmuslim seharusnya terbatas pada “assalamu a’laikum“. Selain itu, bisa menggunakan kata-kata seperti “selamat pagi”, yang tidak menunjukkan berdoa kepada sesuatu yang diyakini oleh umat agama lain.
2. Salam dari Agama Lain dapat Mengandung Kesyirikan
Fatwa MUI membatasi kaum muslimin Indonesia untuk mengucapkan salam yang tidak mengandung makna syirik. Hal ini tertuang dalam Alquran surat At-Taubah ayat 31:
اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَۚ وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Artinya: “Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani) sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan.”
Contoh salam dalam perkara ini yaitu, “Om Swastiastu” yang bermakna “Tuhan” dari aksara suci umat Hindu. Begitu pula “Namo Buddhaya” yang berarti “Terpujilah Buddha”. Jelas ini bertentangan dengan akidah umat Islam.
3. Toleransi Hanya Berlaku pada Kehidupan Bermasyarakat
Sekjen Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia, Fikri Haiqal Arif berkata, “Kita bersama paham betapa pentingnya hidup rukun dengan latar belakang berbeda di negeri ini. Akan tetapi, toleransi antar umat beragama menjadi subur di tengah masyarakat ketika kita bisa saling menghargai tanpa mendiskreditkan antar satu agama dan lainnya. Bukan malah mencampuradukkan ibadah yang ada.”
Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Alquran surat Al-Kafirun ayat 6:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ
Artinya: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”
MUI berupaya membimbing umat agar menghindari perbuatan syirik yang besar. Toleransi tercermin dalam hidup berdampingan tanpa konflik, saling memberi makanan, tersenyum, dan menunjukkan akhlak terbaik seorang muslim tanpa membingungkan praktik ibadah.
Demikianlah penjelasan mengenai 3 poin utama dari fatwa MUI yang melarang salam lintas agama. Umat Muslim perlu berpegang pada batasan toleransi yang sewajarnya antar umat beragama, di mana warga nonmuslim bisa beribadah dengan aman di tempat ibadah mereka tanpa merasa terancam. Wallahu A’lam
Author: Triana Amalia (Aktivis Dakwah Muslimah)
Editor: Sylvia Kurnia Ritonga (Founder tatsqif.com)