Ikhtilaf Fiqh: Tanda Kebesaran Allah dalam Keberagaman Umat
TATSQIF ONLINE – Ikhtilaf, atau perbedaan pendapat, merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT. Dalam menciptakan manusia dengan beragam pandangan dan pemahaman, Allah menunjukkan bahwa kemakmuran dan kehidupan tidak akan terwujud tanpa adanya keragaman tersebut.
Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surah Hud ayat 118:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Artinya: “Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia itu satu umat, tetapi mereka senantiasa berselisih.”
Ayat ini mengingatkan umat Muslim bahwa mereka tidak dapat menghindari ikhtilaf sebagai bagian dari sunnatullah (hukum alam). Imam Al-Subkiy dalam Tabaqat al-Shafi’iyyah, membagi ikhtilaf menjadi tiga jenis.
Pertama, ikhtilaf dalam usul, yaitu perbedaan pendapat yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, ikhtilaf yang melibatkan perselisihan pendapat dan peperangan yang dapat menjadi haram jika tidak menginginkan kemaslahatan. Ketiga, ikhtilaf dalam masalah furu’, seperti ikhtilaf dalam hal halal dan haram.
Prof. Dr. Minhajuddin dalam Ikhtilaf dalam Fiqh, menambah pemahaman umat Muslim dengan membagi ikhtilaf ke dalam dua bagian besar: ikhtilaf dalam kepastian nash dan kualitasnya, serta ikhtilaf dalam pemahaman nash dan hikmahnya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa ikhtilaf tidak hanya terjadi dalam hal-hal yang bersifat furu’, tetapi juga dalam hal-hal yang lebih mendasar.
Pengertian Ikhtilaf
Secara etimologi, ikhtilaf berasal dari kata ikhtalafa-yakhtalifu-ikhtilaafan, yang berarti perbedaan pendapat dan paham. Dalam kitab Masa’il fil Fiqh Muqaran, penulisnya mengungkapkan bahwa ikhtilaf secara bahasa berarti tidak adanya kesepakatan dalam suatu hal. Secara terminologi, ikhtilaf adalah perbedaan pendapat antara dua orang atau lebih tentang suatu masalah tertentu.
Para ahli fiqh mendefinisikan ikhtilaf sebagai perbedaan pendapat antara satu mujtahid dan mujtahid lainnya dalam berijtihad dan berfatwa. Oleh karena itu, ikhtilaf menjadi suatu kenyataan yang tak terhindarkan, karena setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap suatu objek.
Jenis-Jenis Ikhtilaf
Ikhtilaf dalam fiqh terbagi menjadi tiga kategori utama. Pertama, ikhtilaf al-Maqbul, yang mencerminkan para ulama menerima perbedaan pendapat dalam masalah tersebut. Contohnya dalam pelaksanaan haji, para ulama mengemukakan berbagai pendapat mengenai jenis haji, seperti haji qiran, tamattu’, atau ifrad. Meskipun ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama, semua jenis haji tersebut adalah sah.
Selanjutnya, ikhtilaf madzmum adalah perbedaan pendapat yang tercela. Hal ini biasanya terjadi dalam masalah-masalah usul (pokok) yang telah jelas dalil qath’i-nya, sehingga tidak ada lagi alasan untuk memperdebatkannya. Misalnya, kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam.
Terakhir, ikhtilaf saigh maqbul adalah perbedaan pendapat yang terkait dengan masalah baru yang tidak ada dalil qath’i. Dalam konteks ini, para ulama melakukan ijtihad untuk menemukan solusi hukum yang sesuai.
Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf
Perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum Islam muncul akibat berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah perbedaan dalam pengertian kata-kata yang digunakan. Terkadang, ayat-ayat Al-Qur’an memiliki makna yang berbeda secara zhahir, yang mengharuskan para ulama untuk mencari jalan keluar yang sesuai.
Kedua, perbedaan penilaian terhadap hadis juga dapat menyebabkan ikhtilaf. Seorang ahli hadis mungkin menilai suatu hadis sebagai shahih, sementara yang lain tidak. Hal ini berpengaruh pada kesimpulan hukum yang terambil dari hadis tersebut.
Selanjutnya, perbedaan pendapat mengenai nashih-manshukh atau ayat dan hadis yang menghapus berlakunya nash sebelumnya juga seringkali menimbulkan perdebatan. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat mengenai mana yang mansukh dan mana yang tidak.
Perbedaan dalam menerima dalil-dalil hukum, seperti syar’u man qablana atau metodologi peng-istinbath-an hukum, juga menjadi faktor yang menyebabkan ikhtilaf. Misalnya, ada yang menerima penggunaan istihsan dan ada yang tidak, yang menyebabkan perbedaan dalam kesimpulan hukum.
Tujuan Mengetahui Sebab Ikhtilaf
Mengenali sebab-sebab terjadinya ikhtilaf sangat membantu umat Muslim menghindari taqlid buta. Dengan memahami dalil-dalil yang digunakan oleh para imam mazhab, umat dapat memperdalam kajian hukum.
Selain itu, pengetahuan ini mendorong umat untuk meneliti cara yang baik dalam menggali hukum. Hal ini juga membuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan dalam hukum fiqih dan menjadi mujtahid.
Hikmah Adanya Ikhtilaf
Ikhtilaf memberikan manfaat jika dilakukan dengan niat yang jujur dan kesadaran akan tanggung jawab bersama. Hal ini penting dalam berinteraksi dengan orang lain dan memperluas cakrawala berpikir.
Di samping itu, ikhtilaf juga mengasah kemampuan berargumentasi. Dengan mengikuti ketentuan dan adab yang terkandung dalam ikhtilaf, umat Muslim dapat menghindari perpecahan dan konflik yang merugikan.
Sikap Dalam Menghadapi Ikhtilaf
Sikap yang harus diambil dalam menghadapi perbedaan pendapat adalah mengikuti manhaj pertengahan. Umat Muslim perlu mencerminkan sikap tawazun dan keadilan, jauh dari sikap ekstrem atau mengurangi ajaran. Rasulullah SAW memberikan contoh bagaimana seharusnya umat Muslim menyikapi perbedaan pendapat dengan cara mendengarkan semua pendapat dari sahabat-sahabatnya sebelum mengambil kesimpulan.
Dalam konteks ini, penting untuk membangun dialog yang konstruktif dan saling menghargai pandangan yang berbeda. Dengan sikap terbuka dan saling menghormati, kita dapat memanfaatkan ikhtilaf sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan kedewasaan beragama.
Penutup
Ikhtilaf adalah realitas yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam konteks hukum Islam. Memahami sebab dan tujuan dari ikhtilaf dapat membantu kita bersikap lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan beragama. Semoga kita dapat menghadapi perbedaan dengan cara yang konstruktif, demi menjaga persatuan dan kesatuan umat. Wallahua’lam.
Bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam?
Bagaimana cara menyikapi ikhtilaf/perbedaan dalam hal ibadah supaya tidak terjadi persinggungan di tengah masyarakat?
Kita sebagai umat Islam, bagaimana cara kita menyikapi ikhtilaf agar tetap menjaga persatuan umat?
Dalam hal apa saja ikhtilaf dapat diterima, dan kapan dianggap tidak diperbolehkan dalam Islam?
Apa dampak dari ikhtilaf fiqh ini terhadap persatuan umat dalam memahami dan menghayati tanda tanda besar allah ?
Bagaimana cara ulama mencari titik temu dalam perbedaan pendapat?
Menurut pemateri bolehkah kita mencampur madzhab dalam konteks ibadah seperti sholat, apabila dikaitkan dengan pembahasan ikhtilaf tersebut?