Simak Peran 4 Mazhab Fiqih Sunni dalam Hukum Islam Modern
TATSQIF ONLINE – Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, mazhab fiqih Sunni memainkan peran penting dalam memberikan kerangka hukum yang mendukung kehidupan sosial dan ekonomi umat. Keempat mazhab utama—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—dibentuk oleh para tokoh yang memiliki pandangan dan metode istinbat hukum yang berbeda.
Masing-masing mazhab ini tidak hanya mengatur aspek ibadah, tetapi juga mencakup aspek muamalah yang sangat penting dalam interaksi sosial sehari-hari. Dengan memahami mazhab-mazhab ini, umat Islam dapat memperoleh pedoman yang jelas dalam menghadapi berbagai masalah hukum yang kompleks di tengah masyarakat yang dinamis.
Setiap mazhab memiliki pendekatan tersendiri dalam menginterpretasikan Al-Qur’an dan hadis, serta dalam merespons perkembangan zaman. Selain itu, melalui metodologi yang beragam, para tokoh mazhab memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan hukum Islam, sehingga hukum tersebut menjadi relevan dengan konteks kehidupan masyarakat.
Tokoh-Tokoh Mazhab Fiqih Sunni
1. Mazhab Hanafi
Pendiri: Imam Abu Hanifah (80 H – 150 H)
Imam Abu Hanifah, seorang ulama yang lahir di Kufa, Irak, terkenal sebagai pendiri mazhab Hanafi. Ia membangun mazhab ini dengan mengutamakan metode qiyas (analogi) dan ra’y (pendapat pribadi). Keterbatasan hadits yang ada di Irak pada masa itu mendorong Abu Hanifah untuk menggunakan akal dan logika dalam menetapkan hukum.
Ciri Khas: Mazhab Hanafi terkenal sebagai mazhab Ahli Qiyas. Fleksibilitas dalam berijtihad menjadi ciri utama, yang memungkinkan penyesuaian dengan kondisi sosial yang berubah. Misalnya, dalam konteks transaksi jual beli, mazhab ini memperbolehkan transaksi tanpa lafaz ijab kabul, asalkan terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sangat relevan dengan praktik modern, seperti pembelian online.
Pengaruh: Mazhab ini berkembang pesat di Irak dan menjadi mazhab resmi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Pengaruhnya meluas hingga Asia Selatan, Turki, dan negara-negara lainnya.
2. Mazhab Maliki
Pendiri: Imam Malik bin Anas (93 H – 179 H)
Imam Malik bin Anas, yang lahir di Madinah, mendirikan mazhab Maliki dengan fokus pada praktik masyarakat Madinah sebagai sumber hukum. Ia berargumen bahwa tindakan masyarakat Madinah mencerminkan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Ciri Khas: Mazhab Maliki sangat mengutamakan praktik penduduk Madinah. Hal ini memberikan otoritas tambahan pada tradisi yang ada di kota suci ini. Pendekatan ini sangat relevan ketika menganalisis konteks sosial dan budaya masyarakat.
Pengaruh: Mazhab ini kuat di Afrika Utara, khususnya di Maroko, dan memiliki pengaruh besar dalam tradisi Islam di kawasan tersebut. Dalam hal ekonomi, mazhab Maliki melarang transaksi riba, yang berdampak pada keputusan dalam perbankan syariah masa kini. Praktik masyarakat Madinah yang menghindari riba menjadi contoh bagi umat Islam dalam bertransaksi.
3. Mazhab Syafi’i
Pendiri: Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150 H – 204 H)
Imam Syafi’i, yang lahir di Gaza, Palestina, dan kemudian tumbuh di Mekkah serta Madinah, mengembangkan mazhab Syafi’i dengan mengintegrasikan pendekatan hadis dan qiyas. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya ijma’ (konsensus) dan istidlal (penalaran) dalam proses penarikan hukum. Pendekatan ini menunjukkan keseimbangan antara tradisi dan penalaran dalam menetapkan hukum Islam.
Ciri Khas: Ciri khas mazhab Syafi’i adalah penggabungan antara hadits dan qiyas. Hal ini menjadikannya sebagai jembatan antara dua metode hukum yang berbeda. Dalam banyak hal, mazhab ini menjadi solusi bagi konflik antara tradisi dan rasionalitas.
Pengaruh: Mazhab Syafi’i memiliki banyak pengikut di Indonesia, Mesir, dan beberapa bagian Asia Tenggara. Dalam praktik jual beli, mazhab ini mensyaratkan adanya ijab kabul yang jelas untuk mencegah sengketa di kemudian hari, terutama dalam transaksi properti. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam setiap transaksi.
4. Mazhab Hanbali
Pendiri: Imam Ahmad bin Hanbal (164 H – 241 H)
Imam Ahmad bin Hanbal, lahir di Baghdad, mendirikan mazhab Hanbali dengan menekankan penggunaan hadits sebagai sumber utama hukum. Ia memiliki skeptisisme terhadap ijma’ setelah generasi sahabat.
Ciri Khas: Mazhab Hanbali terkenal ketat dalam penerapan hadis dan tidak mengakui ijma’ setelah sahabat. Sebagai hasilnya, pendekatan ini mencerminkan sikap konservatif terhadap inovasi dalam penetapan hukum. Dengan demikian, mazhab ini lebih memilih menggunakan nash dari Al-Qur’an dan sunnah.
Pengaruh: Meskipun memiliki pengikut paling sedikit daripada tiga mazhab lainnya, Hanbali memiliki pengaruh signifikan di Arab Saudi dan kalangan Salafi. Dalam konteks kontrak kerja, mazhab ini mengharuskan semua aspek kontrak harus jelas dan tidak ambigu. Misalnya, ketentuan mengenai gaji dan waktu kerja harus ditentukan secara eksplisit untuk menghindari perselisihan.
Metode Istinbat Hukum
Keempat mazhab ini memiliki metode istinbat hukum yang mencerminkan perbedaan pendekatan mereka terhadap sumber hukum:
Hanafi: Menggunakan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, istihsan (preferensi), dan ‘urf (kebiasaan). Istihsan menjadi alat penting untuk memilih alternatif yang lebih sesuai dengan situasi.
Maliki: Berlandaskan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, dan mashalih al-mursalah (kepentingan umum). Pendekatan ini memperhatikan maslahat umum umat.
Syafi’i: Mengandalkan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, dan istidlal. Penalaran logis dalam menarik kesimpulan hukum menjadi penekanan dalam mazhab ini.
Hanbali: Utamanya menggunakan Al-Qur’an dan sunnah; lebih selektif dalam penerimaan ijma’ dan qiyas. Pendekatan ini mencerminkan sikap konservatif terhadap inovasi dalam penetapan hukum.
Penutup
Keempat mazhab fiqih Sunni—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—menjadi warisan berharga dalam hukum Islam. Masing-masing mazhab memiliki pendekatan unik. Pendekatan ini mencerminkan konteks sosial dan budaya tempat mereka berkembang. Oleh karena itu, penerapan hukum mazhab sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Imam Abu Hanifah menekankan penggunaan akal dan logika dalam menetapkan hukum. Oleh karena itu, pendekatan fleksibel ini membantu umat Islam beradaptasi dengan situasi modern. Di sisi lain, Imam Malik bin Anas mendorong praktik masyarakat Madinah sebagai dasar penetapan hukum. Sementara itu, mazhab Syafi’i menggabungkan hadits dan qiyas, sedangkan mazhab Hanbali menekankan ketelitian dalam mengikuti hadis.
Memahami perbedaan dan keunikan masing-masing mazhab adalah langkah penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Selanjutnya, setiap mazhab memberikan solusi dan panduan yang relevan. Dengan demikian, mazhab-mazhab ini memperkaya cara kita berinteraksi dengan sesama dan lingkungan sekitar. Wallahua’lam.
Rahmayani & Sa’diah Harahap (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa tantangan yang dihadapi mazhab 4 ini dalam menerapkan Prinsip prinsip mereka di tengah perubahan sosial?
Mengapa dalam perkembangan hukum islam menimbulkan 4 mazhab tersebut?
Apa peran qiyas dan ijma’ dalam istinbat hukum? Dan bagaimana penerapannya dalam menentukan hukum baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadist?
Bagaimana metode istinbat hukum yang di lakukan oleh imam syafi’i melalui Istidlal?
Apa saja kontribusi masing-masing dari empat mazhab fiqih Sunni (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dalam pengembangan hukum Islam modern?