Uraian Nasikh dan Mansukh Berdasarkan Ulumul Qur’an, Simak
TATSQIF ONLINE – Salah satu aspek penting dalam Ulumul Qur’an adalah konsep nasikh dan mansukh, yaitu ayat yang menghapus dan ayat yang dihapus. Pemahaman terhadap kedua konsep ini sangat vital untuk mengetahui dinamika hukum dalam Islam serta agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengamalkan ajaran Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam tidak datang secara sekaligus, melainkan bertahap sesuai dengan kondisi sosial, psikologis, dan spiritual umat Islam pada masa awal kenabian.
Konsep nasikh dan mansukh bukanlah bentuk kontradiksi dalam Al-Qur’an, melainkan bagian dari kesempurnaan wahyu. Allah menurunkan hukum secara bertahap sebagai bentuk rahmat-Nya kepada umat manusia. Karena itu, memahami naskh menjadi wajib bagi para mufassir, mujtahid, dan siapa pun yang mendalami syariat Islam secara mendalam.
Pengertian Nasikh dan Mansukh
Secara etimologis, kata nasikh berasal dari bahasa Arab nasakha yang bermakna menghapus, menggantikan, atau memindahkan. Dalam konteks ilmu Al-Qur’an, nasikh adalah ayat atau hukum yang datang kemudian dan menggantikan hukum syar’i sebelumnya. Sebaliknya, mansukh berarti sesuatu yang dihapus. Dalam pengertian istilah, mansukh adalah ayat atau hukum syar’i yang dihapus atau diganti oleh dalil lain yang datang sesudahnya.
Ibnu Qudamah dalam kitab Rawdhatun Nadhir menjelaskan bahwa naskh adalah penghilangan hukum yang ada dengan dalil yang datang setelahnya. Sedangkan menurut Al-Baidhowi dalam tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, naskh adalah penjelasan tentang berhentinya suatu hukum syariat melalui dalil yang baru. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Tafsîr Al-‘Utsaimin memperjelas bahwa naskh berarti menghapuskan hukum atau lafaz syar’i dengan dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Dengan demikian, istilah nasikh merujuk pada hukum atau ayat yang datang kemudian untuk menggantikan atau menghapus hukum terdahulu (mansukh), baik dari sisi lafazh, hukum, atau keduanya sekaligus.
Tujuan Adanya Nasikh dan Mansukh
Adanya nasikh dan mansukh dalam syariat Islam mencerminkan sifat hikmah dan kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya. Syariat Islam tidak diberikan sekaligus secara kaku, tetapi secara bertahap sesuai dengan kesiapan umat.
Tujuan-tujuan utama dari adanya nasikh dan mansukh antara lain:
- Pendidikan Bertahap: Hukum diturunkan bertahap dari yang ringan menuju yang lebih sempurna agar umat Islam dapat menyesuaikan diri secara bertahap, baik secara mental maupun sosial.
- Penyesuaian dengan Realitas Sosial: Syariat Allah mengakomodasi perubahan kondisi sosial dan budaya umat. Karena itu, naskh mencerminkan fleksibilitas hukum Islam tanpa mengurangi kesempurnaannya.
- Ujian Ketaatan: Naskh juga berfungsi sebagai ujian keimanan, untuk menguji siapa yang taat terhadap perubahan hukum yang ditetapkan oleh Allah.
Menurut Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi dalam Adhwa’ul Bayan, naskh adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umat Islam. Ketika kondisi berubah, hukum yang berlaku juga dapat berubah, dan itu mencerminkan keadilan serta kesempurnaan syariat.
Contoh Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an
Untuk memahami lebih konkret, berikut dua contoh nyata tentang nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an.
Contoh Pertama: Hukum Perang
- Mansukh: “Tahanlah tanganmu (dari peperangan) dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat.” QS An-Nisa ayat 77.
Ayat ini turun pada masa awal Islam, ketika umat Islam belum diizinkan berperang karena keterbatasan kekuatan dan kondisi sosial. - Nasikh: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman…” QS At-Taubah ayat 29.
Ayat ini turun setelah umat Islam kuat secara militer dan sosial. Hukum sebelumnya dihapus dan diganti dengan perintah berjihad menghadapi orang-orang kafir yang memerangi Islam.
Contoh Kedua: Pengharaman Khamar
- Mansukh: “Janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk…” QS An-Nisa ayat 43.
Ayat ini adalah tahapan awal dalam pengharaman khamar, yang hanya melarang konsumsi khamar saat hendak salat. - Nasikh: “Sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala… adalah najis dan termasuk perbuatan setan.” QS Al-Ma’idah ayat 90.
Ayat ini merupakan pengharaman total terhadap khamar, menasakh ayat sebelumnya. Inilah contoh penerapan pendidikan hukum secara bertahap.
Syarat-Syarat Nasikh dan Mansukh
Para ulama menetapkan beberapa syarat agar suatu ayat benar-benar dianggap sebagai nasikh atau mansukh. Syarat-syarat tersebut adalah:
- Dalil yang Sah: Kedua ayat atau dalil yang dibandingkan harus berasal dari Al-Qur’an atau hadits sahih.
- Tidak Bisa Digabungkan: Tidak mungkin ada penggabungan (jam’u) antara keduanya secara makna. Jika masih bisa dijamak, maka bukan naskh.
- Kronologi Jelas: Ayat nasikh harus turun setelah ayat mansukh. Tanpa kronologi yang pasti, tidak boleh dihukumi naskh.
- Ada Dalil Shahih yang Menunjukkan Naskh: Harus ada dalil eksplisit dari sahabat atau ijma’ ulama yang menjelaskan bahwa terjadi naskh.
Al-Kamal Ibnul Humam dalam Tahrir fi Ushul al-Fiqh menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menetapkan naskh. Tidak semua perbedaan hukum atau perintah dalam Al-Qur’an berarti terjadi penghapusan. Bisa jadi hanya pengkhususan atau penafsiran yang lebih rinci.
Macam-Macam Naskh
Ulama membagi naskh ke dalam beberapa kategori, antara lain:
- Naskh hukum, lafazh tetap: Hukum tidak lagi diamalkan, tetapi ayat tetap dibaca. Contoh: QS Al-Anfal ayat 65 dinasakh oleh QS Al-Anfal ayat 66.
- Naskh lafazh, hukum tetap: Ayat tidak lagi dibaca, tetapi hukumnya tetap diamalkan. Contoh: Ayat rajm (hukuman bagi pezina yang sudah menikah) menurut Umar bin Khattab tetap berlaku walau tidak tertulis dalam mushaf.
- Naskh hukum dan lafazh sekaligus: Baik teks maupun hukum dihapus. Contohnya adalah ayat tentang sepuluh kali penyusuan yang dihapus secara lafazh dan hukum.
Penutup
Kajian nasikh dan mansukh dalam Ulumul Qur’an merupakan cabang penting dalam memahami perkembangan wahyu dan dinamika hukum Islam. Tanpa memahami konsep ini, seseorang akan kesulitan membedakan antara hukum yang masih berlaku dan yang telah dihapus.
Pemahaman yang benar terhadap naskh memberikan kemampuan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat, tidak bertentangan, dan selaras dengan maqashid syari’ah. Oleh karena itu, setiap pembelajar ilmu-ilmu Islam, khususnya tafsir dan ushul fiqih, perlu menguasai konsep ini secara utuh dan sistematis. Wallahua’lam.
Elisnawati br Naibaho (Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary)

Bagaimana cara mengetahui nasikh dan mansukh dalam Al-Quran atau Sunnah?
Apa peran asbab al-nuzul (sebab turunnya ayat) dalam menentukan nasikh dan mansukh?
Bagaimana reaksi umat muslim ketika turun pertama kali ayat mansukh pada masa itu?
Maksudnya ayat nasikh
apakah ada pertentangan dalam Al-Qur’an jika ada ayat yang dinasakh atau dibatalkan