Pemeliharaan Al-Qur’an: Kodifikasi & Penyebaran Mushaf Utsmani
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk hidup bagi seluruh manusia. Pemeliharaan keasliannya telah menjadi perhatian utama sejak masa kenabian hingga kini. Pada masa Rasulullah, Al-Qur’an dihafal oleh para sahabat dan ditulis secara terpisah di berbagai media seperti pelepah kurma, kulit binatang, dan batu.
Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kebutuhan untuk membukukan Al-Qur’an menjadi sangat mendesak, khususnya ketika para penghafal mulai gugur dalam peperangan. Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam pembukuan Al-Qur’an adalah Khalifah Utsman bin Affan. Masa pemerintahannya ditandai oleh penyebaran Islam yang pesat dan meningkatnya perbedaan bacaan Al-Qur’an di berbagai wilayah, yang mendorong Utsman mengambil langkah penting dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an.
Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pemeliharaan Al-Qur’an menjadi tanggung jawab para sahabat. Pada masa Rasulullah, Al-Qur’an belum dibukukan dalam satu mushaf resmi, melainkan dituliskan secara terpisah di media yang beragam dan dihafal oleh para sahabat (huffaz). Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, setelah terjadinya Perang Yamamah yang menyebabkan banyaknya huffaz gugur, Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar agar Al-Qur’an dibukukan dalam satu mushaf agar wahyu Allah tidak hilang.
Zaid bin Tsabit ditugaskan untuk mengumpulkan dan menyusun mushaf pertama yang kemudian disimpan oleh Abu Bakar dan diwariskan kepada Umar hingga akhirnya disimpan oleh Hafsah binti Umar. Namun, perkembangan wilayah Islam yang pesat di masa pemerintahan Utsman bin Affan menghadirkan persoalan baru. Islam telah tersebar ke wilayah yang luas seperti Persia, Syam, Mesir, dan Armenia. Di wilayah-wilayah ini, perbedaan dialek dan bacaan (qira’at) mulai menimbulkan perselisihan yang berpotensi memecah belah umat Islam (Ibn Kathir, Al-Bidayah wa An-Nihayah).
Ide dan Inisiatif Khalifah Utsman bin Affan
Melihat situasi yang mengkhawatirkan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan merasa perlu mengambil tindakan cepat guna menjaga kemurnian Al-Qur’an dan mencegah perpecahan umat. Inisiatif ini muncul setelah seorang sahabat bernama Hudzaifah bin al-Yaman yang baru kembali dari ekspedisi militer di Armenia dan Azerbaijan menyampaikan kekhawatirannya kepada Utsman mengenai pertikaian umat akibat perbedaan bacaan Al-Qur’an. Menyadari potensi bahaya tersebut, Utsman berinisiatif untuk menyatukan bacaan Al-Qur’an dalam satu mushaf resmi yang akan dijadikan standar bagi seluruh wilayah kekuasaan Islam (Al-Azami, The History of the Qur’anic Text).
Proses Penulisan Mushaf Utsmani
Khalifah Utsman membentuk sebuah tim khusus yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit, dengan dibantu oleh Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Tim ini bertugas menyalin mushaf Al-Qur’an berdasarkan salinan yang disusun pada masa Abu Bakar dan disimpan oleh Hafsah. Langkah-langkah yang diambil oleh Utsman dalam proses penulisan mushaf ini adalah sebagai berikut:
Menghancurkan Mushaf Tak Resmi
Untuk mencegah perbedaan bacaan, mushaf-mushaf tidak resmi yang beredar dihancurkan agar umat hanya merujuk pada mushaf Utsmani (Al-Dhahabi, Siyar A’lam al-Nubala).
Mengambil Mushaf Hafsah
Utsman meminta mushaf yang dimiliki oleh Hafsah sebagai acuan utama.
Penulisan dengan Dialek Quraisy
Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy, Utsman memerintahkan agar mushaf disalin menggunakan dialek ini untuk menyatukan bacaan yang berbeda-beda di berbagai wilayah.
Membuat Salinan Resmi
Setelah mushaf standar selesai, beberapa salinan dibuat dan dikirimkan ke provinsi-provinsi Islam seperti Kufah, Basrah, Syam, dan Mesir.
Hasil Penulisan dan Penyebarluasan Mushaf
Upaya tersebut menghasilkan Mushaf Utsmani, yang menjadi standar bacaan Al-Qur’an hingga saat ini. Mushaf ini disalin dalam jumlah terbatas dan disebarkan ke pusat-pusat kekuasaan Islam. Selain itu, Khalifah Utsman juga mengirim qari (pembaca Al-Qur’an yang fasih) untuk mengajarkan bacaan yang benar kepada masyarakat. Dengan langkah ini, umat Islam di seluruh wilayah kekuasaan dapat membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang seragam, mencegah pertikaian akibat perbedaan qira’at, dan menjaga keaslian wahyu (Saeed, The Qur’an: An Introduction).
Kesimpulan
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khalifah Utsman bin Affan merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam. Dengan menyatukan bacaan dan membakukan satu mushaf resmi, Utsman telah mencegah potensi perpecahan umat. Keputusan ini mencerminkan kepemimpinan visioner yang tidak hanya menjaga kesatuan umat, tetapi juga melestarikan kemurniaan wahyu. Hingga kini, umat Islam masih membaca Al-Qur’an berdasarkan mushaf standar yang diwariskan dari masa Khalifah Utsman bin Affan. Wallahua’lam.
Riskiani Siregar (Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary)

Mengapa penting dilakukan penyebaran Mushaf Utsmani ke berbagai wilayah Islam saat itu?
Bagaimana mushaf Utsmani di sebarkan ke berbagai wilayah di dunia Islam dan bagaimana hal ini mempengaruhi perkembangan budaya dan peradaban Islam
Apa perbedaan signifikan antara mushaf-mushaf Al-Qur’an sebelum dan sesudah kodifikasi Utsmani?
Bagaimana penyebaran Mushaf Utsmani dan bagaimana perannya dalam penyebaran Al-Quran?