Nasab Anak Bayi Tabung dalam Pandangan Hukum Islam, Simak
TATSQIF ONLINE – Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan kehadiran seorang anak sebagai buah cinta mereka. Namun, tidak semua pasangan langsung dikaruniai keturunan setelah menikah.
Bagi sebagian pasangan, bertahun-tahun pernikahan bisa berlalu tanpa kehadiran anak. Hal ini tentu menjadi kegelisahan tersendiri, terutama ketika usia semakin bertambah.
Di usia yang makin menua, harapan memiliki anak bisa terasa semakin sulit terwujud. Namun, ajaran syariat Islam mengajarkan umatnya untuk tidak berputus asa, untuk senantiasa berikhtiar (berusaha) dan bertawakal kepada Allah SWT dalam mencapai karunia-Nya, termasuk karunia berupa keturunan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an bahwa setiap kesulitan pasti ada solusi, termasuk kesulitan dalam memperoleh keturunan. Salah satu janji Allah ini tercantum dalamAlquran Surah Al-Insyirah ayat 6:
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Ayat ini menjadi pengingat penting bagi pasangan yang belum dikaruniai anak, bahwa selalu ada jalan dan kemudahan yang Allah SWT siapkan di balik setiap cobaan yang diberikan. Namun, upaya dan ikhtiar yang sesuai dengan syariat tetap penting, baik dalam bentuk ikhtiar spiritual maupun ikhtiar medis.
Ikhtiar dalam Mencari Keturunan
Pembuahan alami terjadi melalui proses hubungan seksual antara suami dan istri, sesuai dengan fitrah yang telah Allah tetapkan. Namun, ada kalanya pembuahan alami ini sulit terwujud.
Salah satu penyebabnya bisa berupa kerusakan atau penyumbatan pada saluran indung telur (tuba fallopii), sehingga sel telur tidak bisa mencapai rahim. Selain itu, kelemahan pada sperma suami, seperti sperma yang tidak cukup kuat untuk mencapai sel telur, juga dapat menjadi faktor penghalang.
Dalam Islam, tidak ada larangan untuk mencari solusi medis selama solusi tersebut tidak bertentangan dengan ajaran syariat. Rasulullah SAW bersabda:
تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا الْهَرَمَ
Artinya: Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya, kecuali penyakit tua,” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Hadis ini menegaskan bahwa Islam mendorong umatnya untuk berikhtiar mencari pengobatan atau solusi bagi masalah kesehatan, termasuk masalah yang terkait dengan ketidaksuburan.
Teknologi Medis dan Solusi Bayi Tabung
Di era modern, teknologi medis telah berkembang pesat. Salah satu solusi bagi pasangan yang sulit memperoleh keturunan adalah teknologi bayi tabung atau inseminasi buatan. Dalam istilah medis, teknologi ini disebut In Vitro Fertilization (IVF).
Proses IVF dilakukan dengan cara mempertemukan sel sperma dan sel telur di luar tubuh (di laboratorium), kemudian embrio yang terbentuk dimasukkan ke dalam rahim sang istri. Ini adalah salah satu alternatif bagi pasangan yang mengalami masalah pada saluran tuba falopii atau sperma yang tidak cukup kuat untuk membuahi sel telur secara alami.
Namun, penggunaan teknologi medis modern ini menimbulkan berbagai pertanyaan dalam perspektif hukum Islam. Apakah teknologi bayi tabung ini diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana hukum dan syarat-syarat penggunaannya menurut syariat?
Pandangan Islam Tentang Bayi Tabung
Islam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk bagaimana manusia menjaga keturunan dan memelihara nasab (garis keturunan). Oleh karena itu, segala bentuk upaya medis yang terkait dengan reproduksi harus tunduk pada ketentuan syariat. Dalam hal ini, ulama memiliki pandangan yang jelas mengenai hukum bayi tabung.
Menurut mayoritas ulama, teknologi bayi tabung diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa sperma dan sel telur yang digunakan harus berasal dari pasangan suami istri yang sah. Hal ini sesuai dengan prinsip menjaga nasab dan menghindari percampuran nasab yang dilarang dalam Islam.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۭ
Artinya: Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat ini menekankan pentingnya menjaga kemurnian nasab dan tatanan sosial, di mana suami dan istri memiliki hubungan yang sah dan jelas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa bayi tabung hukumnya mubah. Fatwa ini berlaku jika sperma dan sel telur berasal dari suami istri yang sah.
Namun, apabila proses inseminasi melibatkan donor sperma atau sel telur dari pihak ketiga, maka tindakan tersebut haram dalam Islam. MUI menyatakan surrogacy haram karena melibatkan pihak ketiga dalam reproduksi. Campur aduk nasab ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menjaga kejelasan nasab.
Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Pentingnya Menjaga Nasab
Salah satu alasan kuat mengapa Islam sangat menjaga kejelasan nasab adalah karena nasab berkaitan dengan kemahraman dan hukum waris. Dalam Islam, anak yang lahir dari hasil hubungan yang tidak sah tidak memiliki hak waris dari ayah biologisnya, dan ini bisa menjadi sumber ketidakadilan di kemudian hari.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Ahzab ayat 4-5:
مَا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٍۢ مِّن قَلْبَيْنِۢ فِى جَوْفِهِۦ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَٰجَكُمُ ٱلَّـٰٓـِٔى تُظَٰهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَـٰتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَٰهِكُمْ ۖ وَٱللَّهُ يَقُولُ ٱلْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى ٱلسَّبِيلَ ٱدْعُوهُمْ لِءَابَآئِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا
Artinya: Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hadis juga menegaskan larangan bercampurnya nasab. Rasulullah SAW bersabda:
لَا يُبَاشِرْنَ رِجَالَكُمْ نِسَاءَكُمْ فِي وَلَدِ النَّاسِ
Artinya: “Jangan biarkan laki-laki kalian menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang bukan istrinya,” (HR Abu Daud).
Hadis ini dengan jelas melarang suami mencampurkan spermanya dengan sel telur wanita lain yang bukan istrinya. Larangan ini berlaku baik melalui hubungan seksual maupun teknologi medis.
Penyewaan Rahim dalam Perspektif Islam
Selain inseminasi buatan, ada satu bentuk teknologi medis lain yang disebut surrogacy atau penyewaan rahim. Dalam surrogacy, pasangan suami istri membuahi embrio dan menanamkannya di rahim wanita lain. Wanita yang disewa ini kemudian mengandung bayi tersebut.
Praktik ini biasa disebut “pengganti rahim”. Namun, surrogacy menimbulkan berbagai persoalan dalam hukum Islam, terutama terkait dengan nasab dan hak asuh anak.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan surrogacy haram karena terjadinya percampuran nasab. Dalam praktik ini, anak memiliki dua ibu: ibu biologis dan ibu kandung yang melahirkan. Kondisi ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang menjaga kejelasan nasab.
Kesimpulan
Teknologi reproduksi seperti bayi tabung (IVF) hukumnya boleh dalam Islam dengan syarat ketat bahwa sperma dan sel telur berasal dari pasangan suami istri yang sah. Tujuannya adalah untuk menjaga kejelasan nasab anak.
Namun, penggunaan donor sperma, sel telur, atau penyewaan rahim haram hukumnya dalam Islam. Hal ini karena dapat menimbulkan percampuran nasab dan melanggar prinsip syariat. Islam mengajarkan bahwa menjaga keturunan adalah salah satu hal penting dalam menjaga tatanan masyarakat dan kemuliaan manusia.
Bagi pasangan yang kesulitan mendapatkan keturunan, Islam mendorong ikhtiar dalam batas syariat. Umat Islam wajib mengikuti petunjuk Allah dalam setiap aspek kehidupan. Termasuk dalam teknologi reproduksi, agar ikhtiar tetap di jalan yang benar serta mendapat keridhoan Allah SWT. Wallahua’lam.
Kiki Tandra Pranata (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana hubungan mahram antara anak adopsi dan keluarga angkatnya?
Apakah status nasab anak yang dilahirkan melalui teknologi bayi tabung berbeda dengan anak yang alami lahir secara islam?
Apakah ada perbedaan dalam tingkat kecerdasan antara anak-anak hasil bayi tabung dan anak-anak yang lahir secara alami?
Bagaimana cara menentukan status hukum sel telur dan sperma yang digunakan dalam bayi tabung jika berasal dari donor, mengingat isu kepemilikan dan garis keturunan dalam Islam?
Artikel yang sangat unik dan bagus
Jika dalam proses bayi tabung di gunakan sperma dari pria lain(donor sperma) bagaimana status nasab anak tersebut dalam hukum Islam?
Artikelnya sangat bagus dan bermanfaat 👍🏻
Artikel ini sangat baik dan komprehensif dalam menjelaskan tentang nasab anak hasil bayi tabung dalam perspektif hukum Islam karena mampu menghubungkan nilai-nilai agama dengan perkembangan ilmu pengetahuan secara jelas dan akurat.
Bagaimana hukum islam mengatur warisan bagi anak yang nasabnya tidak jelas?
Artikelnya sangat bagus dan sangat bermanfaat
Artikel nya bagus semoga bermanfaat bagi pembaca 🤲🏻
Apa hukum bayi tabung yang sperma nya bukan dari suami sah dan bagaimana kedudukan anak yang di lahirkan melalui proses bayi tabung yg sperma nya bukan dari sumi sah.
Bagaimana hukumnya bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain misalnya dari istri kedua dititipkan pada istri pertama?
Artikel nya cukup memuaskan dan muda di pahami..dapat menjadi rujukan👍🏼👍🏼
Artikel yang sangat bermanfaat bagi para pembaca
Apakah bayi tabung dianggap sebagai anak sah dalam hukum Islam?
Bagaimana status hukum anak bayi tabung jika terjadi perceraian antara pasangan yang melakukan bayi tabung?
Mengapa kejelasan nasab penting dalam hukum Islam, dan apa dampaknya bagi anak yang lahir dari donor sperma jika nasabnya tidak jelas?
Bagaimana hukum Islam menentukan nasab anak yang lahir dari proses bayi tabung jika sperma dan ovum berasal dari pasangan suami istri yang sah? Apakah status nasabnya sama dengan anak yang lahir secara alami?
Artikel yang sangat bermanfaat sekali untuk menambah pengetahuan
Siapa yang menganjurkan harus ada istilah bayi tabung?