Metode Penafsiran Hukum: Konsep ‘Amm, Khash, Amr, dan Nahi
TATSQIF ONLINE – Ushul fiqh merupakan disiplin ilmu yang berfungsi sebagai kerangka metodologis dalam memahami dan menggali hukum dari dalil-dalil syariat. Salah satu aspek terpenting dalam ushul fiqh adalah pembahasan tentang kaidah-kaidah bahasa, termasuk konsep ‘Amm (umum), Khash (khusus), Amr (perintah), dan Nahi (larangan). Keempat konsep ini memiliki peran vital dalam memberikan batasan dan kejelasan terhadap pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, sehingga hukum yang dihasilkan sesuai dengan tujuan syariat.
Kesalahan dalam memahami kaidah ini dapat mengakibatkan penafsiran yang keliru terhadap hukum-hukum Allah. Oleh karena itu, diperlukan penguasaan mendalam terhadap makna, ruang lingkup, dan penerapan kaidah-kaidah ini, agar seorang muslim dapat memahami dan mengamalkan syariat dengan benar, sesuai dengan prinsip-prinsip ushul fiqh.
Pengertian ‘Amm
Secara bahasa, ‘Amm berarti sesuatu yang bersifat umum atau menyeluruh. Dalam ushul fiqh, ‘Amm didefinisikan sebagai lafadz yang menunjukkan makna umum mencakup seluruh satuan yang termasuk dalam cakupannya tanpa batasan tertentu. Contoh lafadz ‘Amm adalah kata “semua,” “setiap,” atau “seluruh.”
Contoh penggunaan lafadz ‘Amm dalam Al-Qur’an:
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Kata كُلِّ menunjukkan makna keumuman yang mencakup segala sesuatu tanpa pengecualian.
Kaidah-Kaidah Terkait ‘Amm
1. Keumuman berlaku hingga ada dalil pembatas:
Lafadz ‘Amm berlaku secara menyeluruh sampai ditemukan dalil lain yang membatasinya. Contohnya:
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍۢ قَدِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 20)
Makna “segala sesuatu” di sini bersifat menyeluruh, kecuali jika ada dalil yang mengecualikannya.
2. Keumuman dapat mencakup perintah atau larangan secara luas:
Contohnya, perintah dalam ayat:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ
Artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu.” (QS. An-Nisa: 1)
Seruan ini berlaku umum untuk seluruh manusia tanpa kecuali.
Pengertian Khash
Khash, secara bahasa, berarti khusus atau tertentu. Dalam istilah ushul fiqh, Khash adalah lafadz yang menunjukkan makna tertentu, yang cakupannya terbatas pada satuan-satuan tertentu saja.
Contoh dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin…” (QS. At-Taubah: 60)
Lafadz ٱلْفُقَرَآءِ dan ٱلْمَسَٰكِينِ menunjukkan kelompok tertentu yang berhak menerima zakat.
Kaidah-Kaidah Terkait Khash
1. Khash membatasi keumuman lafadz ‘Amm:
Ketika lafadz Khash hadir bersama ‘Amm, maka Khash berfungsi membatasi cakupan keumuman tersebut. Contoh:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ… إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah… kecuali jika dalam keadaan darurat.” (QS. Al-Baqarah: 173)
Lafadz إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ mengkhususkan larangan bangkai dalam kondisi darurat.
2. Makna Khash lebih spesifik dibandingkan ‘Amm:
Contohnya adalah larangan riba:
وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
Artinya: “Dan Allah mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Larangan ini ditujukan secara khusus kepada praktik riba dalam muamalah.
Pengertian Amr
Amr, secara bahasa, berarti perintah. Dalam ushul fiqh, Amr adalah tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajatnya kepada pihak yang lebih rendah.
Contoh dalam Al-Qur’an:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Ayat ini berisi perintah Allah kepada hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Kaidah-Kaidah Terkait Amr
1. Amr menunjukkan kewajiban kecuali ada indikasi lain:
Contoh perintah dalam ayat:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berpuasa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Perintah puasa dalam ayat ini menunjukkan kewajiban.
2. Amr tidak menunjukkan pengulangan kecuali ada dalil yang menegaskan:
Contoh:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Perintah berkurban ini berlaku sekali dalam setahun (pada Idul Adha), bukan setiap hari.
Pengertian Nahi
Nahi, secara bahasa, berarti larangan. Dalam istilah ushul fiqh, Nahi adalah tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Contoh dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina.” (QS. Al-Isra: 32)
Ayat ini secara eksplisit melarang mendekati perbuatan zina.
Kaidah-Kaidah Terkait Nahi
1. Larangan menunjukkan keharaman kecuali ada dalil lain:
Contoh:
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar.” (QS. Al-Baqarah: 219)
Larangan ini menegaskan keharaman khamar dan judi.
2. Larangan dapat menunjukkan batalnya perbuatan:
Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: “Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang tidak ada asalnya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan
Kaidah ‘Amm, Khash, Amr, dan Nahi adalah elemen fundamental dalam memahami hukum syariat. Lafadz ‘Amm mencakup semua hal secara umum, sementara Khash mempersempit cakupan tersebut. Amr memberikan arahan berupa perintah, sedangkan Nahi menetapkan larangan dan batasan. Dengan memahami kaidah-kaidah ini, umat Islam dapat menggali hukum syariat secara tepat dan bertanggung jawab, sehingga tercapai tujuan utama dari penerapan syariat, yaitu kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Wallahua’lam.
Fikri Yandi & Siti Nur Aisyah Hasibuan (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa yang dimaksud dengan kaidah ‘amm dan khash dalam konteks penafsiran hukum?
Dalam situasi dimanakah terdapat konflik antara perintah (amr) dan larangan (nahi) dan bagaimana seseorang hakim atau penafsir hukum dapat menentukan prioritas dalam penafsiran?
Bagaimana konsep amr dapat mempengaruhi keputusan hakim,baik dalam kasus individu maupun masyarakat?
Apa saja tantangan yang dihadapi dalam menerapkan metode penafsiran hukum dengan menggunakan konsep amm dan khas di dunia modern?