Konsep Ijtihad, Taqlid, Ittiba’, dan Talfiq dalam Ushul Fiqh, Simak
TATSQIF ONLINE – Penggalian hukum Islam merupakan upaya untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi umat melalui dalil-dalil syariat. Proses ini melibatkan pemahaman mendalam terhadap Al-Qur’an, Hadis, dan ijtihad ulama. Dalam ilmu Ushul Fiqh, konsep Ijtihad, Taqlid, Ittiba’, dan Talfiq menjadi landasan utama yang membimbing umat Islam memahami syariat dalam berbagai konteks kehidupan.
Keempat konsep ini memiliki karakteristik dan peran unik yang saling melengkapi. Ijtihad memungkinkan inovasi hukum sesuai tuntutan zaman, sementara taqlid membantu orang awam memahami syariat melalui panduan ulama. Ittiba’ mendorong pengamalan agama berdasarkan dalil yang jelas, dan talfiq memberikan fleksibilitas hukum dengan menggabungkan pandangan ulama dari berbagai mazhab.
Ijtihad: Jalan Inovasi dalam Penemuan Hukum
Ijtihad secara bahasa berasal dari kata jahada, yang berarti bersungguh-sungguh. Dalam istilah ushul fiqh, ijtihad adalah usaha maksimal seorang mujtahid untuk menggali hukum dari dalil-dalil syariat menggunakan metode istinbath yang valid. Muslehuddin mendefinisikan ijtihad sebagai “upaya menggali hukum dari Al-Qur’an dan Hadis dengan mempertimbangkan maslahat.”
Dalil tentang Ijtihad
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ، ثُمَّ أَصَابَ، فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا اجْتَهَدَ، ثُمَّ أَخْطَأَ، فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ
Artinya: “Jika seorang hakim berijtihad lalu benar, maka baginya dua pahala. Jika ia salah, maka baginya satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama membagi hukum ijtihad menjadi tiga: fardhu ‘ain ketika kondisi mendesak memerlukan hukum segera, fardhu kifayah jika cukup dilakukan oleh sebagian umat, dan sunnah dalam situasi biasa. Wahbah Al-Zuhaili dalam Ushul al-Fiqh al-Islami menambahkan bahwa ijtihad menjadi haram jika dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat sebagai mujtahid.
Contohnya adalah Khalifah Umar bin Khattab yang menunda hukuman potong tangan selama masa paceklik untuk melindungi rakyatnya dari dampak kelaparan. Hal ini menunjukkan bahwa ijtihad digunakan untuk mencapai maslahat umat sesuai dengan semangat syariat.
Taqlid: Mengikuti Tanpa Memahami Dalil
Taqlid berasal dari kata qallada, yang berarti mengalungkan sesuatu. Dalam ushul fiqh, taqlid adalah sikap menerima dan mengikuti pendapat seorang ulama tanpa memahami dalil yang mendasarinya. Imam Al-Ghazali mendefinisikan taqlid sebagai “menerima ucapan tanpa alasan atau dalil.”
Dalil tentang Taqlid
Allah SWT berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
Taqlid diperbolehkan bagi orang awam yang tidak mampu menggali hukum dari dalil secara langsung. Namun, taqlid menjadi haram jika:
1. Mengabaikan Al-Qur’an dan Hadis demi tradisi atau adat.
2. Mengikuti pendapat seseorang tanpa memastikan keilmuannya.
3. Mengikuti dalil yang bertentangan tanpa mempertimbangkan prinsip nasakh dan mansukh.
Sebagai contoh, seorang Muslim yang tidak memahami seluk-beluk fiqh zakat dapat mengikuti panduan ulama terpercaya dalam menghitung dan menyalurkan zakatnya.
Ittiba’: Mengikuti Berdasarkan Dalil
Ittiba’ adalah sikap mengikuti pendapat seorang ulama dengan memahami dalil yang menjadi landasannya. Berbeda dengan taqlid, ittiba’ menuntut pemahaman terhadap alasan dan dasar hukum di balik suatu fatwa. Ibnu Khuwaizi Mandad menjelaskan, “Orang yang mengikuti dengan dasar dalil disebut muttabi’.”
Dalil tentang Ittiba’
Allah SWT berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Hadis Rasulullah ﷺ:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي
Artinya: “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara; selama kamu berpegang teguh pada keduanya, kamu tidak akan tersesat: Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Malik)
Ittiba’ adalah fondasi penting dalam menjaga kemurnian agama. Misalnya, seorang Muslim mengikuti tata cara wudhu sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ yang dijelaskan dalam Hadis.
Talfiq: Menggabungkan Pendapat Ulama dalam Satu Masalah
Talfiq adalah upaya menggabungkan dua atau lebih pendapat dari mazhab berbeda dalam satu permasalahan. Menurut Dr. Ghazi dalam kajiannya tentang talfiq, pendekatan ini mulai digunakan pada abad ke-9 Hijriah sebagai solusi atas kompleksitas masalah hukum modern.
Dalil tentang Talfiq
Allah SWT berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Talfiq diperbolehkan selama tidak menyalahi prinsip syariat atau hanya untuk mencari-cari keringanan (tatabbu’ al-rukhash). Contohnya adalah seseorang yang berwudhu dengan metode Imam Syafi’i (mengusap sebagian kepala) dan shalat dengan panduan kiblat Imam Abu Hanifah.
Namun, para ulama melarang talfiq yang mengakibatkan rusaknya ibadah atau muamalah, seperti pernikahan tanpa wali menurut mazhab Hanafi digabung dengan pendapat tanpa saksi dari mazhab Maliki.
Kesimpulan
Ijtihad, Taqlid, Ittiba’, dan Talfiq adalah konsep penting dalam Ushul Fiqh yang membimbing umat Islam memahami dan menerapkan hukum syariat. Ijtihad memungkinkan inovasi hukum sesuai zaman, taqlid membantu orang awam memahami syariat, ittiba’ memastikan amalan berdasarkan dalil, dan talfiq memberikan fleksibilitas dalam menghadapi permasalahan modern.
Dengan pemahaman yang tepat terhadap keempat konsep ini, umat Islam dapat menjaga keselarasan antara prinsip syariat dan kebutuhan kontemporer, seperti yang ditekankan oleh Wahbah Al-Zuhaili dalam Ushul al-Fiqh al-Islami: “Keseimbangan antara teks dan maslahat adalah inti dari syariat Islam.” Wallahua’lam.
Ayu Putri Meha, Halimatussakdiyah Siagian, Nur Baiti Munthe, & Vina Novi Yanti Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana Ittiba’ dapat mempengaruhi praktik keagamaan sehari-hari dalam masyarakat Muslim, terutama dalam hal mengikuti pendapat seorang imam atau mazhab tertentu?
Bagaimana caranya kita memilih hukum yang benar ketika kita menemukan masalah hukum Islam modern
ijtihad, taqlid, ittiba’ dan talfiq. Dimanakah yang paling baik dan yang paling buruk untuk melaksanakan dan meninggalkan di antara ke empat tersebut, berikan alasannya?
Mengapa ittiba’ dianggap sebagai pendekatan yang lebih aktif dibandingkan taqlid?
Dalam pembelajaran Ushul Fiqh, bagaimana Ittiba’ dapat memengaruhi pemahaman terhadap peran dan otoritas madzhab dalam praktek hukum Islam?
Apa saja alasan yang membuat seorang muslim melakukan taqlid, dan bagaimana pandangan ulama tentang hal ini?
Apakah boleh bertaqlid dalam hukum fiqih bagi orang yang tidak mampu berijtihad?
bagaimana konsekuensinya jika seorang mujtahid berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah?
Bagaimana ittiba’ dapat memastikan amalan berdasarkan dalil?
Ijtihad, Taqlid, Ittiba’, dan Talfiq dalam Ushul Fiqh dari ke 4 konsep tersebut. Apakah akan ada peluang timbulnya kesalahan dalam memahami konsep di atas di kalangan masyarakat?
Apa risiko yang mungkin terjadi jika seseorang melakukan ijtihad tanpa memiliki kompetensi yang memadai?