Menimbang Hukum Sewa Jasa Joki dalam Muamalah Kontemporer
TATSQIF ONLINE – Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam kebutuhan yang hanya dapat terpenuhi melalui interaksi dan kerja sama. Salah satu bentuk interaksi ini adalah kegiatan muamalah, termasuk di dalamnya praktik sewa-menyewa jasa atau yang dalam istilah fikih dikenal sebagai ijarah.
Praktik ini memiliki landasan syariat yang kuat selama dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Namun, bagaimana dengan praktik yang berkembang saat ini, seperti menyewa jasa joki? Artikel ini akan membahas hukum menyewa jasa joki dalam perspektif Islam secara rinci.
Konsep Dasar Ijarah dalam Islam
Secara bahasa, ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti pengganti atau imbalan. Secara terminologi, ijarah adalah akad yang dilakukan untuk memperoleh manfaat tertentu dari suatu barang atau jasa dengan imbalan tertentu.
Dalam Al-Qur’an, dasar hukum ijarah disebutkan dalam firman Allah SWT:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Artinya: “Jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. At-Talaq [65]: 6)
Dalam bukunya Intisari Fikih Islam, Muhammad Shalih Al-Munajjid menekankan bahwa ayat ini menjadi dasar bahwa upah atau pembayaran yang dilakukan atas jasa tertentu merupakan akad yang dibolehkan dalam Islam, selama syarat-syaratnya terpenuhi.
Hadis Rasulullah SAW juga mempertegas legalitas ijarah:
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah).
Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan pentingnya memenuhi hak pekerja secara tepat waktu sebagai wujud tanggung jawab sosial.
Dari ayat dan hadis tersebut, jelas bahwa Islam membolehkan akad sewa-menyewa selama dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan syariat.
Rukun dan Syarat Ijarah
Dalam fikih, sahnya suatu akad ijarah bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat berikut:
1. Aqidain (dua pihak yang berakad):
a. Mu’jir: Orang yang menyewakan barang atau jasanya.
b. Musta’jir: Orang yang menyewa barang atau jasa tersebut.
2. Sighat (ijab dan qabul): Kesepakatan yang dilakukan melalui ucapan, tulisan, atau isyarat yang dipahami oleh kedua belah pihak.
3. Manfaat: Manfaat barang atau jasa yang disewakan harus diketahui dengan jelas dan tidak bertentangan dengan syariat.
4. Upah (ujrah): Upah harus disepakati kedua belah pihak, jelas jumlahnya, dan tidak mengandung unsur gharar (ketidakjelasan).
Syarat sah ijarah meliputi:
a. Barang atau jasa yang disewakan halal dan bermanfaat.
b. Akad dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
c. Tidak digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan syariat.
Fenomena Jasa Joki
Jasa joki adalah praktik menyewa seseorang untuk menggantikan atau mewakili seseorang dalam melakukan tugas tertentu, seperti:
1. Joki antrean: Mengantre di tempat umum atas nama orang lain.
2. Joki tugas akademik: Mengerjakan tugas sekolah atau kuliah.
3. Joki ujian: Mengikuti ujian menggantikan orang lain.
Fenomena ini berkembang seiring meningkatnya kebutuhan akan efisiensi waktu dan tenaga. Namun, dalam pandangan Islam, praktik ini tidak bisa dilepaskan dari niat, tujuan, dan dampaknya.
Analisis Hukum Menyewa Jasa Joki
1. Joki yang Dibolehkan
Jasa joki diperbolehkan dalam Islam jika praktik tersebut:
a. Bertujuan membantu seseorang dalam perkara yang tidak melanggar syariat, seperti joki antrean di fasilitas umum.
b. Tidak ada unsur penipuan atau pelanggaran hak pihak lain.
Dalil yang mendukung tolong-menolong dalam kebaikan adalah firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 2)
Dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Prof. Dr. Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk bekerja sama dalam kebaikan yang membawa manfaat bersama, selama tidak melanggar hukum Allah.
Contoh praktik joki yang diperbolehkan adalah seseorang yang diupah untuk mengantre pembelian tiket atau layanan tertentu. Selama akad jelas dan tidak ada pihak yang dirugikan, praktik ini sah secara syariat.
2. Joki yang Dilarang
Jasa joki menjadi haram jika digunakan untuk tujuan yang melanggar syariat, seperti joki ujian yang melibatkan kecurangan akademik dan joki tugas yang menyebabkan pelanggaran hak intelektual atau etika.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya: “Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan bagian dari golongan kami.” (HR. Muslim).
Imam Al-Munawi dalam kitab Faidul Qadir menjelaskan bahwa hadis ini melarang segala bentuk penipuan, baik dalam aspek perdagangan, pendidikan, maupun aktivitas lainnya, termasuk praktik joki ujian.
3. Joki yang Syubhat
Dalam beberapa kasus, hukum menyewa jasa joki berada di wilayah syubhat (meragukan), misalnya ketika niat dan dampaknya tidak jelas. Dalam situasi seperti ini, Islam menganjurkan untuk menghindarinya.
Rasulullah SAW bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
Artinya: “Tinggalkanlah hal yang meragukanmu menuju hal yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi).
Prinsip Muamalah dalam Menyewa Jasa Joki
Agar praktik menyewa jasa joki sesuai dengan syariat, beberapa prinsip berikut harus diterapkan:
1. Kejujuran dan Amanah: Setiap transaksi harus didasarkan pada kejujuran. Penyewa dan joki harus memenuhi tanggung jawab masing-masing tanpa kecurangan.
2. Keadilan: Transaksi harus dilakukan secara adil tanpa merugikan pihak lain. Firman Allah SWT:
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ
Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya.” (QS. Hud [11]: 85).
3. Transparansi: Manfaat jasa dan upah harus jelas dan disepakati tanpa unsur gharar.
Kesimpulan
Hukum menyewa jasa joki dalam Islam bergantung pada tujuan dan dampaknya:
a. Diperbolehkan jika praktik tersebut dilakukan untuk tujuan yang halal dan tidak merugikan pihak lain, seperti joki antrean.
b. Diharamkan jika digunakan untuk tujuan curang, seperti joki ujian atau tugas akademik.
c. Dihindari jika terdapat unsur syubhat atau keraguan.
Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk memastikan setiap muamalah yang dilakukan sesuai dengan syariat dan membawa manfaat bagi semua pihak. Wallahua’lam.
Jubaidah Apriani Tambunan (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa balasan atau hukuman bagi orang yang menggunakan jasa joki seperti joki makalah, jurnal dan sebagainya baik yang menjokikan dan yang dijokikan?
Bagaimana hukum Islam memandang akad sewa-menyewa dalam jasa yang tidak bersifat material seperti jasa joki?
Artikel yang sangat bermanfaat
Artikel yang Sangat bagus dan bermanfaat
Apakah ada solusi untuk mengurangi ketergantungan mahasiswa pada jasa joki tugas? jika ada sebutkan.
Apa faktor-faktor yang mendorong maraknya praktik sewa jasa joki di kalangan mahasiswa?
Apa saja risiko hukum yang mungkin dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam praktik sewa jasa joki, terutama di era digital saat ini?
Apa dampak ekonomi dari praktik sewa dalam masyarakat?
Artikelnya bagus, jelas dan mudah dipahami
Bagaimana hukum syariat memandang penggunaan jasa joki sebagai solusi darurat jika seseorang benar-benar tidak mampu menyelesaikan tugasnya?
Bagaimana hukum praktik joki tugas makalah yang di lakukan oleh mahasiswa? Apakah ini di perbolehkan?
Artikel nya sangat bagus dan berguna untuk mahasiswa sekarang ini
Bagaimana jika seandainya ada seseorang mahasiswa yang deadline tugas nya sangat dekat dan dia tidak memiliki kemahiran dalam mengerjakan tugas nya,apakah dalam hal ini boleh untuk menjoki tugas?
Artikel nya bagus semoga bermanfaat bagi pembaca 🤲🏻
Artikel yang bermanfaat bagi kalangan mahasiswa