Aqidah & Akhlak

Memahami Qadha’ dan Qadar: Pengertian, Dalil, dan Hikmahnya

TATSQIF ONLINE  Takdir merupakan bagian dari rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap Muslim. Takdir atau qadha’ dan qadar adalah ketetapan Allah terhadap segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. Memahami qadha’ dan qadar dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits sangat penting, karena konsep ini dapat memengaruhi sikap hidup seorang Muslim.

Jika seseorang memahami takdir, maka ia akan mampu menghadapinya dengan sabar dan tawakal kepada Allah. Takdir bukanlah suatu hal yang membatasi kebebasan manusia, namun sebaliknya, ia memberikan pemahaman tentang hakikat hidup dan peran manusia dalam menjalani kehidupan ini.

Pengertian Qadha’ dan Qadar

Secara bahasa, qadha’ berasal dari kata “qada’a” yang berarti “menetapkan” atau “memutuskan”. Dalam istilah teologis, qadha’ adalah ketetapan Allah yang berlaku sejak zaman azali atau sejak sebelum dunia ini diciptakan. Qadha’ merupakan keputusan mutlak dari Allah mengenai segala hal yang akan terjadi, baik itu kecil maupun besar. Hal ini sudah ditentukan sejak awal penciptaan.

Sementara itu, qadar berasal dari kata “qadara” yang berarti “mengukur” atau “menentukan”. Dalam konteks takdir, qadar adalah implementasi atau realisasi dari ketetapan Allah yang disebut qadha’. Qadar meliputi segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik yang bersifat baik maupun buruk. Meski semua hal sudah ditetapkan, manusia tetap diberikan kebebasan untuk memilih dan berusaha.

Perbedaan antara qadha’ dan qadar bisa dijelaskan sebagai berikut: qadha’ adalah ketetapan Allah yang bersifat umum, sedangkan qadar adalah perwujudan dari ketetapan tersebut dalam kehidupan konkret, seperti kelahiran, rezeki, atau jodoh. Dengan kata lain, qadha’ adalah keputusan Allah dalam dimensi waktu yang lebih luas, sedangkan qadar adalah manifestasi dari keputusan itu dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Dalil dari Al-Qur’an dan Hadits

Takdir dalam Islam sudah ditegaskan dengan jelas melalui banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa dalil utama mengenai takdir yang dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadits:

a. QS. Al-Qamar ayat 49:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).”

Ayat ini menunjukkan bahwa semua ciptaan Allah, baik itu makhluk hidup maupun alam semesta, sudah diciptakan sesuai dengan takdir-Nya. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan atau tanpa alasan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini berjalan sesuai dengan ukuran dan ketetapan Allah, yang telah ditentukan sejak awal.

b. QS. Al-Hadid ayat 22:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ

Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.”

Ayat ini menegaskan bahwa segala yang terjadi, baik itu musibah atau kebahagiaan, sudah tercatat di Lauh Mahfuzh, kitab yang Allah ciptakan sebelum segala sesuatu terjadi. Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa izin dan pengetahuan Allah.

c. Hadits riwayat Muslim no. 2653:

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Artinya: “Allah telah menetapkan takdir semua makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah sudah mengetahui segala hal yang akan terjadi jauh sebelum langit dan bumi tercipta. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, bahkan sebelum alam semesta ini ada.

d. Hadits riwayat Tirmidzi no. 2140:

آمَنْتُ بِاللَّهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ، وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Artinya: “Aku beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik maupun buruknya.”

Hadits ini menegaskan bahwa iman kepada takdir, baik yang baik maupun yang buruk, adalah bagian dari pokok-pokok keimanan dalam Islam. Takdir mencakup segala hal yang terjadi dalam hidup manusia, baik itu kebaikan maupun ujian.

Tingkatan-Tingkatan Takdir

Menurut para ulama, takdir terbagi dalam empat tingkatan yang saling berhubungan, yaitu:

a. Ilmu (Pengetahuan Allah)

Allah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, baik yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, maupun yang akan terjadi di masa depan. Ilmu Allah meliputi semua hal, bahkan hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia.

Dalil:
QS. Al-An’am ayat 59:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).”

b. Kitabah (Pencatatan)

Segala sesuatu yang terjadi, baik itu peristiwa kecil maupun besar, telah dicatat dalam Lauh Mahfuzh, kitab yang ada di sisi Allah sejak azali. Semua takdir sudah tercatat dengan pasti, tidak ada yang terlupakan.

Dalil:
QS. Al-Hajj ayat 70:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.”

c. Masyi’ah (Kehendak Allah)

Segala yang terjadi di alam semesta ini berjalan sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang bisa terjadi tanpa izin Allah, meskipun manusia diberikan kebebasan untuk memilih dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan-Nya.

Dalil:
QS. At-Takwir ayat 29:

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”

d. Khalq (Penciptaan)

Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk perbuatan-perbuatan manusia. Meski manusia diberi kehendak bebas untuk memilih, Allah tetap menciptakan pilihan dan tindakan yang mereka lakukan.

Dalil:
QS. Ash-Shaffat ayat 96:

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”

Hikmah dan Implikasi Iman kepada Takdir

Meyakini takdir Allah tidak hanya memberikan ketenangan, tetapi juga memotivasi seorang Muslim untuk tetap berusaha, tidak mudah putus asa, dan selalu bertawakal. Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari keyakinan kepada takdir:

  • Menghadapi Musibah dengan Sabar
    Ketika seorang Muslim mengalami kesulitan atau musibah, ia akan menghadapinya dengan sabar, karena ia yakin bahwa takdir tersebut sudah menjadi bagian dari ketetapan Allah.
  • Bersyukur dalam Kebaikan
    Sebaliknya, ketika mendapat kebaikan, seorang Muslim akan bersyukur dan menyadari bahwa segala nikmat adalah pemberian Allah.
  • Meningkatkan Usaha dan Tawakal
    Iman kepada takdir mengajarkan untuk berusaha sekuat tenaga dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seseorang tidak akan merasa kecewa jika hasilnya tidak sesuai harapan, karena ia percaya bahwa semua sudah ditentukan oleh-Nya.
  • Menumbuhkan Optimisme
    Keyakinan bahwa takdir sudah ditentukan Allah membantu seorang Muslim untuk tetap optimis. Ia akan terus berusaha dengan penuh keyakinan bahwa setiap perbuatan adalah bagian dari takdir yang akan membawanya menuju kebaikan.

Imam al-Qayyim dalam Shifa’ al-‘Alil menyatakan bahwa takdir bukanlah alasan untuk menyerah, tetapi justru merupakan dorongan untuk berusaha dengan lebih baik. Takdir mengajarkan bahwa setiap usaha yang dilakukan adalah bagian dari kehendak Allah.

Kesimpulan

Qadha’ dan qadar merupakan bagian tak terpisahkan dari rukun iman seorang Muslim. Qadha’ adalah ketetapan Allah yang bersifat azali, sedangkan qadar adalah manifestasi dari ketetapan tersebut dalam kehidupan nyata. Semua takdir ini sudah tercatat dalam Lauh Mahfuzh dan berlaku berdasarkan ilmu, kehendak, pencatatan, dan penciptaan Allah. Pemahaman yang baik mengenai takdir dapat membantu seorang Muslim untuk menjalani hidup dengan penuh sabar, tawakal, dan optimisme. Dalam setiap peristiwa, baik yang baik maupun yang buruk, ia akan tetap berusaha dan menyandarkan hasilnya pada ketentuan Allah.

Dengan memahami dan meyakini qadha’ dan qadar, seorang Muslim akan hidup dengan penuh ketenangan hati, tidak mudah putus asa, dan terus berusaha untuk kebaikan. Wallahua’lam.

Ridwan Arindes (Mahasiswa Prodi Teknologi Informasi UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif.com adalah media akademik yang digagas dan dikelola oleh Ibu Sylvia Kurnia Ritonga, Lc., M.Sy (Dosen UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan) sejak awal tahun 2024. Website ini memuat kumpulan materi perkuliahan, rangkuman diskusi, serta hasil karya mahasiswa yang diperkaya melalui proses belajar di kelas. Kehadirannya tidak hanya membantu mahasiswa dalam memperdalam pemahaman, tetapi juga membuka akses bagi masyarakat luas untuk menikmati ilmu pengetahuan secara terbuka.

10 komentar pada “Memahami Qadha’ dan Qadar: Pengertian, Dalil, dan Hikmahnya

  • Apakah konsep qadar bersifat statis atau dinamis dalam pandangan ulama, terutama dalam konteks doa dan tawakal yang bisa ‘mengubah’ takdir?

    Balas
  • bencana alam seperti banjir apakah itu termasuk takdir yang bisa diubah atau takdir yang tidak bisa diubah? jelaskan apa alasannya!

    Balas
  • NUR HAYANA PUTRI

    Apakah menerima Qadha dan Qadar berarti pasrah, atau tetap harus berusaha untuk mengubah keadaan

    Balas
  • Syakila Azzahra

    Bagaimana konsep empat tingkatan takdir (ilmu, kitabah, masyi’ah, khalq) menjelaskan hubungan antara kehendak Allah dan kehendak manusia?

    Balas
  • Dina Asmita

    Bagaimana pemahaman tentang qadha’ dan qadar dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap musibah atau kegagalan?

    Balas
  • Abdul Tanzil

    Bagaimana keyakinan terhadap Qadar memengaruhi sikap seorang Muslim saat menghadapi kegagalan?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *