Pembagian Warisan dalam Islam: Konsep Radd dalam Fiqh, Simak
TATSQIF ONLINE – Ilmu faraid (ilmu waris Islam) merupakan bagian penting dalam hukum Islam yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang setelah wafat. Allah SWT telah menetapkan bagian-bagian tertentu bagi setiap ahli waris melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Salah satu prinsip dalam pembagian warisan adalah adanya ashab al-furud (ahli waris yang mendapatkan bagian pasti) dan ‘asabah (ahli waris yang menerima sisa harta). Namun, dalam beberapa kasus, terjadi keadaan di mana setelah seluruh ashab al-furud mendapatkan bagiannya, masih terdapat sisa harta peninggalan, sedangkan tidak ada ‘asabah yang berhak menerimanya. Dalam kondisi inilah konsep radd diterapkan.
Secara sederhana, radd adalah metode pengembalian sisa harta warisan kepada ashab al-furud yang ada, sesuai dengan proporsi bagian mereka, dengan pengecualian terhadap suami dan istri menurut pendapat mayoritas ulama. Penerapan radd memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan hadits, serta menjadi perdebatan di kalangan ulama mengenai siapa saja yang berhak menerimanya.
Pengertian Radd
Secara bahasa, radd berarti “mengembalikan”. Sedangkan secara istilah, radd adalah metode dalam pembagian warisan yang terjadi apabila terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashab al-furud menerima bagian mereka, sementara tidak ada ahli waris yang berhak menerima bagian sebagai ‘asabah. Dalam kondisi ini, kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada secara proporsional sesuai bagian yang telah diterima sebelumnya.
Metode radd dilakukan dengan cara mengurangi angka asal masalah sehingga jumlahnya sesuai dengan total bagian yang diterima oleh ahli waris. Jika radd tidak diterapkan, maka timbul persoalan mengenai siapa yang berhak menerima kelebihan harta tersebut.
Untuk lebih memahami metode radd, berikut beberapa contoh kasus:
Contoh Kasus Radd dalam Warisan
1. Kasus pertama
Seorang meninggal dunia dengan ahli waris sebagai berikut:
🔹Anak perempuan
🔹Ibu
🔹Harta warisan: Rp 12.000.000
Jika tidak dilakukan radd:
Ahli Waris | Bagian | AM | Perhitungan | Penerimaan |
---|---|---|---|---|
Anak perempuan | 1/2 | 3 | 3/6 × Rp 12.000.000 | Rp 6.000.000 |
Ibu | 1/6 | 1 | 1/6 × Rp 12.000.000 | Rp 2.000.000 |
Total | – | 4 | – | Rp 8.000.000 |
Terdapat sisa harta: Rp 12.000.000 – Rp 8.000.000 = Rp 4.000.000
Jika dilakukan radd:
Ahli Waris | Bagian | AM Dikurangi | Perhitungan | Penerimaan |
---|---|---|---|---|
Anak perempuan | 1/2 | 3/4 | 3/4 × Rp 12.000.000 | Rp 9.000.000 |
Ibu | 1/6 | 1/4 | 1/4 × Rp 12.000.000 | Rp 3.000.000 |
Total | – | 1 | – | Rp 12.000.000 |
Syarat-Syarat Berlakunya Radd
1. Adanya ahli waris ashab al-furud
2. Tidak ada ahli waris yang menerima bagian sebagai ‘asabah
3. Adanya sisa dari harta warisan
4. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka radd tidak dapat dilakukan
Ahli Waris yang Berhak Menerima Radd
Menurut jumhur ulama, ahli waris yang dapat menerima radd adalah ashab al-furud, kecuali suami dan istri. Radd berlaku bagi 8 golongan ahli waris berikut:
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki
c. Saudara perempuan kandung
d. Saudara perempuan seayah
e. Ibu
f. Nenek (shahihah)
g. Saudara perempuan seibu
h. Saudara laki-laki seibu
Sedangkan ayah dan kakek tidak dapat menerima radd, karena dalam kondisi tertentu mereka berubah menjadi ashabah yang berhak menerima sisa harta secara otomatis.
Suami dan istri tidak menerima radd karena hubungan pernikahan merupakan hubungan sababiyah (sebab pernikahan) dan bukan hubungan nasabiyah (garis keturunan). Karena hubungan sababiyah terputus dengan kematian, maka suami atau istri hanya menerima bagian sesuai nas, tanpa tambahan dari sisa harta.
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Radd
1. Pendapat Mayoritas Ulama
Mayoritas ulama dari Mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali, dan Syafi’i mutaakhirin berpendapat bahwa sisa harta warisan hanya dikembalikan kepada ahli waris nasabiyah. Sedangkan ahli waris sababiyah (suami/istri) tidak berhak mendapatkan radd.
Pendapat ini berdasarkan dalil:
Firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Anfal ayat 75:
وَأُوۡلُوا۟ ٱلۡأَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلَىٰ بِبَعۡضٖ فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ
Artinya: “Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) dalam Kitab Allah.”
Dalil lain dari hadits Nabi SAW:
وَجَبَ اَجْرُكِ وَرَجَعَتْ اِلَيْكَ فِي اْلمِيْرَاثِ
Artinya: “Kamu pantas menerima pahala, dan budak itu kembali kepadamu dengan jalan pewarisan,” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan bahwa sisa harta dikembalikan kepada ahli waris berdasarkan prinsip pewarisan, bukan diberikan kepada baitul mal.
2. Pendapat ‘Usman bin ‘Affan
Menurut ‘Usman bin ‘Affan, sisa harta warisan harus dikembalikan kepada semua ahli waris yang ada, termasuk suami dan istri. Ia berpendapat bahwa jika dalam kasus ‘aul bagian suami/istri ikut berkurang, maka dalam kasus radd mereka juga berhak mendapat tambahan.
3. Pendapat Zaid bin Tsabit dan Sebagian Ulama Malikiyah & Syafi’iyah
Menurut pendapat ini, radd tidak boleh dilakukan, dan sisa harta harus diserahkan kepada baitul mal untuk kepentingan umat Islam.
Dalil yang digunakan:
Firman Allah SWT dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 14:
وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya:“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, sedangkan ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”
Selain itu, hadits Nabi SAW:
اِنَّ اللهَ قَدْاَعْطَى كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ
Artinya; “Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada pemegang hak,” (HR Tirmidzi).
Menurut pendapat ini, penambahan bagian ahli waris melalui radd melampaui batas ketentuan Allah dan bertentangan dengan ketentuan bagian waris yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
1. Mayoritas ulama membolehkan radd, tetapi hanya untuk ahli waris nasabiyah.
2. Usman bin Affan membolehkan radd untuk semua ahli waris, termasuk suami/istri.
3. Zaid bin Tsabit dan sebagian fuqaha menolak radd dan menganggap sisa harta harus diberikan ke baitul mal.
Pendapat yang paling kuat adalah yang mengikuti mayoritas ulama, karena memiliki dalil yang lebih kuat dan lebih banyak diterapkan dalam hukum waris Islam. Wallahua’lam.
Mawati Ritonga (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa dasar hukum yang digunakan oleh ulama Indonesia dalam menetapkan konsep Radd yang berbeda dari pandangan jumhur ulama, dan bagaimana hal ini mempengaruhi praktik pembagian warisan di masyarakat?
Kapan konsep radd dapat di terapkan dalam pembagian warisan?
Apakah raad masjh berlaku jika salah satu dari syarat2 raad itu tidak ada??