Hukum Bayi Tabung: Solusi Medis dan Prinsip Syariat Islam, Simak
TATSQIF ONLINE – Salah satu tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah mendapatkan keturunan. Anak merupakan pelengkap kebahagiaan dan penyambung keberlangsungan nasab. Namun, tidak semua pasangan suami istri dapat dengan mudah memperoleh keturunan karena berbagai faktor medis.
Seiring perkembangan teknologi kedokteran, metode fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung menjadi solusi bagi pasangan yang mengalami masalah kesuburan. Namun, praktik ini tidak terlepas dari persoalan hukum Islam, mengingat adanya aturan ketat terkait nasab, kehalalan hubungan suami istri, dan kehormatan manusia.
Definisi Bayi Tabung
Bayi tabung adalah proses reproduksi berbantu yang melibatkan pembuahan antara sperma dan sel telur di luar tubuh wanita, yaitu di laboratorium. Embrio yang terbentuk kemudian ditanamkan ke rahim perempuan untuk berkembang menjadi janin. Dalam bahasa Arab, proses ini disebut التلقيح الصناعي (at-talqih as-sina’i), yang berarti pembuahan buatan.
Menurut Ali Goufron dan Adi Her Sutomo dalam Etika Medis dan Bioetika Islam, bayi tabung melibatkan pengumpulan sperma suami yang kemudian digunakan untuk membuahi sel telur istri. Hasilnya, embrio ditanamkan kembali ke rahim istri tanpa melibatkan hubungan seksual.
Anwar dan Rahardjo dalam Ilmu Kedokteran dan Hukum Islam, mendefinisikan bayi tabung sebagai proses medis yang mengumpulkan sperma dan sel telur di luar tubuh untuk menciptakan embrio yang akan ditanamkan ke rahim ibu hingga berkembang menjadi janin.
Jenis-Jenis Bayi Tabung
Menurut Zubaidah dalam Hukum Reproduksi Buatan dalam Islam, bayi tabung terbagi dalam beberapa jenis, tergantung pada sumber sperma, sel telur, dan tempat penanaman embrio, berikut di antaranya:
1. Sperma dan sel telur berasal dari pasangan sah (suami-istri), embrio ditanamkan ke rahim istri.
2. Sperma dan sel telur pasangan sah, tetapi embrio ditanamkan ke rahim wanita lain (ibu pengganti).
3. Sperma suami digunakan dengan sel telur dari donor, embrio ditanamkan ke rahim istri.
4. Sperma donor digunakan dengan sel telur istri, embrio ditanamkan ke rahim istri.
5. Sperma dan sel telur berasal dari donor, embrio ditanamkan ke rahim pihak ketiga.
Dari jenis-jenis ini, tidak semuanya diperbolehkan dalam Islam. Hukum masing-masing jenis bayi tabung bergantung pada sumber sperma, sel telur, dan pihak yang menjadi tempat penanaman embrio.
Hukum Bayi Tabung dalam Islam
1. Bayi Tabung yang Diperbolehkan
Praktik bayi tabung diperbolehkan jika:
a. Sperma dan sel telur berasal dari pasangan sah (suami-istri).
b. Penanaman embrio dilakukan ke rahim istri yang sah.
c. Prosedur ini dilakukan ketika pasangan masih dalam ikatan pernikahan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung jenis ini mubah (boleh) karena tidak melibatkan pihak ketiga dan tetmenjaga kejelasan nasab.
2. Bayi Tabung yang Dilarang
Bayi tabung menjadi haram jika:
a. Melibatkan pihak ketiga (donor sperma, sel telur, atau rahim).
b. Dilakukan di luar ikatan pernikahan sah.
c. Melibatkan penyimpangan etika, seperti pengambilan sperma melalui cara yang tidak sesuai syariat.
Dalil yang melarang keterlibatan pihak ketiga adalah hadis Rasulullah SAW:
لاَ يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
Artinya: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (rahim yang tidak halal baginya),” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dalil Al-Qur’an yang Terkait
1. Prinsip Kehormatan Manusia
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Isra’ ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kehormatan yang tidak boleh dirusak, termasuk dalam menjaga nasab.
2. Prinsip Fitrah Penciptaan
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
Artinya: “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
Ayat ini menegaskan bahwa keturunan manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan yang sah secara syariat, bukan melalui pihak ketiga yang merusak kejelasan nasab.
Pendapat Ulama
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Fatwa MUI menyatakan bahwa bayi tabung diperbolehkan dengan syarat sperma dan sel telur berasal dari pasangan sah, dan proses dilakukan saat pasangan masih dalam pernikahan. Pelibatan donor, baik sperma, sel telur, maupun rahim, dihukumi haram.
2. Nahdlatul Ulama (NU)
NU menegaskan bahwa bayi tabung sah jika sperma dan sel telur berasal dari pasangan suami istri yang sah. Namun, jika melibatkan donor, praktik ini haram karena menimbulkan kekacauan nasab.
Prinsip Fikih yang Relevan
1. Kaidah Dharurat
الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ
Artinya: “Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”
Bayi tabung bisa menjadi solusi darurat untuk pasangan yang sulit memiliki anak, selama tidak melanggar prinsip dasar syariat.
2. Kaidah Nasab
الحُكْمُ يَدُورُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُودًا وَعَدَمًا
Artinya: “Hukum berputar sesuai sebabnya, ada atau tiadanya.”
Kejelasan nasab harus dijaga agar tidak menimbulkan kerancuan dalam hukum waris dan hubungan keluarga.
Kesimpulan
Dalam pandangan Islam, bayi tabung diperbolehkan dengan syarat sperma dan sel telur berasal dari pasangan sah yang masih dalam ikatan pernikahan. Proses ini dianggap sebagai ikhtiar yang diperbolehkan dalam syariat untuk membantu pasangan mendapatkan keturunan.
Namun, praktiknya menjadi haram jika melibatkan pihak ketiga, baik sebagai donor sperma, sel telur, maupun rahim. Hal ini karena Islam menekankan pentingnya menjaga nasab, kesucian hubungan pernikahan, serta kehormatan manusia.
Teknologi medis modern seperti bayi tabung dapat dimanfaatkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Umat Islam disarankan untuk selalu berkonsultasi dengan ulama dan tenaga medis terpercaya sebelum memutuskan mengikuti prosedur ini. Wallahua’lam.
Arini Elfidayanti (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)