Fi’il Muta’addi dalam Bahasa Arab: Pengertian dan Kaidahnya
TATSQIF ONLINE – Bahasa Arab dikenal sebagai bahasa yang memiliki struktur tata bahasa yang kompleks dan sistematis. Salah satu aspek penting dalam memahami bahasa Arab adalah mengenali jenis-jenis kata kerja (fi’il), terutama dalam menyusun kalimat yang benar sesuai dengan kaidah gramatikalnya. Salah satu jenis kata kerja yang memiliki peran krusial dalam pembentukan kalimat adalah fi’il muta’addi, yaitu kata kerja yang membutuhkan objek (maf’ul bih) untuk melengkapi maknanya.
Tanpa objek, kata kerja ini akan terasa tidak lengkap atau bahkan sulit dimengerti dalam sebuah kalimat. Misalnya, dalam kalimat “Zaid membaca Al-Qur’an”, kata “membaca” membutuhkan objek agar maknanya menjadi jelas, sehingga dalam bahasa Arab menjadi قرأ زيدٌ القرآنَ. Kata قرأ adalah contoh fi’il muta’addi yang harus diikuti oleh maf’ul bih, yaitu القرآنَ.
Dalam kitab Nahwu Wadih: Tata Bahasa Arab untuk Pemula, Al-Jurjani menjelaskan bahwa setiap fi’il muta’addi memiliki kecenderungan untuk mengikat objek dalam bentuk kata benda yang berstatus nashab. Hal ini berbeda dengan fi’il lazim, yang cukup dengan fa’il tanpa memerlukan objek. Pemahaman tentang fi’il muta’addi ini sangat penting dalam menyusun kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab, baik dalam teks klasik maupun komunikasi sehari-hari.
Pengertian Fi’il Muta’addi
Fi’il muta’addi adalah kata kerja yang membutuhkan objek untuk menyempurnakan maknanya. Jika kata kerja ini digunakan tanpa objek, maknanya menjadi kurang jelas atau tidak sempurna. Dalam Tashrif al-Af’al, Al-Azhari menegaskan bahwa fi’il muta’addi selalu diikuti oleh maf’ul bih yang berstatus manshub, karena tanpa maf’ul bih, fi’il ini tidak dapat memberikan makna yang lengkap dalam suatu kalimat.
Sebagai contoh, dalam kalimat كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ, kata كَتَبَ (menulis) adalah fi’il muta’addi, sementara الدَّرْسَ (pelajaran) adalah maf’ul bih yang melengkapi makna kata kerja tersebut. Jika kalimat hanya berbunyi كَتَبَ الطَّالِبُ, artinya menjadi tidak lengkap karena belum menyebutkan apa yang ditulis oleh subjek.
Ciri-ciri Fi’il Muta’addi
Terdapat beberapa ciri khas fi’il muta’addi yang membedakannya dari fi’il lazim. Dalam Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Asy-Syarbini menjelaskan bahwa fi’il muta’addi memiliki kaidah sebagai berikut:
1. Selalu membutuhkan maf’ul bih
Fi’il muta’addi tidak bisa berdiri sendiri tanpa objek yang melengkapinya. Misalnya, dalam kalimat ضَرَبَ المُعَلِّمُ التِّلْمِيذَ, kata ضَرَبَ (memukul) adalah fi’il muta’addi, sementara التِّلْمِيذَ (murid) adalah objeknya.
2. Dapat memiliki lebih dari satu objek
Beberapa fi’il muta’addi dapat mengandung dua maf’ul bih sekaligus. Contohnya adalah أَعْطَى (memberikan), seperti dalam kalimat أَعْطَى زَيْدٌ خَالِدًا كِتَابًا, yang berarti “Zaid memberikan Khalid sebuah buku”. Kata خَالِدًا dan كِتَابًا masing-masing merupakan objek pertama dan kedua dalam kalimat tersebut.
3. Dapat berubah menjadi fi’il lazim dengan tambahan huruf jar
Beberapa fi’il muta’addi bisa menjadi fi’il lazim jika ditambahkan huruf jar. Sebagai contoh, fi’il نَظَرَ (melihat) dalam bentuk muta’addi digunakan dengan objek langsung, seperti dalam نَظَرْتُ القَمَرَ (aku melihat bulan). Namun, jika ditambahkan huruf jar إلى, maka menjadi نَظَرْتُ إلى القَمَرِ, yang berarti “aku melihat ke arah bulan”, menjadikannya fi’il lazim.
Kaidah Penggunaan Fi’il Muta’addi dalam Jumlah Fi’liyyah
Dalam Ilmu Nahwu dan Sharaf Praktis, Hasyim menjelaskan bahwa dalam jumlah fi’liyyah yang mengandung fi’il muta’addi, terdapat beberapa aturan penting yang harus diperhatikan:
1. Fi’il harus sesuai jenisnya dengan fa’il
Jika fa’ilnya mudzakkar, maka fi’ilnya juga harus mudzakkar. Sebaliknya, jika fa’ilnya muannats, maka fi’ilnya juga harus muannats. Sebagai contoh:
كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ (Laki-laki siswa telah menulis pelajaran)
كَتَبَتِ الطَّالِبَةُ الدَّرْسَ (Perempuan siswa telah menulis pelajaran)
2. Fi’il harus berbentuk mufrad meskipun fa’ilnya jamak
Meskipun fa’il dalam kalimat berbentuk jamak, fi’il tetap dalam bentuk mufrad. Contoh:
كَتَبَ الطُّلَّابُ الدَّرْسَ (Para siswa telah menulis pelajaran)
3. Fa’il harus dalam keadaan rafa’
Fa’il dalam jumlah fi’liyyah selalu berstatus marfu’ (rafa’). Misalnya dalam أَكَلَ الوَلَدُ التُّفَّاحَةَ, kata الوَلَدُ (anak laki-laki) sebagai fa’il harus dalam keadaan rafa’ dengan harakat dhammah.
4. Maf’ul bih harus dalam keadaan nashab
Maf’ul bih dalam jumlah fi’liyyah harus berstatus manshub. Sebagai contoh, dalam أَكَلَ الوَلَدُ التُّفَّاحَةَ, kata التُّفَّاحَةَ (apel) sebagai maf’ul bih harus memiliki harakat fathah.
Fi’il Muta’addi dalam Al-Qur’an dan Hadis
Banyak contoh fi’il muta’addi yang dapat ditemukan dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Dalam ayat ini, kata يُكَلِّفُ (membebani) adalah fi’il muta’addi, sedangkan نَفْسًا (seseorang) adalah maf’ul bih yang melengkapi maknanya.
Selain dalam Al-Qur’an, fi’il muta’addi juga sering ditemukan dalam hadis. Misalnya dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Artinya: “Sesungguhnya amal itu bergantung pada niat,” (HR Bukhari).
Pada hadis ini, kata أَعْمَالُ (amal) merupakan maf’ul bih dari fi’il muta’addi yang tersembunyi dalam struktur kalimat.
Kesimpulan
Pemahaman tentang fi’il muta’addi sangat penting dalam pembelajaran bahasa Arab. Dengan memahami ciri-ciri dan kaidahnya, pembelajar dapat menyusun kalimat dengan lebih tepat sesuai dengan aturan tata bahasa Arab. Buku Mufradat Alfazh al-Qur’an karya Al-Khalil menegaskan bahwa menguasai konsep fi’il muta’addi tidak hanya membantu dalam memahami teks Arab klasik, tetapi juga dalam penggunaan bahasa Arab sehari-hari. Dengan demikian, penguasaan fi’il muta’addi merupakan langkah penting dalam mencapai kemahiran berbahasa Arab secara efektif. Wallahua’lam.
Zakia Zahra Siregar (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apakah fi’il muta’addi bisa berubah menjadi fi’il lazim?