Al-Qur'an & Hadis

Asbabun Nuzul: Kunci Memahami Konteks Ayat Al-Qur’an

TATSQIF ONLINE Al-Qur’an sebagai wahyu terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ memiliki pesan yang universal dan abadi. Namun, untuk memahami pesan-pesan ini secara kontekstual, diperlukan pemahaman terhadap Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.

Setiap ayat Al-Qur’an diturunkan dalam konteks tertentu yang sering kali terkait dengan peristiwa, pertanyaan, atau kebutuhan umat Islam pada masa itu. Dengan memahami Asbabun Nuzul, umat Islam dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara lebih mendalam dan aplikatif.

Definisi Asbabun Nuzul

Secara bahasa, Asbabun Nuzul berasal dari kata asbab (sebab-sebab) dan nuzul (turun). Secara istilah, Asbabun Nuzul mengacu pada peristiwa atau kondisi yang menjadi latar belakang turunnya satu atau lebih ayat Al-Qur’an.

Imam Al-Wahidi, seorang ahli tafsir, mendefinisikan Asbabun Nuzul sebagai, “Peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi alasan turunnya suatu ayat Al-Qur’an sebagai jawaban atas persoalan tersebut.”

Contoh klasik dari pentingnya pemahaman ini adalah dalam memahami firman Allah dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 43 berikut ini:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

Ayat ini turun sebagai jawaban terhadap pertanyaan kaum Quraisy mengenai keotentikan kerasulan Muhammad ﷺ. Memahami konteks ayat ini melalui Asbabun Nuzul memberikan pemahaman bahwa Islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan bertanya kepada ahli di bidang tertentu.

Pentingnya Asbabun Nuzul dalam Penafsiran

Memahami Asbabun Nuzul adalah bagian penting dari ilmu tafsir. Beberapa alasan yang menjelaskan urgensi Asbabun Nuzul adalah:

1. Memberikan Konteks pada Ayat

Tanpa memahami sebab turunnya ayat, penafsiran bisa menjadi keliru. Sebagai contoh, Surah An-Nisa ayat 3 tentang poligami sering dipahami secara umum, padahal ayat ini turun dalam konteks perlindungan terhadap perempuan yatim:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ

Artinya: “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”

2. Menjelaskan Hukum Islam Secara Kontekstual

Dalam Islam, hukum sering kali bersifat situasional. Dengan memahami Asbabun Nuzul, dapat dipahami bahwa ayat yang turun tidak selalu memiliki penerapan yang sama dalam setiap konteks.

3. Membantu Memahami Ayat yang Terlihat Bertentangan

Beberapa ayat dalam Al-Qur’an tampak bertentangan satu sama lain jika tidak dipahami konteksnya. Dengan mengetahui Asbabun Nuzul, mufasir dapat menjelaskan hubungan antara ayat-ayat tersebut.

Contohnya adalah hubungan antara perintah bersikap lembut kepada non-Muslim dalam Alquran Surah Al-Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar ra., bahwa ibunya, yang masih musyrik, mendatanginya untuk meminta sesuatu. Dalam kebingungan, Asma bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah, ibuku datang kepadaku karena membutuhkan sesuatu, apakah aku harus menyambung hubungan dengannya?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Ya.” Dalam peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya Alquran Surah Al-Mumtahanah ayat 8.

Dalam riwayat lain, disebutkan lebih rinci bahwa ibunda Asma, Qatilah binti Abdil Uzza, mendatanginya membawa hadiah-hadiah berupa makanan dan barang-barang lain. Namun, Asma menolak hadiah tersebut dan enggan mempersilakan ibunya masuk ke dalam rumah. Karena merasa bimbang, ia mengutus saudaranya, Aisyah ra., untuk menanyakan masalah ini kepada Rasulullah ﷺ. Nabi ﷺ menjawab dengan memerintahkannya untuk menerima hadiah tersebut dan mempersilakan ibunya masuk.

Ahmad, Al-Bazzar, dan Al-Hakim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair ra. bahwa Qatilah, yang telah dicerai oleh Abu Bakar ra. pada masa jahiliyah, datang menemui putrinya, Asma, dengan membawa banyak hadiah. Namun, karena Qatilah masih dalam keadaan musyrik, Asma ragu untuk menerima pemberian itu. Rasulullah ﷺ kemudian memberikan penegasan agar Asma tetap berbuat baik kepada ibunya, sekalipun berbeda keyakinan, selama sang ibu tidak memusuhi agama Islam. Peristiwa ini menjadi sebab turunnya ayat di atas.

Pada ayat berikutnya, terdapat larangan bersekutu dengan mereka dalam Alquran Surah Al-Mumtahanah ayat 9:

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Pemahaman Asbabun Nuzul menunjukkan bahwa ayat-ayat ini turun dalam situasi yang berbeda. Surah Al-Mumtahanah ayat 8 dan 9 saling melengkapi dalam mengatur hubungan sosial dengan non-Muslim. Ayat 8 membolehkan umat Islam berbuat baik dan berlaku adil kepada non-Muslim yang damai dan tidak memusuhi agama, menekankan toleransi dan keadilan dalam interaksi sosial.

Sebaliknya, ayat 9 melarang umat Islam menjalin hubungan dekat atau loyalitas dengan mereka yang memerangi Islam, mengusir umat dari tanah kelahiran, atau mendukung penindasan tersebut, demi menjaga keselamatan agama dan komunitas Muslim. Kedua ayat ini mencerminkan keseimbangan ajaran Islam dalam menjalin toleransi tanpa mengabaikan prinsip keimanan dan keamanan.

    Contoh-contoh Asbabun Nuzul
    1. Surah Al-Kahf Ayat 23-24

    Ayat ini turun ketika Nabi Muhammad ﷺ lupa mengucapkan “Insya Allah” saat menjanjikan sesuatu kepada kaum Quraisy. Allah kemudian mengingatkan beliau melalui firman-Nya dalam Alquran Surah Al-Kahf ayat 23-24:

      وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىْءٍ إِنِّى فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ

      Artinya: “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Aku pasti melakukan itu esok,’ kecuali (dengan mengatakan), ‘Insya Allah.’”

      Ayat ini mengajarkan pentingnya tawakal kepada Allah dalam segala rencana.

      2. Surah Al-Baqarah Ayat 219

      Ayat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan para sahabat mengenai minuman keras dan judi. Allah menjelaskan dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 219:

        يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا

        Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”

        Ayat ini turun secara bertahap hingga akhirnya khamar dan judi diharamkan sepenuhnya dalam Alquran Surah Al-Maidah ayat 90:

        يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

        Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

        Metode Mengetahui Asbabun Nuzul

        Para ulama menggunakan dua metode utama untuk mengetahui Asbabun Nuzul:

        1. Riwayat Shahih: Informasi Asbabun Nuzul harus didasarkan pada riwayat yang sahih dari para sahabat Nabi ﷺ. Misalnya, riwayat dari Ibnu Abbas yang sering kali menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.

        2. Konteks Ayat: Ketika tidak ada riwayat shahih, konteks ayat dapat digunakan sebagai panduan untuk memahami sebab turunnya ayat.

          Kesimpulan

          Asbabun Nuzul adalah salah satu alat penting dalam memahami Al-Qur’an secara mendalam. Dengan mengetahui sebab turunnya ayat, umat Islam dapat memahami makna ayat secara lebih akurat, kontekstual, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

          Selain itu, Asbabun Nuzul juga membantu dalam menjelaskan hukum Islam secara kontekstual dan menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran. Sebagai sumber hukum dan pedoman hidup, Al-Qur’an harus dipahami melalui pendekatan yang holistik, salah satunya dengan memahami latar belakang historis yang menyertai turunnya ayat. Wallahua’lam.

          Jelista Mayana Simamora (Mahasiwa Prodi HPI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

          • Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

            Lihat semua pos Lecturer

          Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

          Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

          Tinggalkan Balasan

          Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

          × Chat Kami Yuk