Al-Qur’an: Mukjizat Agung sebagai Panduan Umat Manusia
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an adalah mukjizat agung dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam untuk seluruh umat manusia. Meskipun diturunkan dalam bahasa Arab, Al-Qur’an tidak hanya untuk orang Arab, tapi untuk seluruh alam semesta sebagai rahmat.
Al-Qur’an adalah pedoman bagi umat manusia dan harus dipahami dengan benar, termasuk memahami konteks sejarah penurunannya. Setiap muslim harus berpegang teguh pada Al-Qur’an dan membuka diri terhadap pemahaman baru yang sesuai dengan ajaran Islam.
Urgensi mempelajari syariat Islam dan mengikuti ajaran Al-Qur’an serta sunnah Rasulullah SAW sangat penting bagi umat Islam. Al-Qur’an merupakan pegangan utama umat Islam, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Alquran surah Fusshilat ayat 53 berikut ini:
سَنُرِيۡهِمۡ اٰيٰتِنَا فِى الۡاٰفَاقِ وَفِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ اَنَّهُ الۡحَـقُّ ؕ اَوَلَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ شَهِيۡدٌ
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah tidak cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Ayat ini menyatakan bahwa Allah akan memperlihatkan bukti-bukti kekuasaan-Nya kepada manusia, baik melalui ciptaan di sekitar mereka maupun pada diri mereka sendiri. Tujuannya adalah agar kebenaran Al-Qur’an terungkap dengan jelas bagi mereka. Dengan Allah sebagai saksi atas segala sesuatu, hal itu sudah cukup untuk meyakinkan manusia akan kebenaran-Nya.
BACA JUGA: Keistimewaan Al-Qur’an, Nomor 6 Kunci Terkabulnya Doa
Sejarah Nuzulul Qur’an
Peristiwa Nuzulul Quran merupakan saat Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tanda dimulainya kenabian beliau. Nuzulul Quran memiliki arti menurunkan sesuatu dari tempat tinggi ke tempat rendah, yaitu dari Lauhul Mahfuzh ke bumi, yang diperantarai oleh Malaikat Jibril.
Pada tanggal 17 Ramadhan 610 M, Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira. Malaikat Jibril tiba-tiba muncul dan mengagetkan Rasulullah. Dengan penuh ketakutan, Rasulullah memperoleh wahyu pertama yang dimulai dengan kata “Iqra'” atau “bacalah”.
Malaikat Jibril memeluk Rasulullah dan mengajarkan ayat-ayat pertama dari Surat Al-Alaq ayat 1-5, yang menegaskan bahwa Allah mengajarkan kepada manusia hal yang tidak diketahuinya sebelumnya. Ayat tersebut berbunyi:
اِقْرَاْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِىْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۢ اِقْرَاْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِىْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمۡۚ
Artinya: “Bacalah (wahai Muhammad), dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Ayat-ayat ini menegaskan pentingnya membaca, mengingatkan pada kelembutan Tuhan, dan menekankan peran pena sebagai sarana pengajaran ilmu pengetahuan. Peristiwa Nuzulul Quran ini memiliki makna mendalam dalam sejarah Islam, menandai dimulainya misi kenabian Rasulullah SAW dan pemberian petunjuk ilahi kepada umat manusia.
Inilah wahyu pertama yang menjadi awal dari penurunan Al-Quran secara bertahap selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Turunnya Al-Quran ini melalui Malaikat Jibril dan menjadi petunjuk hidup bagi umat Muslim hingga saat ini. Peristiwa Nuzulul Quran menjadi tonggak awal dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia.
Fase Turunnya Al-Qur’an
Terdapat beberapa cara pewahyuan Al-Qur’an, termasuk berbicara langsung kepada Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga, malaikat Jibril turun dalam wujud manusia, lalu membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, dan turunnya Al-Qur’an dengan suara gemerincing lonceng yang kuat.
Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 6666 ayat, dan 114 surah. Diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril secara bertahap, dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, hingga 9 Dzulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H.
Melansir dari laman lampung.nu.or.id bahwa penurunan Al-Qur’an terbagi dalam tiga tahap atau fase, sebagaimana berikut:
Fase pertama dari penurunan Al-Qur’an terjadi ketika keseluruhan kitab suci tersebut diturunkan ke Lauhul Mahfudz (catatan yang terpelihara) secara menyeluruh. Hal ini tercantum dalam Alquran surah Al-Buruj ayat 21-22:
بَلۡ هُوَ قُرۡءَانٞ مَّجِيدٞ فِي لَوۡحٖ مَّحۡفُوظِۢ
Artinya: “Padahal Al-Qur’an itu adalah bacaan yang mulia, yang (tertulis) dalam Lauh Mahfuzh.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah ada secara utuh dalam catatan Allah sejak masa Azali (zaman sebelum penciptaan) sebelum kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW, dan para mufassir menyepakati demikian.
Fase kedua dari penurunan Al-Qur’an adalah ketika keseluruhan kitab suci tersebut diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (Rumah Keagungan) selama bulan Ramadhan, khususnya pada malam lailatul qadar.
Dalil untuk fase ini adalah firman Allah SWT dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Dan Ramadhan itu bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Maka barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadis berikut ini:
فُصِلَ القُرْآنُ مِنَ الذِّكْرِ أي: اللّوح المحفوظ، فَوُضِعَ فِي بَيْتِ العِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَجَعَلَ جِبْرِيلُ عليه السّلام يَنْزِلُ بِهِ عَلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم
Artinya: “Al-Qur’an dipisahkan dari ad-Dzikr (Lauhul Mahfudz) lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia. Kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi SAW,” (HR Hakim).
Para ahli tafsir, termasuk Ibnu Katsir, Fakhruddin al-Razi, Abdurrahman as-Sa’di, dan pakar tafsir lainnya, menyatakan kesepakatan bahwa Al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah pada bulan Ramadhan.
Fase ketiga merupakan tahap terakhir dari turunnya Al-Qur’an. Pada tahap ini, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., dengan ayat-ayat yang turun sesuai dengan konteks peristiwa yang sedang terjadi.
Dalil yang menjadi dasar fase ketiga ini adalah firman Allah dalam Alquran surah As-Syu’ara ayat193-195 berikut ini:
نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيّٖ مُّبِينٖ
Artinya: “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas.”
Ayat-ayat ini menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Tuhan semesta alam dan disampaikan kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab yang jelas. Tujuan utamanya adalah memberikan peringatan kepada suatu umat yang sebelumnya tidak pernah menerima peringatan. Hal ini dilakukan agar mereka dapat memperhatikan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan mengambil pelajaran darinya.
Wallahu A’lam
Oleh Muhammad Luthfi (Mahasiswa UIN SYAHADA Padangsidimpuan)
-
Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.
Lihat semua pos Lecturer
artikelnya sangat bagus dan dapat menambah wawasan
Alhamdulillah, share ke yang lain yuk, agar kebaikan ilmunya semakin luas.
artikel terkait Al-Qur’an sebagai mukjizat sangat bagus dan dapat menambah wawasan pembaca.
terima kasih atas ulasannya. barakallahu fik
Mengapa proses turunnya al-qur’an dilakukan secara bertahap dan tidak sekaligus saja?
Proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap memiliki hikmah dan tujuan tertentu. Pertama, turunnya secara bertahap memungkinkan pengajaran ajaran Islam dan nilai-nilai moral secara progresif, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan umat manusia pada masa itu. Kedua, proses ini menjadi ujian dan bentuk kesabaran bagi umat Muslim, yang diajak untuk memahami dan mempraktikkan ajaran Allah seiring waktu. Ketiga, penurunan bertahap disesuaikan dengan konteks sejarah dan sosial yang berbeda, memberikan petunjuk yang relevan dengan keadaan umat manusia pada saat tertentu. Keempat, proses ini memperkuat iman secara berangsur-angsur dan menghadirkan rasa keterhubungan yang mendalam dengan Allah. Kelima, penurunan bertahap berfungsi sebagai pengingat dan peringatan, memberikan panduan serta peringatan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi pada waktu itu.
Dengan demikian, Al-Qur’an menjadi petunjuk hidup yang komprehensif, relevan, dan berkelanjutan bagi umat manusia sepanjang zaman, mencerminkan kebijaksanaan dan rahmat Allah dalam memberikan petunjuk-Nya secara bijaksana dan terencana.
Mengapa kitab suci Al Qur’an disebut sebagai mukjizat yang paling besar?
Kitab suci Al-Qur’an disebut sebagai mukjizat terbesar dalam Islam karena keunikan dan keistimewaannya yang luar biasa. Pertama, Al-Qur’an dikenal dengan keindahan bahasa Arabnya yang tak tertandingi. Meskipun diturunkan lebih dari 1400 tahun yang lalu, Al-Qur’an tetap memukau pembaca dan peneliti bahasa dengan gaya bahasanya yang kaya, jelas, dan memukau. Bahasa Al-Qur’an tidak hanya merupakan sarana komunikasi, tetapi juga merupakan mukjizat yang menguji kemampuan manusia untuk meniru dan menyamai keindahan serta keunggulan bahasanya.
Kedua, Al-Qur’an mencakup aspek-aspek kehidupan dan ilmu pengetahuan yang tidak mungkin diketahui oleh manusia pada saat itu. Informasi ilmiah, prediksi masa depan, serta hukum-hukum yang diungkapkan dalam Al-Qur’an telah terbukti sesuai dengan penemuan dan perkembangan ilmiah modern. Keakuratan dan ketepatan informasi ini menunjukkan dimensi ketidakmungkinan bagi manusia untuk menghasilkan karya serupa tanpa bimbingan ilahi. Kombinasi keindahan bahasa, ketidakmungkinan meniru, serta keakuratan ilmiah menjadikan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar yang menguatkan keyakinan umat Islam akan keilahian dan kebenaran ajaran Islam.
Mengapa Al-Qur’an tidak disusun sesuai dengan urutan turunan surah?
Al-Qur’an tidak disusun sesuai dengan urutan turunan surah karena penyusunan tersebut merupakan kebijakan Allah yang didasari oleh hikmah-Nya. Penyusunan Al-Qur’an didasarkan pada pertimbangan tematik dan pesan yang terkandung dalam setiap surah, bukan urutan kronologis turunnya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah mengatur tata letak surah untuk memberikan makna dan kesan yang mendalam, serta untuk menguji ketaatan dan kepatuhan umat Muslim terhadap petunjuk Ilahi tanpa memandang urutan turunnya suatu surah.
Penyusunan Al-Qur’an yang tidak mengikuti urutan turunannya juga mencerminkan keberagaman tema dan pelajaran yang bersifat terpisah namun saling melengkapi. Ada tema-tema yang diulang untuk memberikan penekanan dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap konsep tertentu. Dengan demikian, penyusunan Al-Qur’an yang berbeda dari urutan turunnya menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam memberikan petunjuk-Nya, menghadirkan kitab suci yang memberikan manfaat spiritual dan pedoman hidup yang holistik bagi umat manusia.
Bagaimana caranya agar kita dapat merasakan mukjizat dari Al Qur’an
Untuk merasakan mukjizat dari Al-Qur’an, kita perlu membaca dan merenungkan ayat-ayatnya dengan khusyuk dan penuh kesungguhan.
Memahami konteks, makna mendalam, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an akan membantu dalam menangkap kebenaran dan keagungan ajaran-Nya. Selain itu, praktikkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari untuk mengalami dampak positifnya secara langsung. Berdoa dengan ikhlas, mengamalkan ajaran-Nya, dan berpartisipasi dalam pengajian serta diskusi Al-Qur’an juga merupakan cara untuk mendekati dan merasakan mukjizat dari kitab suci ini.
Dengan mendekatkan diri pada Allah dan memahami kaitan antara ayat-ayat Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, diharapkan kita dapat lebih mendalam dan merasakan mukjizat-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Apakah ada kendala- kendala saat turunnya al-qur’an?
Selama proses turunnya Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Di antaranya adalah perlawanan dari musuh-musuh Islam seperti orang-orang Quraisy di Mekah, yang secara keras menentang penyebaran ajaran Islam dan bahkan melakukan penganiayaan terhadap Nabi dan pengikutnya. Kaum pemimpin Quraisy juga menolak keras ajaran Islam yang dianggap mengancam otoritas dan norma-norma tradisional mereka. Selain itu, terdapat pula kendala berupa konflik dan perang yang mencerminkan situasi riil pada masa itu, serta penerimaan yang tidak segera dari sebagian masyarakat terhadap pesan-pesan Al-Qur’an.
Meskipun dihadapkan pada kendala-kendala ini, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya tetap teguh dalam menyebarkan ajaran Islam. Dengan kesabaran, keteguhan, dan dukungan dari Allah SWT, mereka berhasil mengatasi berbagai rintangan dan menyebarluaskan Al-Qur’an ke seluruh dunia, menyebarkan pesan perdamaian, keadilan, dan kasih sayang yang terkandung dalam kitab suci ini.
apa yang menyebabkan mukjizat Alquran bersifat abadi?
Mukjizat Al-Qur’an bersifat abadi karena karakteristik yang membuatnya unik dan tak tertandingi. Pertama, bahasa Al-Qur’an yang luhur dan indah tetap mempesona pembaca dari berbagai generasi. Mukjizat linguistiknya menjelma dalam keindahan dan kekayaan bahasa Arab yang tidak dapat ditiru oleh manusia. Selain itu, Al-Qur’an menantang manusia untuk menciptakan sesuatu yang setara dengannya, namun tidak ada yang mampu menandingi keunggulan bahasa dan kandungan ajaran dalam Al-Qur’an.
Ketidakmampuan manusia untuk meniru keunikan bahasa Al-Qur’an menjadi bukti keabadian mukjizat ini. Isi Al-Qur’an yang bersifat universal, pesan moral, etika, hukum, dan ketepatan ilmiahnya memberikan dimensi abadi pada kitab suci ini. Kemampuannya meramalkan peristiwa masa depan dan keutuhannya yang terjaga sepanjang waktu menambahkan bukti akan keabadian mukjizat Al-Qur’an. Pesan Al-Qur’an juga tetap dapat dipahami oleh berbagai generasi, memberikan petunjuk dan makna yang relevan sepanjang masa. Oleh karena itu, mukjizat Al-Qur’an tidak hanya mencerminkan kebesaran pada zamannya, tetapi juga memancarkan keajaiban dan kebenaran yang bersifat abadi.
Bagaimana peran asbabun nuzul dalam penafsiran al qur’an
Asbabun Nuzul, atau sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, memiliki peran penting dalam penafsiran Al-Qur’an. Informasi tentang latar belakang sejarah dan peristiwa yang menyertai turunnya suatu ayat membantu pembaca memahami maksud dan hikmah yang terkandung dalamnya. Asbabun Nuzul membimbing pembaca agar dapat menghindari kesalahpahaman dan penafsiran keliru, sambil membuka pintu pemahaman terhadap nilai-nilai moral, etika, dan hukum yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut.
Selain itu, asbabun nuzul memungkinkan pembaca untuk menangkap pesan-pesan ajaran Islam yang bersifat universal namun relevan dengan kondisi spesifik pada masa turunnya. Informasi ini membuka dimensi makna yang lebih dalam, membantu dalam meresapi nilai-nilai ajaran, dan memperkaya pemahaman terhadap konteks kehidupan pada masa Nabi Muhammad SAW. Dengan memahami asbabun nuzul, pembaca dapat mengaplikasikan ajaran-ajaran Al-Qur’an secara lebih kontekstual dan bijak dalam kehidupan sehari-hari.
Apa yang membedakan mukjizat Al-qur’an dengan mukjizat para nabi lainnya?
Mukjizat Al-Qur’an dibedakan dari mukjizat para nabi lainnya oleh karakteristik utamanya yang bersifat linguistik. Keindahan, kejelasan, dan keunikan bahasa Al-Qur’an menjadi pembeda kunci, dan tantangan untuk menciptakan sesuatu yang setara dengan keunggulan bahasanya tetap tidak terpenuhi oleh manusia. Selain itu, mukjizat Al-Qur’an bersifat universal dan relevan untuk semua generasi, menekankan pesan moral, etika, dan hukum yang dapat diakses oleh seluruh umat manusia.
Perbedaan lain terletak pada kontinuitas dan keutuhan teks Al-Qur’an yang tidak mengalami perubahan sejak zaman penurunannya, menegaskan mukjizat dalam hal preservasi dan menjaga keaslian ajaran Islam. Isi ilmiah dan prediksi masa depan yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an juga memperkuat dimensi ilmiah mukjizat ini. Dengan fokus pada keunggulan teks sendiri, mukjizat Al-Qur’an membedakan dirinya dari mukjizat para nabi lain yang mungkin melibatkan kejadian ajaib atau mukjizat dalam bentuk lain.
Bagaimana mukjizat agung dalam sejarah agama dapat dijadikan pedoman moral dalam kehidupan sehari-hari ?..
Mukjizat Al-Qur’an dalam sejarah agama menjadi pedoman moral dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan ajaran moral universal, menekankan etika dan akhlak yang baik, mendorong toleransi dan kepedulian, menegakkan keadilan dan keseimbangan, mempromosikan pemberdayaan sosial, menginspirasi melalui keteladanan Nabi Muhammad SAW, dan membantu pengembangan diri serta spiritualitas.
Dengan mengaplikasikan nilai-nilai ini, individu dapat membentuk sikap dan tindakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral Islam, menciptakan masyarakat yang adil, berempati, dan harmonis.
Artikel bagus dah mudah dipahami.
terima kasih, share yuk!
Kapan tepatnya Nuzulul Qur’an terjadi dalam kalender Masehi?
Nuzulul Qur’an, atau malam turunnya Al-Qur’an, tidak memiliki tanggal yang pasti dalam kalender Masehi karena perhitungan kalender Islam berbeda dengan kalender Masehi. Nuzulul Qur’an pertama kalinya terjadi pada bulan Ramadhan, tepatnya pada 17 Ramadhan.
Oleh karena itu, untuk menentukan malam Nuzulul Qur’an dalam kalender Masehi, perlu merujuk pada penentuan awal bulan Ramadan pada tahun tertentu dalam kalender Islam .