Al-Qur’an dan Dinamika Wahyu: Koreksi, Pembenar, Penyempurna
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an adalah wahyu terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai kitab suci yang paling akhir, Al-Qur’an tidak hadir dalam ruang kosong. Ia datang dalam kesinambungan tradisi wahyu yang telah dimulai sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Isa AS. Oleh karena itu, memahami fungsi Al-Qur’an secara khusus dalam hubungannya dengan kitab-kitab terdahulu—seperti Taurat, Zabur, dan Injil—menjadi penting dalam kajian Ulumul Qur’an.
Para ulama menyepakati bahwa Al-Qur’an bukan hanya sebagai kitab yang berdiri sendiri, melainkan ia juga mengafirmasi, menyempurnakan, sekaligus menjadi pembeda dari kitab-kitab sebelumnya. Penegasan ini dapat ditemukan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan ditafsirkan oleh para mufassir sebagai bentuk kesinambungan risalah ilahiyyah yang disempurnakan pada puncaknya dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Al-Qur’an sebagai Pembenar dan Penyempurna Wahyu Sebelumnya
Al-Qur’an hadir sebagai kitab yang membenarkan kebenaran yang masih asli dari kitab-kitab sebelumnya. Dalam Alquran Surah Al-Mā’idah ayat 48, Allah berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
Artinya: “Dan Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan sebagai pengontrol terhadap kitab-kitab itu…”
Dalam penafsiran ayat ini, Al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani menjelaskan bahwa lafaz muhayminan bermakna sebagai hakim atau penyelia, yakni Al-Qur’an menjadi standar kebenaran terhadap kitab-kitab yang telah ada sebelumnya.
Meluruskan Penyelewengan dalam Kitab Terdahulu
Seiring berjalannya waktu, kitab-kitab wahyu seperti Taurat dan Injil mengalami distorsi, baik secara teks maupun makna. Al-Qur’an diturunkan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan tersebut dan mengembalikan ajaran tauhid murni.
Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 75:
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّـهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal sebagian dari mereka telah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahuinya?”
Ibnu Katsir dalam Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm menafsirkan bahwa ayat ini menjadi bukti otentik bahwa sebagian ahli kitab melakukan perubahan terhadap isi Taurat dan Injil, baik menambah maupun mengurangi makna yang benar.
Mengganti Hukum-Hukum Sebelumnya dengan Syariat yang Baru
Salah satu fungsi Al-Qur’an yang menonjol adalah menggantikan hukum-hukum terdahulu yang tidak lagi relevan. Sebagai contoh, hukum qishash, waris, dan zakat yang pada masa Bani Israil bersifat eksklusif, kini menjadi universal dalam syariat Islam.
Dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 106 disebutkan:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa padanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.”
Pendapat Imam Al-Syafi’i dalam Al-Risalah menegaskan bahwa naskh adalah bentuk kasih sayang Allah dalam menyempurnakan syariat, bukan kontradiksi antar wahyu.
Menjelaskan Ajaran yang Kurang Jelas dalam Kitab Terdahulu
Al-Qur’an menjelaskan dengan rinci ajaran-ajaran yang mungkin tidak disebutkan secara terang dalam kitab-kitab sebelumnya. Contohnya adalah masalah kehidupan setelah mati, balasan surga dan neraka, dan peran para nabi.
Allah berfirman dalam Alquran Surah An-Naḥl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu…”
Dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Imam Jalaluddin al-Suyuthi menyebut ayat ini sebagai bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi menjelaskan ajaran tauhid, hukum, dan akhlak secara menyeluruh.
Penyempurna Nilai-Nilai Universal Wahyu
Taurat mengedepankan keadilan dan hukum, Injil menekankan kasih dan pengampunan, sedangkan Al-Qur’an menyempurnakan semuanya dengan keseimbangan antara keadilan dan rahmat. Ia mengajarkan tauhid, syariat, akhlak, serta sistem hidup sosial yang utuh.
Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar, Al-Qur’an adalah kitab yang mencerminkan kesempurnaan tatanan kehidupan—baik secara spiritual maupun sosial—yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab sebelumnya.
Kesimpulan
Al-Qur’an bukan hanya hadir sebagai kitab suci penutup dalam deretan wahyu Allah, tetapi juga berfungsi sebagai penyempurna, pembenar, pengoreksi, dan pengganti bagi kitab-kitab Allah sebelumnya. Ia membenarkan ajaran tauhid yang terdapat dalam Taurat, Injil, dan Zabur, sekaligus menghapus penyimpangan yang telah terjadi. Fungsi-fungsi ini menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum dan petunjuk hidup yang paling sempurna dan universal bagi seluruh umat manusia, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama seperti Jalaluddin al-Suyuthi, Ibnu Katsir, dan Muhammad Abduh. Wallahua’lam.
Maulana Al-Hafiz Azby (Mahasiswa Prodi Teknologi Informasi UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Jika Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk untuk semua manusia, kenapa masih banyak orang (bahkan Muslim sendiri) yang lebih kenal quotes motivasi daripada ayat Al-Qur’an?
Dalam konteks sejarah dan sosial, mengapa diperlukan wahyu baru setelah kitab-kitab terdahulu?
Apa fungsi khusus al Quran dibandingkan dengan kitab kitab allah yang telah diturunkan sebelumnya, seperti Taurat, zabur, dan injil