Transplantasi Organ dalam Islam: Hukum, Etika, dan Jenisnya
TATSQIF ONLINE – Kemajuan teknologi medis telah membawa perkembangan besar dalam praktik transplantasi organ. Tindakan medis ini kini menjadi solusi untuk menyelamatkan nyawa bagi banyak pasien dengan kerusakan organ vital seperti ginjal, jantung, atau hati.
Islam, sebagai agama yang menekankan perlindungan terhadap kehidupan, juga memandang bahwa upaya penyelamatan nyawa merupakan tindakan yang mulia. Transplantasi organ dapat membantu mewujudkan tujuan syariah (maqashid syariah) dalam menjaga jiwa, tetapi di sisi lain Islam mengajarkan pentingnya menghormati dan menjaga tubuh manusia, baik saat hidup maupun setelah kematian.
Pandangan Islam tentang transplantasi organ bertumpu pada prinsip-prinsip dasar syariah yang mencakup keutamaan memelihara kehidupan tanpa mengabaikan kehormatan manusia. Dalam konteks ini, transplantasi organ dapat menjadi sah dan legal dengan syarat-syarat tertentu. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis, serta pandangan ulama kontemporer, memberikan landasan hukum dan etika bagi pelaksanaan transplantasi organ yang sejalan dengan ajaran Islam.
Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Pentingnya Memelihara Kehidupan
Islam memiliki dasar kuat dalam hal memelihara kehidupan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 32:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Artinya: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.”
Ayat ini menunjukkan bahwa segala tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang sangat dihargai dalam Islam. Begitu pula, hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, mengatakan:
وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Artinya: “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menganjurkan umat Islam untuk saling membantu dan berbuat baik, termasuk dalam tindakan menyelamatkan nyawa. Maka, tindakan transplantasi yang bertujuan untuk menyelamatkan seseorang dapat dinilai sebagai bentuk kebaikan, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai syariah.
Jenis-Jenis Transplantasi dalam Kedokteran
1. Transplantasi Organ Solid:
Melibatkan organ-organ vital seperti ginjal, jantung, paru-paru, dan hati. Transplantasi jenis ini adalah yang paling umum dan sering kali dilakukan untuk pasien dengan kerusakan organ yang parah dan permanen. Transplantasi jantung dan hati, misalnya, banyak diperbincangkan dalam perspektif syariah karena kebutuhan yang tinggi akan donor namun terbatasnya persediaan organ.
2. Transplantasi Jaringan:
Termasuk transplantasi jaringan yang lebih kecil atau spesifik seperti kulit, tulang, tendon, dan ligamen. Jenis transplantasi ini sering digunakan untuk pasien dengan luka bakar parah atau kerusakan jaringan pada sendi. Ulama umumnya membolehkan transplantasi jaringan karena dianggap tidak mempengaruhi keutuhan jasad secara signifikan dan lebih mudah diperoleh.
3. Transplantasi Kornea (Donor Mata):
Transplantasi ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan seseorang dengan mengambil kornea dari donor yang telah meninggal. Karena kornea merupakan bagian mata yang tidak mempengaruhi struktur tubuh secara keseluruhan, banyak ulama memperbolehkannya, dan ini termasuk salah satu bentuk sedekah yang bernilai tinggi.
4. Transplantasi Sel dan Sumsum Tulang:
Melibatkan sel-sel hidup seperti transplantasi sumsum tulang atau sel punca untuk mengobati penyakit darah dan kanker. Transplantasi jenis ini biasanya memerlukan donor hidup yang memiliki kecocokan dengan penerima. Ulama memandang transplantasi ini dapat dilakukan dengan persetujuan donor dan tujuan medis yang jelas.
5. Transplantasi Autologous:
Transplantasi yang menggunakan jaringan atau organ dari tubuh pasien sendiri, seperti kulit untuk rekonstruksi atau sumsum tulang. Dalam pandangan Islam, transplantasi jenis ini dianggap paling aman dari sisi hukum karena tidak melibatkan pihak donor lain dan mengurangi risiko eksploitasi.
6. Transplantasi Xenograft (Hewan ke Manusia):
Merupakan transplantasi dari hewan ke manusia, misalnya dalam eksperimen menggunakan jantung babi untuk menggantikan jantung manusia. Mayoritas ulama menolak transplantasi dari hewan yang diharamkan seperti babi, meskipun dalam keadaan darurat, masih ada perdebatan apakah penggunaannya diperbolehkan jika terbukti satu-satunya cara menyelamatkan nyawa.
Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer
Para ulama klasik tidak banyak membahas transplantasi organ karena praktik kedokteran di masa lalu belum mencapai perkembangan ini. Namun, ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Fiqh Al-Ma’ashir, membahas bahwa transplantasi organ diperbolehkan dalam keadaan darurat. Al-Qaradawi berpendapat bahwa jika transplantasi merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa seseorang, maka tindakan ini diperbolehkan dengan catatan persetujuan dari donor atau keluarganya serta tidak menimbulkan kemudaratan besar bagi donor.
Selain itu, Dr. Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juga menyatakan bahwa transplantasi organ diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat khusus. Syarat tersebut meliputi tidak adanya unsur pemaksaan, persetujuan dari donor atau ahli waris, serta adanya manfaat nyata bagi penerima organ.
Pendapat ini sejalan dengan kaidah fiqh yang menyatakan, “Ad-dararu yuzalu” (segala bentuk bahaya harus dihilangkan), yang berarti Islam mengizinkan tindakan untuk menghilangkan kesulitan selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariah lainnya.
Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan transplantasi organ dalam keadaan darurat. Fatwa ini didasarkan pada maqashid syariah atau tujuan syariah, yaitu menjaga jiwa manusia. Namun, MUI menekankan bahwa tindakan ini harus dilandasi persetujuan dari donor dan dilakukan tanpa unsur jual beli organ, karena jual beli organ bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam.
Contoh Kasus dan Aplikasinya
1. Transplantasi Ginjal:
Transplantasi ginjal telah banyak dilakukan untuk menyelamatkan pasien gagal ginjal terminal. Jika donor adalah keluarga terdekat, praktik ini dinilai lebih etis dalam syariah karena dilakukan dengan dasar kerelaan dan tanpa unsur eksploitasi.
2. Donor Mata (Kornea):
Seorang donor yang meninggal dapat menyumbangkan kornea matanya untuk memperbaiki penglihatan orang lain. Banyak ulama memperbolehkan transplantasi kornea karena tidak mengubah keseluruhan tubuh, dan tindakan ini dianggap sebagai amal sedekah yang besar manfaatnya. Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Asybah wa an-Nazhair, menyebutkan bahwa sedekah yang dilakukan dengan niat ikhlas bisa menjadi pahala bagi pemberinya.
3. Transplantasi Jantung:
Dalam beberapa kasus darurat, transplantasi jantung dianggap sebagai opsi penyelamatan terakhir. Para ulama kontemporer memperbolehkannya asalkan dilakukan secara sukarela dan tidak melibatkan perdagangan organ, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Argumentasi Etis dalam Fiqh Kontemporer
Islam mengatur segala tindakan yang dapat membawa kemaslahatan dan menghilangkan kesulitan bagi umat manusia. Ulama merujuk pada kaidah fiqh “Ad-dararu yuzalu” yang berarti bahwa segala bentuk bahaya harus dihilangkan, terutama jika transplantasi organ menjadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
Selain itu, konsep Maslahah Mursalah atau kemaslahatan umum menjadi dasar justifikasi hukum. Jika transplantasi organ membawa manfaat yang nyata bagi masyarakat, maka tindakan ini sejalan dengan tujuan syariah.
Larangan Jual Beli Organ
Islam secara tegas melarang jual beli organ, karena tubuh manusia bukanlah komoditas yang boleh diperdagangkan. Pandangan ini didasarkan pada prinsip penghormatan terhadap martabat manusia dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan dalam Islam.
Dr. Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuh menekankan bahwa praktik jual beli organ bertentangan dengan martabat manusia dan mengganggu nilai-nilai dasar dalam syariah Islam. Maka, transplantasi organ hanya boleh dilakukan secara sukarela dan sebagai bentuk amal kebaikan, tanpa ada unsur komersial atau pemaksaan.
Ulama juga mengingatkan akan pentingnya memastikan bahwa proses transplantasi bebas dari segala bentuk transaksi jual beli yang mengandung eksploitasi terhadap manusia. Dalam banyak kasus, penerima organ adalah pihak yang sangat membutuhkan, dan menjadikan organ tubuh sebagai komoditas dapat memicu ketimpangan sosial serta melahirkan penyalahgunaan dalam perdagangan organ yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kesimpulan
Dalam perspektif fiqh kontemporer, transplantasi organ adalah sebuah kebutuhan medis yang diizinkan selama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa atau memperbaiki kualitas hidup seseorang. Islam memperbolehkan transplantasi ini dengan sejumlah syarat, seperti persetujuan dari pihak donor atau ahli warisnya, tidak ada unsur pemaksaan atau transaksi jual beli, serta dilakukan dengan tujuan kemaslahatan yang nyata. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis mendukung tindakan penyelamatan jiwa, sebagaimana termaktub dalam Surah Al-Maidah ayat 32 dan hadis Nabi yang mendorong umat Muslim untuk membantu sesama.
Dalam konteks perkembangan medis modern, transplantasi organ juga harus dilakukan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan tubuh manusia yang dijunjung tinggi dalam Islam. Jenis-jenis transplantasi yang dibolehkan termasuk transplantasi organ solid, jaringan, kornea, sel, serta beberapa bentuk transplantasi autologous, yang dilakukan atas persetujuan dan untuk manfaat yang jelas. Melalui prinsip-prinsip syariah dan maqashid syariah, Islam memberikan ruang bagi kemajuan ilmu kedokteran, yang diharapkan dapat mendatangkan kemaslahatan dan keselamatan bagi seluruh umat manusia.
Dengan demikian, transplantasi organ dapat dianggap sebagai bagian dari usaha mewujudkan tujuan syariah dalam menjaga kehidupan manusia. Dengan syarat-syarat yang telah disebutkan, umat Islam dapat mengambil manfaat dari perkembangan teknologi medis ini tanpa melanggar prinsip-prinsip agama, dan menyeimbangkan antara tuntutan kemajuan medis dengan ketaatan terhadap nilai-nilai Islam yang luhur. Wallahua’lam.
Yuliana Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana hukum nya apabila seseorang mendonorkan jantung nya kepada org lain, hingga menyebabkan ia meninggal. Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam?
Bagaimana hukum Islam mengatur transplantasi organ dari donor orang yang masih hidup dengan donor orang yang sudah meninggal?
Bagaimana aspek etika yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan transplantasi organ menurut syariat Islam?
Bagaimana hukum transplantasi organ dari orang yang berbeda agama? Jelaskan pandangan ulama tentang hal ini.
Jenis transplantasi organ apa saja yang diizinkan dalam Islam, dan apakah ada batasan tertentu dalam donor atau penerima organ?
Apakah tranplantasi organ dapat dianggap sebagai pengubahan ciptaan allah? Jika ya, bagaimana hal ini dibenarkan dalam islam?
Bagaimana pandangan Islam mengenai penggunaan organ dari donor yang telah meninggal dunia, dan apa saja syarat yang harus dipenuhi agar transplantasi dianggap sah menurut syariat?
Artikel nya sangat bagus dan sangat mudah untuk di pahami
Apakah terdapat larangan spesifik dalam Islam mengenai jenis organ yang boleh didonorkan?
Artikelnya bagus semoga bermanfaat bagi pembaca 🤲🏻
Artikel yang bermanfaat
Atikelnya sangat bagus, dan berguna bagi pembaca
Bagaimana dampak psikologis pada pasien setelah menjalani transplantasi organ?
Artikel yg bagus