Sunnah sebagai Sumber Hukum dan Bentuk-Bentuknya, Simak
TATSQIF ONLINE – Islam adalah agama yang tidak hanya mengajarkan keyakinan, tetapi juga memberikan pedoman hidup yang lengkap bagi manusia. Kesempurnaan Islam tercermin dari adanya sumber ajaran yang dijadikan acuan dalam mengatur akidah, ibadah, akhlak, dan seluruh perilaku umat. Karena itu, setiap tindakan seorang muslim, baik secara individu maupun kelompok, idealnya didasarkan pada sumber syariat.
Al-Qur’an menjadi sumber utama, sedangkan sunnah Nabi menjadi penjelas dan penguatnya. Banyak ajaran Islam yang tidak dapat diamalkan secara operasional tanpa bantuan sunnah. Misalnya, Al-Qur’an memerintahkan mendirikan salat dan menunaikan zakat, tetapi tidak menjelaskan tata caranya secara rinci. Di sinilah sunnah bekerja sebagai penjelas.
Sunnah juga berfungsi sebagai dasar hukum, pedoman perilaku, dan parameter konsultasi dalam menghadapi persoalan baru. Tanpa sunnah, ajaran Islam akan tampak abstrak dan tidak aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Sunnah
Secara bahasa, sunnah berasal dari kata سَنَّ – يَسُنُّ yang berarti jalan, kebiasaan, cara hidup, atau perilaku tertentu. Kata ini bisa dipakai untuk menunjuk pada kebiasaan baik maupun buruk.
Para ulama dari disiplin yang berbeda memahami sunnah secara beragam.
Bagi fuqaha (ahli fikih), sunnah adalah bagian dari hukum taklifi, yaitu sesuatu yang jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Contohnya salat sunnah, puasa Senin-Kamis, atau memberi salam.
Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: “Barang siapa mencontohkan sunnah yang baik dalam Islam, ia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa mencontohkan sunnah yang buruk, ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun.” (HR. Muslim)
Ulama hadis mendefinisikan sunnah sebagai segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat, maupun perjalanan hidup beliau, sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul.
Di sisi lain, ulama ushul fikih membatasi sunnah hanya pada ucapan, tindakan, dan persetujuan Nabi yang berhubungan dengan hukum syar’i. Perilaku Nabi yang bersifat pribadi atau budaya tidak termasuk dalam kategori ini.
Sementara ulama fikih menggunakan istilah sunnah untuk menunjukkan hukum anjuran, berbeda dari wajib, haram, makruh, dan mubah.
Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa istilah sunnah fleksibel tergantung sudut pandang ilmunya. Namun semuanya berangkat dari kesadaran bahwa Nabi adalah teladan utama, sebagaimana firman Allah Swt.:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat, serta banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)
Dengan demikian, berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah menjadi jalan utama untuk menjaga kemurnian ajaran Islam.
Macam-Macam Sunnah
Ulama hadis dan ushul fiqih membagi sunnah menjadi tiga bentuk utama: qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah.
1. Sunnah Qauliyah (ucapan Nabi)
Ini mencakup semua perkataan Nabi ﷺ yang memuat ajaran dan hukum. Contoh hadis qauli adalah sabda beliau tentang keutamaan menyampaikan ilmu:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا
Artinya: “Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengar perkataanku, lalu menghafalnya dan menyampaikannya sebagaimana ia dengar.” (HR. Ahmad)
2. Sunnah Fi’liyah (perbuatan Nabi)
Yaitu segala tindakan Nabi yang disaksikan dan ditransmisikan oleh sahabat. Contoh paling kuat adalah tata cara salat. Nabi bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari)
Demikian pula tata cara haji yang dijelaskan melalui praktik langsung.
3. Sunnah Taqririyah (persetujuan Nabi)
Ini terjadi ketika Nabi membiarkan atau menyetujui perbuatan sahabat tanpa mengingkari. Misalnya ketika para sahabat berbeda memahami sabda berikut:
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian salat Ashar kecuali di Bani Quraizah.”
Sebagian sahabat menunda salat hingga sampai tujuan, sementara yang lain mengerjakan salat tepat waktu. Nabi membenarkan keduanya.
Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum
Sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Banyak hukum Islam tidak dapat dipahami tanpa sunnah sebagai penjelas. Rasulullah ﷺ bersabda:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya: “Barang siapa berpaling dari sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fungsi sunnah dalam hukum Islam antara lain:
1. Menjelaskan (bayan tafsir)
Sunnah memperinci ayat yang global. Misalnya, Al-Qur’an memerintahkan salat, tetapi sunnah yang menjelaskan tata caranya.
2. Menguatkan (bayan ta’kid)
Sunnah menegaskan ajaran yang sudah disebutkan dalam Al-Qur’an.
3. Menetapkan hukum baru (bayan tasyri’)
Sunnah juga bisa menjelaskan hal-hal yang tidak disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an.
Tanpa sunnah, pelaksanaan ajaran Islam tidak akan utuh.
Kesimpulan
Sunnah bukan hanya pelengkap ajaran Islam, tetapi juga sumber hukum kedua yang memperjelas, menguatkan, dan menetapkan hukum-hukum yang tidak dirinci dalam Al-Qur’an. Peran Nabi sebagai teladan harus dipahami secara proporsional melalui sunnah qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah.
Umat Islam tidak cukup hanya memahami sumber ajaran, tetapi juga harus meneladani dan mengamalkan sunnah Nabi ﷺ dalam ibadah, sikap, dan akhlak. Dengan memadukan Al-Qur’an dan sunnah, umat terhindar dari kesesatan, penyimpangan, dan kekosongan pedoman hidup. Wallahu’alam.
Zulkaedah Dalimunthe (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

bagaimana contoh sunnah yang menetapkan hukum baru yang tidak ada dalam al qur’an?
Mengapa sunnah diperlukan untuk memperinci hukum-hukum dalam Al-Qur’an?
Jelaskan dengan contoh bagaimana sunnah bayan tasyri’ menetapkan hukum baru yang tidak disebut dalam Al-Qur’an!
Bagaimana metode ulama meneliti Sunnah sebelum dijadikan hukum?
Bagaimana metode ulama meneliti Sunnah sebelum dijadikan hukum dalam Islam?
Apa yang dimaksud dengan sunnah dan bangaimana perannya dalam ibadah?