Rasm Al-Qur’an: Sejarah, Kaidah, dan Relevansinya di Masa Kini
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Dalam sejarahnya, penulisan dan pengelolaan Al-Qur’an telah mengalami beberapa fase penting untuk menjaga keaslian dan keseragamannya. Salah satu aspek penting dalam pemeliharaan ini adalah penulisan mushaf Al-Qur’an yang dikenal dengan istilah Rasm Al-Qur’an.
Pengertian Rasm al-Qur’an
Rasm berasal dari kata “rasama” (رسماً), yang berarti menggambar atau melukis. Dalam konteks ini, rasm dapat dimaknai sebagai tata cara penulisan atau metode tertentu yang mengikuti aturan tertentu. Dengan demikian, Rasm al-Qur’an merujuk pada metode penulisan Al-Qur’an yang memiliki kaidah-kaidah khusus yang telah disepakati sejak awal.
Kata rasm juga sering diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau baku sesuai dengan aturan tertentu. Dalam konteks sejarah Islam, istilah ini digunakan untuk merujuk kepada pola penulisan mushaf Al-Qur’an sebagaimana ditulis pada masa sahabat, khususnya di zaman Khalifah Utsman bin Affan. Metode ini menjadi acuan standar dalam penulisan Al-Qur’an hingga saat ini.
Sejarah Perkembangan Rasm al-Qur’an
Perkembangan Rasm al-Qur’an terjadi melalui beberapa fase penting, yang melibatkan para sahabat dan ulama dalam menjaga keaslian serta keutuhan kitab suci Al-Qur’an. Sejarah penulisan ini dapat dibagi ke dalam beberapa periode berikut:
1. Penulisan Al-Qur’an di Zaman Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Penulisan wahyu dilakukan oleh para sahabat yang bertugas sebagai penulis wahyu, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Khalid bin Walid, dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Rasulullah SAW memerintahkan penulis wahyu untuk mencatat ayat-ayat yang diterima, sementara sebagian besar sahabat lainnya menghafalnya di luar kepala.
Penulisan Al-Qur’an pada masa ini dilakukan pada berbagai media, seperti pelepah kurma, kulit hewan, tulang belulang, atau batu. Meski ayat-ayat Al-Qur’an telah ditulis, mushaf pada masa Rasulullah belum terkumpul dalam satu kitab yang sistematis. Ayat-ayat Al-Qur’an hanya disusun sesuai perintah Nabi SAW, tetapi masih tersebar dalam bentuk tulisan terpisah.
2. Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Khalifah Abu Bakar
Pada masa Khalifah Abu Bakar, pengumpulan Al-Qur’an menjadi prioritas setelah terjadinya Perang Yamamah, di mana banyak para penghafal Al-Qur’an (qurra’) yang gugur. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak ada bagian yang hilang.
Khalifah Abu Bakar akhirnya menyetujui usulan tersebut dan menunjuk Zaid bin Tsabit, seorang sahabat yang dikenal sebagai penulis wahyu Rasulullah SAW, untuk melaksanakan tugas mulia ini. Zaid melaksanakan pengumpulan Al-Qur’an dengan penuh kehati-hatian, memadukan hafalan para sahabat dengan dokumen tertulis yang ada. Mushaf hasil kerja Zaid disimpan oleh Khalifah Abu Bakar hingga wafat, lalu diwariskan kepada Umar, dan kemudian disimpan oleh Hafshah, putri Umar.
3. Standarisasi Mushaf di Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa Khalifah Utsman, terjadi perbedaan bacaan (qira’at) di antara kaum Muslimin akibat penyebaran Islam yang meluas ke berbagai wilayah. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisihan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Khalifah Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit bersama tim yang terdiri dari Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menyalin mushaf yang telah dikumpulkan di masa Abu Bakar.
Utsman juga memberikan arahan bahwa jika terdapat perbedaan dalam bacaan atau penulisan, maka rujukan utama adalah bahasa Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan lisan Quraisy. Mushaf standar ini kemudian diperbanyak dan dikirim ke berbagai wilayah kekhalifahan Islam, seperti Kufah, Basrah, Damaskus, dan Makkah. Mushaf-mushaf inilah yang dikenal dengan sebutan Mushaf Utsmani. Mushaf-mushaf lain yang tidak sesuai dengan standar ini dimusnahkan untuk menghindari perpecahan.
Pendapat Ulama Tentang Rasm al-Qur’an
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai status hukum Rasm Utsmani. Berikut adalah tiga pandangan utama:
1. Rasm Utsmani Bersifat Tauqifi
Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasm Utsmani bersifat tauqifi, yaitu berasal langsung dari Rasulullah SAW melalui wahyu. Pendapat ini didukung oleh Abdul Aziz ad-Dabbag, yang menyatakan bahwa penulisan Al-Qur’an telah ditentukan oleh Nabi dengan kaidah yang ada, termasuk penambahan atau pengurangan huruf tertentu. Menurut mereka, penulisan Al-Qur’an tidak boleh diubah karena mengandung rahasia ilahiah yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
2. Rasm Utsmani sebagai Ijtihad Sahabat
Banyak ulama lain berpendapat bahwa Rasm Utsmani merupakan hasil ijtihad para sahabat di masa Utsman bin Affan. Meskipun demikian, mereka sepakat bahwa mengikuti Rasm Utsmani adalah suatu kewajiban demi menjaga keseragaman penulisan Al-Qur’an. Imam Ahmad bin Hanbal bahkan menyatakan bahwa menyalahi Rasm Utsmani hukumnya haram.
3. Rasm Utsmani sebagai Pilihan Teknis
Sebagian ulama menganggap bahwa Rasm Utsmani hanyalah salah satu metode penulisan. Oleh karena itu, mereka memperbolehkan penggunaan Rasm Imla’i (penulisan berdasarkan kaidah ejaan modern) untuk mempermudah pembelajaran, khususnya bagi orang awam.
Kesimpulan dari ketiga pendapat ini adalah pentingnya menjaga keaslian mushaf Rasm Utsmani sebagai standar baku, tetapi tidak menutup kemungkinan penggunaan metode lain untuk tujuan pembelajaran.
Perbandingan Rasm Utsmani dan Rasm Imla’i
1. Rasm Utsmani
Rasm Utsmani adalah pola penulisan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Penulisannya mengikuti kaidah khusus, seperti:
a. Kaidah Penghilangan Huruf (Al-Hadzf): Misalnya, penghilangan alif dalam kata الرحمن (ar-Rahman).
b. Kaidah Penambahan Huruf (Az-Ziyadah): Misalnya, penambahan alif pada kata أولوا (awla).
c. Kaidah Penggantian Huruf (Al-Badal): Misalnya, penggantian huruf hamzah dengan huruf lain.
2. Rasm Imla’i
Rasm Imla’i adalah penulisan Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah ejaan modern. Metode ini digunakan untuk mempermudah pembacaan, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa membaca Rasm Utsmani.
Meskipun Rasm Imla’i dapat membantu umat Islam membaca Al-Qur’an, Rasm Utsmani tetap menjadi standar baku dalam penulisan mushaf.
Pentingnya Melestarikan Rasm Utsmani
Melestarikan Rasm Utsmani adalah bagian dari menjaga keotentikan Al-Qur’an. Hal ini sejalan dengan janji Allah dalam surah Al-Hijr (15:9):
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Standar Rasm Utsmani tidak hanya menjaga keseragaman penulisan, tetapi juga memelihara keotentikan Al-Qur’an sebagai mukjizat Allah yang tidak pernah berubah sejak pertama kali diturunkan. Oleh karena itu, Rasm Utsmani wajib dijadikan rujukan utama dalam penulisan Al-Qur’an di seluruh dunia Islam.
Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an
1. Mushaf Bahriyah
Mushaf Bahriyah merupakan salah satu inovasi yang ditujukan untuk membantu para penghafal Al-Qur’an (huffaz), khususnya di Indonesia. Mushaf ini dirancang dengan sistematika yang mempermudah hafalan, seperti pembagian ayat per halaman dan tanda-tanda tajwid yang jelas. Format ini sangat mendukung para penghafal untuk mengingat dan mengulang hafalan mereka secara terstruktur.
Mushaf Bahriyah juga dilengkapi dengan desain visual yang mendukung konsentrasi pembaca, seperti penandaan warna untuk hukum tajwid dan tata letak yang rapi. Upaya ini adalah wujud nyata dari perkembangan teknologi percetakan yang dimanfaatkan untuk mendukung pengajaran dan penghafalan Al-Qur’an.
2. Terjemahan Al-Qur’an Edisi Penyempurnaan
Penyempurnaan terjemahan Al-Qur’an oleh Kementerian Agama Republik Indonesia adalah langkah besar dalam memberikan pemahaman yang lebih akurat terhadap kandungan Al-Qur’an. Terjemahan Al-Qur’an Edisi Penyempurnaan tidak hanya memperhatikan aspek kebahasaan, tetapi juga mempertimbangkan tafsir yang lebih mendalam dan relevan dengan konteks zaman.
Proses penyempurnaan ini melibatkan para ahli tafsir, ulama, dan pakar bahasa, sehingga menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan kaidah ilmu tafsir dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia dapat memahami pesan Al-Qur’an dengan lebih baik tanpa kehilangan makna asli yang terkandung dalam bahasa Arabnya.
Kesimpulan
Menjaga keaslian Rasm Usmani adalah bagian dari tanggung jawab umat Islam untuk melestarikan warisan Rasulullah SAW dan para sahabat. Di sisi lain, pendekatan moderat melalui Rasm Imla’i dan mushaf penyempurnaan merupakan bentuk adaptasi yang tidak mengurangi nilai-nilai utama Al-Qur’an. Dengan demikian, Al-Qur’an tetap relevan, mudah dipahami, dan terjaga kesuciannya hingga akhir zaman. Wallahua’lam.
Resti Damayanti (Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apakah pengumpulan al qur’an di masa nabi muhammad SAW dan masa abu bakar berbeda? Jelaskan secara detail
Bagaimana perbedaan antara mushaf yang digunakan pada zaman dulu dan yang digunakan sekarang?
Mengapa sejarah berkaitan dengan kejadian di masa kini dan masa depan?
Mengapa sejarah berkaitan dengan kejadian di masa kini dan masa depan?
Adakah metode lain untuk mempelajari mushaf kita suci Al-Qur’an selain kaidah kepenulisan menurut Utsman
Jelaskan bagaiman kaidah islam berkembang dari masa nabi muhammad SAW hingga masa sekarang
Apa pentingnya rasm Al-Qur’an dalam memahami Al-Qur’an
Bagaimana rasmu al-quran di kembangkan dan di sempurnaka
Apa manfaat mempelajari rasm Al Quran?