Qurban dalam Islam: Menggapai Ketaatan dan Kesadaran Sosial
TATSQIF ONLINE – Berqurban dalam Islam adalah suatu ibadah yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Istilah ini disebut juga dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti pengorbanan.
Ibadah qurban dilakukan dengan menyembelih hewan ternak yang memenuhi syarat tertentu, seperti unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba pada hari raya Idul Adha dan hari tasyriq, yaitu pada tanggal 10 Dzuhijjah sampai dengan 13 Dzulhijjah.
Salah satu hari raya umat Islam adalah idul adha, yaitu perayaan yang dilakukan dengan berqurban sebagai bentuk ketaataan kepada Allah SWT. Momentum Idul Adha merupakan sebuah pengingat kepada manusia bahwa jalan menuju surga membutuhkan pengorbanan dan ketaatan.
Sejarah Qurban
Perintah untuk menyembelih hewan qurban bermula dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, yang mendapatkan mimpi untuk menyembelih putranya, Ismail pada tanggal 8 Dzulhijjah.
Mengutip dari laman detik.com, Allah SWT menguji iman dan takwa Nabi Ibrahim AS melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia tujuh tahun untuk disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah As-Saffat ayat 102:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: “(Ibrahim) berkata, “Wahai anakkku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka bagaimana pendapatmu? Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Singkat cerita, ketika Nabi Ibrahim AS sudah memantapkan diri untuk menyembelih Nabi Ismail AS dengan penuh keikhlasan, Allah SWT melanjutkan firman-Nya dalam Alquran surah As-Saffat ayat 107-110 yang berbunyi:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِين
Artinya: “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Sebagai seorang ayah, tentu saja mimpi tersebut membuat Nabi Ibrahim merenung dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Namun, beliau tetap mendapatkan mimpi yang sama hingga tiga kali.
Nabi Ibrahim AS kemudian menceritakan mimpinya kepada Ismail. Tanpa ragu, Ismail memberikan dukungan penuh kepada ayahnya untuk melaksanakan perintah-Nya.
Atas keikhlasan dan kesabaran keduanya, Allah SWT lantas mengganti Ismail dengan seekor domba. Sejak saat itu hingga kini, peristiwa tersebut dijadikan sebuah ibadah rutin pada hari raya qurban dan hari tasyrik, yang jatuh pada tanggal 10-13 Dzulhijjah setiap tahunnya.
Hukum Berqurban
Hukum menjalankan ibadah qurban adalah sunnah muakadah atau amat ditekankan karena keutamaannya yang agung dalam Islam. Sebagaimana perintah Allah SWT untuk berqurban terdapat dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3 yang berbunyi:
اِنَّا اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Surah Al-Kautsar menegaskan bahwa anugerah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya tidak terhingga nilainya. Selain itu, surah ini memerintahkan untuk mendirikan shalat dan berqurban sebagai bentuk syukur atas nikmat-Nya.
Mengutip dalam Buku Motivasi Pembelajaran Pada Surat Al-Kautsar Analisis Makna Dalam Perspektif Pemikiran Dr. Kh. Abdul Syakur Yasin oleh Sumarta, dijelaskan bahwa ada dua hal penting yang ingin disampaikan Allah SWT kepada umatnya mengenai syari’at berqurban.
Dua aspek penting tersebut adalah simbol dari hablum minallah (hubungan yang baik dengan Allah), yang menekankan pentingnya meningkatkan ketaatan kepada-Nya, serta hablum minannas (hubungan yang baik dengan sesama manusia), yang mencerminkan penghargaan terhadap nikmat-nikmat Allah SWT dalam membentuk kebaikan dan kesadaran sosial.
Wallahu A’lam
Oleh Suningsih (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)