Fiqh & Ushul Fiqh

Qiyās dan Rasionalitas Syariat: Jembatan Teks dan Konteks

TATSQIF ONLINE – Hukum Islam tidak hanya berhenti pada teks wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah), tetapi juga terus bergerak mengikuti perkembangan zaman. Ketika umat Islam menghadapi persoalan baru yang tidak ditemukan hukumnya secara eksplisit dalam nash, maka dibutuhkan ijtihād — yaitu usaha para ulama untuk menggali hukum dengan menggunakan kaidah-kaidah syar‘i. Salah satu metode ijtihād yang paling penting dan sering digunakan dalam sejarah fiqh Islam adalah qiyās (analogi hukum).

Qiyās menjadi simbol rasionalitas hukum Islam. Ia menjembatani antara teks dan konteks, antara wahyu dan realitas, antara prinsip dan penerapan. Melalui qiyās, hukum Islam terbukti elastis dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan prinsip dasarnya.

Pengertian Qiyās

1. Secara Bahasa (Etimologi)

Kata qiyās (قياس) berasal dari akar qāsa–yaqīsu–qiyāsan yang berarti mengukur, membandingkan, atau menyesuaikan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam konteks hukum, maknanya adalah menilai suatu perkara baru dengan membandingkannya kepada perkara lama yang telah ada hukumnya.

2. Secara Istilah (Terminologi)

Para ulama ushul fiqh memberikan definisi yang beragam, namun intinya sama.

Imam al-Ghazālī mendefinisikan:

حمل فرعٍ على أصلٍ في حكمه لعلةٍ جامعةٍ بينهما

Artinya: “Menetapkan hukum suatu perkara cabang berdasarkan hukum perkara asal karena adanya kesamaan illat di antara keduanya.” (Al-Ghazālī, Al-Mustashfā fī ‘Ilm al-Usūl, Juz 2, hlm. 22).

Ibn Qudāmah dalam Rawḍat al-Nāẓir menyebut qiyās sebagai: “Menetapkan hukum bagi sesuatu yang tidak disebutkan dalam nash berdasarkan perkara lain yang disebutkan dalam nash, karena adanya kesamaan illat.”

Dengan demikian, qiyās bukanlah hukum baru yang diciptakan oleh manusia, melainkan penemuan hukum yang sudah terkandung secara implisit dalam nash melalui kesamaan illat.

Dalil Disyariatkannya Qiyās

1. Dalil Al-Qur’an

Allah SWT berfirman:

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

Artinya: “Maka ambillah pelajaran (analogi), wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Hasyr [59]: 2)

Menurut al-Qurṭubī, kata fa‘tabirū berasal dari akar yang sama dengan ‘ibrah (pelajaran) dan qiyās, yang berarti membandingkan sesuatu dengan yang lain untuk mendapatkan pemahaman hukum (al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān, Juz 18, hlm. 23). Maka ayat ini menjadi dalil isyarat terhadap legitimasi qiyās.

Selain itu, Allah juga berfirman:

فَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya: “Dan jadikanlah kami teladan bagi orang-orang bertakwa.” (QS. Al-Furqān [25]: 74)

Ayat ini dipahami bahwa keteladanan dan peniruan hukum berdasarkan prinsip yang sama merupakan bentuk analogi yang diakui syariat.

2. Dalil Hadis

Rasulullah ﷺ mengakui penerapan ijtihad berbasis qiyās:

بِمَ تَقْضِي؟ قَالَ بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ صَدْرَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ

Artinya: Ketika Nabi ﷺ bertanya kepada Mu‘ādz bin Jabal, “Dengan apa engkau akan memutuskan perkara?” Mu‘ādz menjawab, “Dengan Kitab Allah.” Nabi bertanya lagi, “Jika tidak engkau temukan di dalamnya?” Ia menjawab, “Dengan Sunnah Rasulullah.” Nabi bertanya lagi, “Jika tidak engkau temukan juga?” Ia menjawab, “Aku akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan lalai.” Maka Rasulullah ﷺ menepuk dadanya seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang diridhai Rasulullah.” (HR Abu Dawud no. 3592)

Hadis ini menjadi dasar legitimasi ijtihad berbasis rasionalitas, termasuk qiyās, ketika tidak ditemukan ketetapan langsung dalam nash.

Rukun Qiyās

Para ulama menetapkan empat unsur yang wajib ada agar qiyās sah digunakan:

Rukun QiyāsPenjelasanContoh
1. Al-Aṣl (pokok)Perkara asal yang sudah jelas hukumnya berdasarkan nash.Khamr (minuman keras) yang diharamkan.
2. Al-Far‘ (cabang)Perkara baru yang belum ada ketentuan hukumnya secara eksplisit.Narkoba, ganja, atau ekstasi.
3. Al-‘Illah (sebab hukum)Alasan yang menyebabkan hukum berlaku.Sifat memabukkan dan merusak akal.
4. Ḥukm al-Aṣl (hukum pokok)Hukum syar‘i yang ada pada al-aṣl, kemudian diterapkan kepada al-far‘.Haram — diterapkan pula pada narkoba.

Keempat unsur ini harus terpenuhi secara simultan. Jika salah satunya tidak sah, maka qiyās menjadi tidak valid.

Syarat-Syarat Qiyās yang Sah

Menurut Imam asy-Syaukānī (Irsyād al-Fuhūl, hlm. 221) dan Al-Amīdī (Al-Iḥkām, Juz 3, hlm. 125), qiyās dianggap sah apabila memenuhi syarat berikut:

  1. ‘Illat-nya jelas dan logis (ma‘qūlah).
    Misalnya, pengharaman khamr bukan karena warnanya, tetapi karena memabukkan—suatu sebab yang rasional.
  2. Tidak bertentangan dengan nash qat‘ī.
    Jika Al-Qur’an atau hadis sudah menetapkan hukum secara pasti, maka qiyās tidak berlaku. Contohnya, hukum waris tidak dapat diqiyaskan karena sudah diatur tegas dalam QS. An-Nisā’ [4]: 11-12.
  3. Kesamaan illat antara al-aṣl dan al-far‘ harus kuat dan terbukti.
    Tidak boleh hanya kemiripan luar; harus terbukti secara substansial.
  4. Hukum al-aṣl bersifat tetap.
    Jika hukum asalnya masih diperselisihkan, qiyās atasnya tidak dapat dijadikan hujjah.

Contoh Penerapan Qiyās

1. Contoh Klasik: Pengharaman Narkoba

Al-Qur’an mengharamkan khamr:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhala, dan undian panah adalah perbuatan keji dari pekerjaan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Mā’idah [5]: 90)

Analogi (Qiyās):

  • Al-Aṣl: khamr.
  • Al-Far‘: narkoba.
  • ‘Illah: memabukkan dan merusak akal.
  • Ḥukm al-Aṣl: haram.

Maka hukum narkoba = haram, karena illat-nya sama. Qiyās ini diterima oleh jumhur ulama dan digunakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah serta MUI dalam fatwa kontemporer.

2. Contoh Fiqh Mu‘āmalah: Transaksi Digital dan Uang Elektronik

Dalam Islam, jual beli sah jika memenuhi syarat: ridha, kejelasan objek, dan bebas dari riba/gharar.

Ketika muncul transaksi digital (e-commerce, dompet digital), ulama melakukan qiyās terhadap jual beli tradisional (bai‘ musyāfahah).

  • Al-Aṣl: transaksi tunai.
  • Al-Far‘: transaksi digital.
  • ‘Illah: pertukaran barang yang jelas dan ada kerelaan dua pihak.
  • Ḥukm al-Aṣl: boleh.

Maka, jual beli digital juga halal, selama memenuhi rukun dan syarat syar‘i. (Al-Qaradhāwī, Fiqh al-Mu‘āmalāt al-Mu‘āṣirah, 2010).

3. Contoh Hukum Siber: Pencurian Data

Dalam dunia digital, muncul kejahatan berupa pencurian data pribadi. Walau tak disebut dalam nash, ulama melakukan qiyās terhadap pencurian harta (sariqah).

  • Al-Aṣl: pencurian harta.
  • Al-Far‘: pencurian data.
  • ‘Illah: mengambil hak orang lain tanpa izin.
  • Ḥukm al-Aṣl: haram dan dikenai sanksi.

Maka, pencurian data haram hukumnya, karena illat-nya sama yaitu pengambilan hak secara batil.

Jenis-Jenis Qiyās

Jenis QiyāsPenjelasanContoh
1. Qiyās Jalī (jelas)Illat-nya tampak nyata.Narkoba diqiyaskan dengan khamr.
2. Qiyās Khafī (samar)Illat-nya memerlukan kajian mendalam.Qiyās hak cipta digital dengan hak milik fisik.
3. Qiyās AulawīHukum cabang lebih kuat daripada asal.Jika berkata kasar haram, maka memukul orang tua lebih haram lagi.
4. Qiyās MusāwīIllat sama kuat antara asal dan cabang.Larangan riba pada emas diqiyaskan pada perak.
5. Qiyās AdwanīIllat cabang lebih lemah dari asal.Menegur dengan keras diqiyaskan pada memukul ringan.

Perbedaan Pandangan Ulama

  1. Pendukung Qiyās (Jumhur Ulama)
    • Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali sepakat bahwa qiyās adalah hujjah syar‘iyyah.
    • Mereka berargumen bahwa tanpa qiyās, hukum Islam tidak mampu menjawab persoalan baru.
    • Imam Syafi‘i menyebut: “Barangsiapa menolak qiyās, maka ia menolak pengetahuan seluruh sahabat.”
  2. Penolak Qiyās (Golongan Ẓāhiriyyah)
    • Imam Dāwūd al-Ẓāhirī dan Ibn Hazm menolak qiyās karena menganggap hukum harus berdasarkan nash murni.
    • Menurut mereka, akal tidak boleh menambah atau mengubah hukum Allah.
    • Namun pandangan ini dianggap terlalu sempit karena mengabaikan konteks dan tujuan hukum (maqāṣid al-syarī‘ah).

Relevansi Qiyās di Era Modern

Qiyās kini menjadi pilar penting dalam membangun hukum Islam kontemporer. Beberapa aplikasinya antara lain:

  1. Fintech & Kripto:
    Dikiaskan dengan akad ṣarf (tukar-menukar mata uang). Selama tidak ada unsur riba dan gharar, transaksi kripto dapat diterima.
  2. Artificial Intelligence (AI):
    Penggunaan AI diqiyaskan dengan penggunaan alat bantu manusia. Selama tidak menggantikan tanggung jawab moral, maka hukumnya mubah.
  3. Perbankan Syariah:
    Produk seperti murābaḥah online atau e-wakalah diqiyaskan dengan akad klasik karena memiliki illat kesepakatan dan kejelasan akad.
  4. Ekologi dan Lingkungan:
    Penghancuran lingkungan diqiyaskan dengan larangan fasad (QS. Al-A‘rāf [7]: 56). Illat-nya: merusak ciptaan Allah dan menghilangkan maslahat umum.

Analisis Filosofis: Qiyās dan Maqāṣid al-Syarī‘ah

Qiyās bukan sekadar alat logika, tetapi instrumen untuk menjaga keseimbangan antara nash dan maqāṣid. Ia memastikan bahwa hukum baru tetap selaras dengan lima tujuan syariat: menjaga agama (dīn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (māl).

Misalnya:

  • Pengharaman narkoba → menjaga akal dan jiwa.
  • Kebolehan transplantasi → menjaga jiwa.
  • Larangan penipuan online → menjaga harta.

Dengan demikian, qiyās adalah mekanisme rasional sekaligus moral dalam sistem hukum Islam.

Kesimpulan

Qiyās merupakan metode ijtihad rasional yang berperan besar dalam kesinambungan hukum Islam. Ia memiliki dasar dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta dipertahankan oleh jumhur ulama sebagai hujjah syar‘iyyah yang sah.

Melalui empat rukunnya (al-aṣl, al-far‘, al-‘illah, dan ḥukm al-aṣl), qiyās menjadi alat untuk menafsirkan hukum baru dengan logika yang sistematis dan bertanggung jawab.

Dalam konteks modern, qiyās berfungsi menjembatani teks wahyu dengan realitas kontemporer: dari narkoba hingga kripto, dari transplantasi hingga ekologi. Selama illat-nya valid dan maqāṣid-nya terjaga, qiyās akan terus menjadi bukti bahwa Islam adalah agama rasional, dinamis, dan relevan sepanjang zaman. Wallahu’alam.

Muhammad Ridoan Pane (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Daftar Pustaka

  • Al-Ghazālī, Al-Mustashfā fī ‘Ilm al-Usūl. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993.
  • Asy-Syaukānī, Irsyād al-Fuhūl ilā Taḥqīq al-Ḥaqq min ‘Ilm al-Uṣūl. Kairo: Dār al-Ḥadīth, 1998.
  • Al-Amīdī, Al-Iḥkām fī Uṣūl al-Aḥkām. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1984.
  • Ibn Hazm, Al-Iḥkām fī Uṣūl al-Aḥkām. Beirut: Dār al-Āfāq al-Jadīdah, 1983.
  • Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang, 1983.
  • Al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002.
  • Al-Qaradhāwī, Fiqh al-Mu‘āmalāt al-Mu‘āṣirah. Kairo: Dār al-Syurūq, 2010.
  • Majelis Tarjih Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018.

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif.com adalah media akademik yang digagas dan dikelola oleh Ibu Sylvia Kurnia Ritonga, Lc., M.Sy (Dosen UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan) sejak awal tahun 2024. Website ini memuat kumpulan materi perkuliahan, rangkuman diskusi, serta hasil karya mahasiswa yang diperkaya melalui proses belajar di kelas. Kehadirannya tidak hanya membantu mahasiswa dalam memperdalam pemahaman, tetapi juga membuka akses bagi masyarakat luas untuk menikmati ilmu pengetahuan secara terbuka.

2 komentar pada “Qiyās dan Rasionalitas Syariat: Jembatan Teks dan Konteks

  • Esakartika

    Coba jelas kan qiyas menurut ahli ushul fiqih dan contoh qiyas saat ini?

    Balas
  • Bagaimana contoh penerapan qiyās dalam menjawab persoalan hukum modern yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadis?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *