Fiqh KontemporerGaya Hidup

Perspektif Islam tentang Pengangkatan Anak dan Hubungan Nasab

TATSQIF ONLINE Anak adalah bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan salah satu tujuan dari pernikahan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan.

Kehadiran anak dalam keluarga juga merupakan anugerah yang melengkapi kebahagiaan hidup. Namun, tidak sedikit pasangan yang menghadapi kesulitan dalam mendapatkan keturunan, sehingga mereka melakukan adopsi atau pengangkatan anak.

Dalam Islam, istilah pengangkatan anak dikenal dengan istilah tabannî. Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, mendefinisikan tabannî sebagai pengangkatan anak yang jelas nasabnya dan menasabkannya kepada orang tua angkat, meskipun anak tersebut masih memiliki orang tua kandung. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip nasab dalam Islam, di mana nasab seorang anak tidak bisa berpindah dari orang tua kandung ke orang tua kandung.

Pengangkatan anak bisa dibagi menjadi dua pengertian: Pertama, pengangkatan anak yang melibatkan peralihan nasab dan segala hak seperti anak kandung. Kedua, pengangkatan anak dalam arti terbatas, di mana hubungan antara anak angkat dan orang tua angkat hanya terbatas pada aspek sosial dan tidak melibatkan perubahan nasab.

Islam memberikan panduan yang jelas mengenai pengangkatan anak. Salah satu dalil penting terkait dengan masalah ini adalah dari Alquran Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5, yang menekankan bahwa anak angkat tidak dapat disamakan dengan anak kandung, baik dari segi nasab maupun hak-hak lainnya:

Surat Al-Ahzab ayat 4:

مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنۡ قَلۡبَيۡنِ فِىۡ جَوۡفِهٖ ۚ وَمَا جَعَلَ اَزۡوَاجَكُمُ الّٰٓـئِْ تُظٰهِرُوۡنَ مِنۡهُنَّ اُمَّهٰتِكُمۡ ​ۚ وَمَا جَعَلَ اَدۡعِيَآءَكُمۡ اَبۡنَآءَكُمۡ​ ؕ ذٰ لِكُمۡ قَوۡلُـكُمۡ بِاَ فۡوَاهِكُمۡ​ ؕ وَاللّٰهُ يَقُوۡلُ الۡحَقَّ وَهُوَ يَهۡدِى السَّبِيۡلَ‏

Artinya: “Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.”

Surat Al-Ahzab ayat 5:

اُدۡعُوۡهُمۡ لِاٰبَآٮِٕهِمۡ هُوَ اَقۡسَطُ عِنۡدَ اللّٰهِ​ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ تَعۡلَمُوۡۤا اٰبَآءَهُمۡ فَاِخۡوَانُكُمۡ فِى الدِّيۡنِ وَمَوَالِيۡكُمۡ​ؕ وَ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ فِيۡمَاۤ اَخۡطَاۡ تُمۡ بِهٖۙ وَلٰكِنۡ مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوۡبُكُمۡ​ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا

Artinya: “Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Berdasarkan ayat ini, jelas bahwa Islam menolak praktik mengadopsi anak yang menyamakan anak angkat dengan anak kandung, terutama dalam aspek nasab dan kewarisan.

Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqhuz Zakat, menjelaskan bahwa menyamakan status anak angkat dengan anak kandung adalah bentuk pemalsuan. Dalam pandangan Islam, anak angkat bukan sebagai mahram, sehingga terdapat batasan dalam interaksi antara mereka.

Batasan ini mencakup aurat yang perlu perhatian dalam hubungan sosial. Selain itu, anak angkat tidak berhak mewarisi harta dari orang tua angkatnya.

Ahmad Syarabasyi dalam Himpunan Fatwa, menegaskan bahwa Allah SWT telah mengharamkan pengangkatan anak yang diakui sebagai anak kandung. Pengharaman inibertujuan untuk menjaga kemurnian nasab dalam Islam dan mencegah anak angkat mewarisi harta dari orang tua angkatnya.

Namun, Islam mendorong umatnya untuk merawat anak yatim atau anak terlantar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan merawat anak yatim:

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا” وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا

Artinya: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” kemudian beliau memberi isyarat dengan merapatkan jari telunjuk dan jari tengah beliau,” (HR Bukhari).

Hadis ini menegaskan bahwa merawat anak yatim adalah amalan mulia yang mendapat ganjaran besar dari Allah SWT. Namun, merawat anak yatim tidak sama dengan mengangkatnya sebagai anak kandung, di mana nasab tetap harus dipertahankan.

Selain anak angkat, ada juga istilah anak pungut yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai laqith. Laqith adalah anak yang ditemukan dalam keadaan terlantar, yang tidak diketahui asal usul orang tua kandungnya.

Dalam pandangan Islam, orang yang menemukan anak pungut wajib memeliharanya, sebagaimana penjelasan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah. Memelihara anak pungut adalah fardhu kifayah; jika sudah ada yang melakukannya, kewajiban ini gugur dari Muslim lainnya.

Islam secara tegas menolak perpindahan nasab dari orang tua kandung ke orang tua angkat. Oleh karena itu, dalam hal kewarisan, anak angkat tidak berhak mendapatkan harta warisan dari orang tua angkatnya.

Kewarisan dalam Islam sangat bergantung pada hubungan nasab. Anak angkat dapat menerima harta dari orang tua angkat melalui hibah atau wasiat. Besaran hibah atau wasiat tersebut maksimal sepertiga dari total harta warisan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 11:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ

Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan.”

Ayat ini menetapkan bahwa kewarisan adalah hak bagi anak kandung berdasarkan nasab. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi anak angkat.

Pengangkatan anak dalam Islam memiliki aturan yang ketat untuk menjaga nasab dan hubungan kewarisan. Islam membolehkan mengangkat anak untuk memberikan kasih sayang, perlindungan, dan pemeliharaan kepada anak yatim atau anak terlantar. Namun, tidak boleh mengubah status nasab anak tersebut. Hubungan kemahraman, kewarisan, dan batasan-batasan syariah harus tetap diperhatikan.

Islam sangat menganjurkan merawat anak angkat atau anak pungut. Namun, syariat melarang praktik tabanni yang menyamakan status anak angkat dengan anak kandung. Wallahua’lam.

Widiya Rahma (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

12 komentar pada “Perspektif Islam tentang Pengangkatan Anak dan Hubungan Nasab

  • Situ Rabiah Rangkuti

    bagaimana kita menyikapi ketika seorang anak itu dikatakan anak haram?

    Balas
  • Siti Apriani Hasibuan

    Apa saja konsekuensi hukum dari pengangkatan anak tanpa putusan pengadilan?

    Balas
  • Misronida Harahap

    Bagaimana jika orang tua lebih sayang kepada anak kandung daripada anak angkatnya?

    Balas
  • Saripah Ritonga

    Artikel nya sangat bagus dan mudah dipahami dan jelas

    Balas
  • Nadya futri harahap

    Bagaimana pandangan islam tentang pengangkatan anak dan apakah pengangkatan anak mempengaruhi nasab anak tersebut?

    Balas
  • Utami Harahap

    Artikelnya bagus dan mudah dipahami semoga bisa bermanfaat bagi yang membacanya

    Balas
  • Masdewi Nasution

    Apakah anak angkat dalam Islam dianggap sebagai mahram bagi orang tua angkat dan anggota keluarga lainnya?

    Balas
  • Putri Ruhqhaiyyah

    Dalam kasus di mana seorang anak angkat ingin mengetahui asal-usul biologisnya, bagaimana seharusnya orang tua angkat dan masyarakat mendukung proses ini sesuai dengan ajaran Islam?

    Balas
  • Nia Ramayanti

    Artikelnya sangat bermanfaat, mantap 👍🏻

    Balas
  • Nabila rispa izzzaty

    Apa sajakah hak anak angkat dalam prespektif islam?

    Balas
  • Ilmi Amaliah Nasution

    Bagaimana cara orang tua angkat memenuhi hak anak tanpa merubah nasab?

    Balas
  • Saripah Ritonga

    Mengapa kita di anjurkan memungut anak

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk