PERSIS dan Semangat Tajdid: Membentuk Pemurnian Ajaran Islam
TATSQIF ONLINE – Persatuan Islam (PERSIS) adalah salah satu organisasi keagamaan yang berperan penting dalam pengembangan pemikiran Islam di Indonesia. Sejarah PERSIS tidak dapat dipisahkan dari dinamika perbedaan pemahaman Islam antara kelompok tradisional dan modern, yang menyebabkan munculnya berbagai organisasi Islam di tanah air.
Perbedaan cara memahami dan metode istinbat hukum terhadap teks keagamaan ini diyakini sebagai salah satu faktor utama lahirnya organisasi-organisasi Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia, selain PERSIS, terdapat organisasi-organisasi seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persatuan Umat Islam (PUI), Salafi, Front Pembela Islam (FPI), dan lain sebagainya.
Awal Berdirinya PERSIS
Shiddiq Amien dalam buku Panduan Hidup Berjamaah di Jam’iyyah PERSIS mencatat bahwa Persatuan Islam didirikan pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus. Keduanya adalah tokoh-tokoh yang sangat terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran pembaharuan Islam yang digaungkan oleh Muhammad Abduh, seorang ulama terkemuka dari Mesir yang memfokuskan pada pentingnya menghidupkan kembali ajaran Al-Qur’an dan Hadis dengan murni, tanpa campur tangan dari tradisi-tradisi yang menyimpang dari syariat.
Ide awal pendirian PERSIS muncul ketika H. Zamzam, yang merupakan alumnus Dar al-‘Ulum Mekkah, kembali ke Indonesia dan mulai aktif sebagai guru agama di sekolah-sekolah di Bandung. Bersama dengan Muhammad Yunus, mereka mengumpulkan sekitar 12 anggota pertama yang membentuk sebuah kelompok kajian yang intensif. Diskusi-diskusi mereka sering kali membahas perbedaan antara kelompok tradisional dan modernis dalam memahami Islam. Diskusi itu menjadi semakin dalam seiring dengan tantangan komunis yang mulai menyusup dalam gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia.
M. Nurdin Al-Zuhdi dalam bukunya Kritik Terhadap Pemikiran Gerakan Keagamaan Kaum Revivalisme Islam menjelaskan bahwa gagasan awal pembentukan PERSIS adalah untuk memberikan ruang bagi umat Islam agar dapat kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadis secara murni, bebas dari berbagai praktik bid’ah, khurafat, dan tradisi-tradisi yang dianggap mengotori ajaran Islam.
Tokoh-Tokoh Utama PERSIS
PERSIS berkembang seiring dengan partisipasi tokoh-tokoh yang memberikan sumbangsih besar dalam memperkuat visi organisasi ini. Salah satu tokoh utama adalah A. Hassan, yang dikenal sebagai Guru Utama PERSIS. A. Hassan (1887-1993) adalah sosok yang sangat berperan dalam menegaskan semangat pembaharuan dan menolak tradisi-tradisi keagamaan yang bertentangan dengan nilai-nilai syariat murni. Mohammad Natsir, Mohammad Isa Anshary, KH. E. Abdurrahman, dan KH. Latief Muhtar juga adalah tokoh-tokoh yang memberikan kontribusi dalam pengembangan dan penyebaran gagasan PERSIS.
Dadan Wildan dalam bukunya Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis mencatat bahwa PERSIS menghadirkan pendekatan yang sangat kuat terhadap pemurnian Islam, terutama dengan mengkritisi berbagai praktik bid’ah dan khurafat yang dianggap merusak ajaran agama. Selain A. Hassan, KH. Eman Sar’an, serta Prof. Dr. KH. Maman Abdurrahman, yang saat ini menjabat sebagai ketua umum PERSIS, merupakan sosok yang meneruskan cita-cita dan semangat pembaharuan organisasi ini.
Metode Istinbat Hukum di PERSIS
Ormas ini memiliki metode istinbat hukum yang berorientasi pada penerapan ajaran Al-Qur’an dan Hadis secara kontekstual namun tetap menjaga dimensi tekstual dalam aspek akidah. Dewan Hisbah Persatuan Islam, yang sebelumnya dikenal sebagai Majlis Ulama Persis, dibentuk pada 15-18 Desember 1956 di Bandung. Dewan ini bertanggung jawab untuk menetapkan hukum yang sesuai dengan prinsip syariah yang otentik, berdasarkan pada sumber-sumber yang sahih.
Menurut Dewan Hisbah, prinsip utama dalam menetapkan hukum adalah beristidlal dengan Al-Qur’an dan Hadis yang shahih. Metode istinbat yang dikembangkan meliputi:
1. Beristidlal dengan Al-Qur’an
2. Beristidlal dengan Hadis
3. Berijtihad atas masalah yang tidak ada Nashnya
Kecenderungan PERSIS untuk berpegang pada teks-teks sumber primer ini menunjukkan sikap organisasi yang sangat selektif dalam menafsirkan hukum, dengan tetap memperhatikan kontekstualisasi yang mendalam, terutama dalam aspek-akidah yang bersifat imaniyah dan tidak bisa ditoleransi dalam hal kesalahan (M. Nurdin Al-Zuhdi, 2018).
Kesimpulan
Persatuan Islam (PERSIS) telah menjadi salah satu organisasi keislaman yang memberikan perhatian besar pada pembaharuan dan pemurnian ajaran Islam melalui pendekatan kontekstual dan tekstual yang harmonis. Berdirinya organisasi masyarakat ini merupakan respon terhadap tantangan kompleks dalam kehidupan umat Islam, baik pada masa kolonial maupun pasca-kemerdekaan. Dengan semangat tajdid yang kuat, PERSIS terus berperan dalam menyuarakan kembali ajaran murni Al-Qur’an dan Hadis, tanpa pengaruh bid’ah, khurafat, atau pengaruh-pengaruh lain yang bertentangan dengan syariat. Wallahua’lam.
Julika Nasution (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Apa tantangan yang dihadapi PERSIS dalam melakukan istinbat hukum di era modern ini?
Apakah persis bisa mengeluarkan fatwa?
Kenapa PERSIS jarang atau bahkan tidak kita temui di daerah kita