Fiqih Mawaris: Ketentuan Islam dalam Pembagian Harta Warisan
TATSQIF ONLINE – Fiqih mawaris adalah cabang ilmu dalam Islam yang mengatur pembagian warisan berdasarkan ketentuan syariat. Hukum waris dalam Islam ditetapkan oleh Allah SWT untuk menjaga keadilan dalam masyarakat dan menghindari perselisihan di antara ahli waris.
Dengan aturan yang jelas, hak-hak setiap ahli waris terlindungi, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sistem ini juga mencerminkan keadilan dalam Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal distribusi kekayaan keluarga.
Dalam sejarah, praktik warisan sebelum Islam sering kali tidak adil, di mana perempuan dan anak-anak kerap diabaikan dalam pembagian harta. Islam datang dengan aturan yang lebih adil dan proporsional, memastikan kesejahteraan setiap anggota keluarga yang berhak atas warisan.
Definisi Fiqih Mawaris
Fiqih mawaris adalah ilmu yang membahas hukum waris dalam Islam. Istilah mawaris berasal dari kata al-mirats yang berarti “warisan” atau “pewarisan.” Ilmu ini mengatur pembagian harta berdasarkan ketentuan syariat, memastikan hak setiap ahli waris diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Allah berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 11:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَـٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءًۭ فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةًۭ فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ
Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.”
Hukum waris Islam bertujuan menjaga keadilan, melindungi hak-hak ahli waris, dan memastikan kelangsungan hidup keluarga yang ditinggalkan. Setiap individu mendapatkan bagian yang telah ditetapkan oleh syariat agar tidak ada ketimpangan dalam pembagian harta.
Sumber Hukum Fiqih Mawaris
Hukum waris dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 13:
تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Artinya: “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.”
Hadis Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam riwayat berikut:
اَللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَقُّ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
Artinya: “Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri…” (HR Muslim).
Dari sumber ini, dapat disimpulkan bahwa aturan waris dalam Islam bukan sekadar budaya atau tradisi, tetapi merupakan hukum yang berasal dari wahyu. Oleh karena itu, umat Islam wajib mematuhinya untuk menjaga keadilan sosial dan ekonomi dalam keluarga.
Sebab-Sebab Mendapatkan Warisan
Dalam Islam, seseorang bisa mendapatkan warisan berdasarkan tiga sebab utama:
1. Nasab (hubungan darah)
Ahli waris yang memiliki hubungan darah langsung dengan pewaris, seperti anak, orang tua, dan saudara kandung. Kekerabatan ini menjadi sebab utama seseorang mendapatkan bagian dari harta peninggalan.
2. Pernikahan
Suami atau istri yang sah memiliki hak waris atas pasangannya. Hak ini tetap berlaku selama pernikahan berlangsung dan tidak dibatalkan, kecuali jika perceraian telah terjadi sebelum wafatnya pewaris.
3. Wala’ (pembebasan budak)
Pada masa lalu, seseorang yang membebaskan budaknya berhak mendapatkan warisan dari budak tersebut jika budak tidak memiliki ahli waris lain. Konsep ini menegaskan bahwa dalam Islam, perlindungan terhadap individu yang pernah dalam perbudakan tetap dijamin.
Penghalang Waris
Meskipun seseorang memiliki sebab untuk mendapatkan warisan, terdapat beberapa kondisi yang dapat menghalanginya:
1. Pembunuhan
Ahli waris yang dengan sengaja membunuh pewaris tidak berhak menerima warisan. Hal ini sebagai bentuk sanksi agar tidak ada motif kejahatan demi mendapatkan harta lebih cepat.
2. Perbedaan agama
Menurut mayoritas ulama, seorang Muslim tidak dapat mewarisi dari non-Muslim, begitu pula sebaliknya. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa hukum waris dalam Islam berlaku bagi umat Islam.
3. Budak
Pada masa lalu, seorang budak tidak memiliki hak waris karena statusnya sebagai milik tuannya. Namun, konsep ini tidak lagi berlaku setelah perbudakan dihapuskan dalam Islam.
Urgensi Fiqih Mawaris dalam Islam
Ilmu mawaris memiliki peran yang sangat penting dalam Islam karena beberapa alasan:
1. Menjaga keadilan
Pembagian warisan dilakukan sesuai ketentuan syariat agar tidak ada ahli waris yang merasa dirugikan. Dengan demikian, hukum ini mencegah konflik keluarga dan memastikan hak setiap individu terpenuhi.
2. Melindungi hak-hak ahli waris
Baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak yang telah ditetapkan oleh Allah, berbeda dari praktik masa jahiliyah yang cenderung mengabaikan hak perempuan dalam warisan.
3. Menjaga keharmonisan keluarga
Dengan adanya hukum waris Islam, setiap anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya. Aturan yang jelas menghindarkan perselisihan dan memastikan kesejahteraan keluarga tetap terjaga.
Kesimpulan
Fiqih mawaris memiliki peran sentral dalam menjaga keadilan, melindungi hak ahli waris, dan mencegah konflik dalam keluarga. Dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis, umat Islam memiliki pedoman yang jelas dalam pembagian harta warisan. Pemahaman yang baik mengenai fiqih mawaris akan membantu umat Islam dalam menjalankan proses pembagian warisan secara adil dan sesuai dengan prinsip syariat. Wallahua’lam.
Sonia Siregar (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana hukum nya jika orang yg sebelum meninggal dunia mewasiat kan harta kepada salah seorang dengan jumlah yang melebihi 1/3 dari harta wariss??