Fiqh Kontemporer

Pembunuhan dengan Daya Paksa dalam Perspektif Hukum Islam

TATSQIF ONLINE Pembunuhan merupakan salah satu tindakan kriminal yang sangat berat dalam berbagai sistem hukum, termasuk dalam hukum Islam. Pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang yang memiliki konsekuensi hukum yang jelas dan keras.

Namun, dalam beberapa situasi tertentu, tindakan ini bisa terjadi di bawah tekanan atau paksaan. Salah satu kondisi ini adalah pembunuhan overmacht atau daya paksa.

Dalam konteks hukum Islam, masalah pembunuhan yang terjadi di bawah tekanan sangatlah kompleks dan memerlukan analisis mendalam. Islam sangat menjunjung tinggi nilai kehidupan, dan oleh karenanya, penghilangan nyawa tanpa alasan yang sah merupakan dosa besar.

Namun, ketika pembunuhan terjadi karena daya paksa, timbul pertanyaan mengenai sejauh mana pelaku dapat bertanggung jawab secara hukum dan moral. Pembahasan ini akan mengeksplorasi perspektif hukum Islam tentang pembunuhan dengan daya paksa, dengan mengacu pada ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama.

Pembunuhan berarti tindakan menghilangkan nyawa orang lain. Abdul Qadir Audah dalam bukunya Al-Tasyri’ al-Jinai, menyebut pembunuhan sebagai tindakan yang menyebabkan kematian, baik sengaja atau tidak. Pelaku dan korban dalam pembunuhan adalah manusia. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh menjelaskan pembunuhan sebagai upaya mengakhiri hidup orang lain dengan melanggar syariat.

Daya paksa, atau ikrah, dalam hukum Islam muncul ketika seseorang terpaksa bertindak karena ancaman. Ancaman tersebut dapat berupa fisik atau psikis. Seseorang yang tertekan merasa tidak memiliki pilihan lain. Dalam kasus pembunuhan, ikrah berarti seseorang terpaksa untuk membunuh di bawah ancaman serius.

Hukum Islam memandang pembunuhan sebagai salah satu dosa terbesar dengan ancaman hukuman berat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 178:

ŁŠŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ†ŁŽ Ų¢Ł…ŁŽŁ†ŁŁˆŲ§ ŁƒŁŲŖŁŲØŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’ŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲµŁŽŲ§ŲµŁ ŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŽŲŖŁ’Ł„ŁŽŁ‰

Artinya: ā€œWahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.”

Ayat ini menunjukkan bahwa qisas (pembalasan setimpal terhadap pelaku) adalah ketetapan Allah SWT dalam kasus pembunuhan. Namun, Islam juga memberikan kelonggaran dengan adanya konsep diat (tebusan) apabila keluarga korban memberikan maaf kepada pelaku.

Dalam konteks pembunuhan dengan daya paksa, hukum Islam menetapkan bahwa seseorang tidak bertanggung jawab atas tindakan yang terjadi di luar kehendaknya. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi Muhammad SAW:

Ų±ŁŁŁŲ¹ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŁ…Ł‘ŁŽŲŖŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ų®ŁŽŲ·ŁŽŲ£Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł†Ł‘ŁŲ³Ł’ŁŠŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ų§Ų³Ł’ŲŖŁŁƒŁ’Ų±ŁŁ‡ŁŁˆŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł

Artinya: “Dihapus dari umatku (dosa karena) kesalahan, lupa, dan apa yang dipaksakan kepada mereka,” (HR Ibnu Majah).

Hadis ini menyiratkan bahwa paksaan dapat menghapuskan tanggung jawab pelaku dalam kasus tertentu. Dalam kasus pembunuhan, pelaku tidak bertanggung jawab jika terbukti berada di bawah ancaman yang tidak dapat terelakkan.

Dalam hukum Islam, daya paksa terbagi menjadi dua, yaitu daya paksa fisik dan daya paksa psikis. Keduanya memiliki pengaruh berbeda dalam penentuan tanggung jawab pelaku.

1. Daya Paksa Fisik

Daya paksa fisik terjadi ketika seseorang terpaksa melakukan tindakan akibat ancaman fisik langsung, seperti ancaman pembunuhan. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa tanggung jawab hukum tidak sepenuhnya jatuh pada pelaku yang terpaksa, karena ia kehilangan kebebasan untuk memilih.

2. Daya Paksa Psikis

Daya paksa psikis terjadi saat seseorang mendapat ancaman secara mental atau emosional, seperti ancaman terhadap keluarganya atau kehidupan orang lain. Para ulama memiliki pendapat berbeda tentang hal ini; beberapa berpendapat bahwa ancaman tidak membenarkan tindakan melanggar hukum Allah, sementara yang lain berpendapat bahwa kondisi darurat dapat meringankan hukuman bagi pelaku.

Pandangan Ulama tentang Pembunuhan dengan Daya Paksa

Para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana penegakan hukum pembunuhan dengan daya paksa:

1. Mazhab Hanafi

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa jika seseorang terpaksa untuk membunuh orang lain, maka qisas (hukuman setimpal) hanya berlaku bagi orang yang memaksa, bukan kepada pelaku pembunuhan. Hal ini karena pelaku tidak memiliki kehendak bebas dalam tindakannya. Abu Hanifah juga berpendapat bahwa dalam kondisi seperti ini, pelaku tersebut tidak dapat sepenuhnya bersalah, karena ia bertindak di bawah tekanan yang sangat kuat.

2. Mazhab Maliki dan Hanbali

Menurut ulama Mazhab Maliki dan Hambali, baik orang yang memaksa maupun orang yang terpaksa bertanggung jawab atas pembunuhan. Keduanya merupakan pelaku karena orang yang terpaksa tersebut tetap melaksanakan tindakan pembunuhan, meskipun di bawah ancaman. Dalam hal ini, penerapan qisas harus berlaku terhadap keduanya.

3. Mazhab Syafiā€™i

Mazhab Syafiā€™i menyatakan bahwa tanggung jawab penuh ada pada orang yang dipaksa. Mereka berpendapat bahwa meskipun seseorang terpaksa, ia tetap memiliki tanggung jawab moral untuk tidak membunuh orang lain, bahkan jika itu berarti mengorbankan hidupnya sendiri. Dengan demikian, qisas tetap berlaku bagi pelaku, sedangkan orang yang memaksa hanya mendapat ta’zir (hukuman sesuai putusan hakim).

Dalam situasi di mana pembunuhan terjadi bawah tekanan atau paksaan, hukum Islam memperhatikan kondisi tersebut sebagai faktor yang dapat meringankan atau bahkan membebaskan pelaku dari hukuman. Konsep ikrah atau paksaan sangat penting dalam hal ini.

Salah satu dalil yang mendukung adanya pengecualian ini adalah dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 106, yang berbunyi:

Ł…ŁŽŁ† ŁƒŁŽŁŁŽŲ±ŁŽ ŲØŁŁ±Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł…ŁŁ†Ū¢ ŲØŁŽŲ¹Ū”ŲÆŁ Ų„ŁŁŠŁ…ŁŽŁ°Ł†ŁŁ‡ŁŪ¦Ł“ Ų„ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ§ Ł…ŁŽŁ†Ū” Ų£ŁŁƒŪ”Ų±ŁŁ‡ŁŽ ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŁ„Ū”ŲØŁŁ‡ŁŪ„ Ł…ŁŲ·Ū”Ł…ŁŽŲ¦ŁŁ†Ł‘ŁŪ¢ ŲØŁŁ±Ł„Ū”Ų„ŁŁŠŁ…ŁŽŁ°Ł†Ł ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ°ŁƒŁŁ† Ł…Ł‘ŁŽŁ† Ų“ŁŽŲ±ŁŽŲ­ŁŽ ŲØŁŁ±Ł„Ū”ŁƒŁŁŪ”Ų±Ł ŲµŁŽŲÆŪ”Ų±Ł—Ų§ ŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŪ”Ł‡ŁŁ…Ū” ŲŗŁŽŲ¶ŁŽŲØŁž Ł…Ł‘ŁŁ†ŁŽ Ł±Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ū” Ų¹ŁŽŲ°ŁŽŲ§ŲØŁŒ Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ…Łž

Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”

Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang yang terpaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya, asalkan hatinya tetap dalam iman, tidak berdosa. Dalam konteks pembunuhan, jika seseorang membunuh di bawah paksaan yang mengancam hidupnya, para ulama membahas kemungkinan pembebasan dari hukuman qisas.

Dalam Islam juga terdapat kaidah fiqh yang mendukung pengecualian hukum dalam situasi darurat atau paksaan. Salah satunya adalah kaidah ushuliyah yang berbunyi:

Ų§Ł„Ų¶Ł‘ŁŽŲ±ŁŁˆŲ±ŁŽŲ§ŲŖŁ ŲŖŁŲØŁŁŠŲ­Ł Ų§Ł„Ł…ŁŽŲ­Ł’ŲøŁŁˆŲ±ŁŽŲ§ŲŖŁ

Artinya: “Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”

Kaidah ini memungkinkan pembebasan dari tanggung jawab ketika seseorang terpaksa melakukan perbuatan terlarang karena keadaan yang tidak dapat terelakkan, termasuk pembunuhan. Namun, penting dicatat bahwa kaidah ini tidak dapat digunakan secara sembarangan dan harus diterapkan dengan hati-hati.

Dalam bukunya, Hukum Pidana Islam, Ali Imran menyatakan bahwa paksaan atau ikrah dapat menjadi alasan pembebasan hukuman jika terbukti bahwa seseorang melakukan tindakan pidana karena ancaman yang mengancam nyawanya. Namun, ikrah tidak dapat menghapuskan seluruh hukuman jika tindakan tersebut melibatkan nyawa orang lain. Karena itu, dalam kasus pembunuhan, ada pandangan bahwa pelaku tetap harus membayar diat meskipun tidak dikenakan hukuman qisas.

Konsep daya paksa juga diakui dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

“Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”

Pasal ini memberikan pembebasan dari hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak pidana di bawah paksaan. Paksaan di sini adalah ancaman yang bersifat fisik maupun psikis, di mana pelaku tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan. Namun, dalam konteks pembunuhan, pengadilan tetap akan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang menyebabkan tindakan tersebut terjadi.

Hukum pidana Indonesia membedakan berbagai jenis paksaan. Jika terbukti ada paksaan fisik, orang yang memaksa akan bertanggung jawab, sementara pelaku yang terpaksa membunuh dapat bebas dari tuntutan. Namun, jika yang terbukti adalah paksaan psikis, pengadilan akan mempertimbangkan sejauh mana ancaman tersebut mempengaruhi keputusan pelaku untuk melakukan pembunuhan.

Pembunuhan dengan daya paksa dalam perspektif hukum Islam dan hukum pidana Indonesia memiliki perbedaan dalam penerapan hukuman. Dalam hukum Islam, meskipun seseorang terpaksa untuk melakukan pembunuhan, para ulama sepakat bahwa paksaan tersebut tidak sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab. Sebagian ulama, seperti dari Mazhab Hanafi, membebaskan orang yang terpaksa dari qisas, tetapi ada juga yang tetap menerapkan qisas kepada pelaku.

Di sisi lain, hukum pidana Indonesia secara tegas memberikan pembebasan bagi pelaku yang melakukan tindakan kriminal di bawah daya paksa, berdasarkan Pasal 48 KUHP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hukum positif Indonesia, daya paksa bisa menjadi alasan yang sah untuk menghapuskan hukuman.

Perbedaan ini mencerminkan keragaman pandangan hukum dalam menangani kasus pembunuhan dengan daya paksa. Dalam konteks Islam, meskipun ada pertimbangan bahwa tindakan tersebut terjadi di bawah tekanan, tetap ada tanggung jawab moral yang melekat pada setiap individu. Sebaliknya, hukum pidana Indonesia lebih menekankan pada ketidakmampuan pelaku untuk bertindak bebas sebagai alasan pembebasan dari hukuman. Wallahuaā€™lam.

Misronida Harahap (Mahasiswa Prodi PAI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

19 komentar pada “Pembunuhan dengan Daya Paksa dalam Perspektif Hukum Islam

  • Siti Rabiah Rangkuti

    Bagaimana hukum islam memandang pembunuhan paksa dalam tonteks pembelaan diri?

    Contohnya itu ialah serangan begal kepada pengendara sepeda motor, Begal tersebut mengancam pengendara dengan senjata tajam dan berusaha melukainya , dengan rasa panik dan cemas pengendara motor mengambil senjata tersebut dari tangan begal dan menusuk begal tersebut hingga tewas.

    Balas
  • Ilmi Amaliah Nasution

    Misalkan dalam situasi perang, seorang tentara dipaksa untuk membunuh tawanan dengan ancaman dari komandannya. Apakah ada pengecualian dalam hukum islam untuk tindakan yg dilakukan dibawah tekanan ancaman?

    Balas
  • Tukmaida Sari Siregar

    Apa perbedaan antara paksaan mutlak dan paksaan relatif dalam kasus pembunuhan?

    Balas
  • Yulan Agustina

    Bagaimana hukum Islam memandang pembunuhan untuk membela kehormatan?

    Balas
  • Yuliana Siregar

    Bagaimana pendekatan maqasid al-shariah (tujuan syariah) dapat diterapkan dalam kasus pembunuhan yang terjadi akibat daya paksa psikis? Apakah terdapat ruang bagi pengampunan atau keringanan hukuman?

    Balas
  • Putri Ruhqhaiyyah

    Dalam kasus di mana seseorang membunuh untuk membela diri, apa saja syarat yang harus dipenuhi agar tindakan tersebut dianggap sah menurut syariat?

    Balas
  • Wahyuni Batubara

    Dalam Kasus pembunuhan dibawah paksaan,Apakah hukuman akhir lebih bergantung pada niat pelaku atau pada hasil (yaitu kematian korban)?

    Balas
  • Nadya futri harahap

    1.Dalam kasus pembunuhan dengan daya paksa, siapa yang dianggap bertanggung jawab secara hukum menurut syariat Islam: pelaku yang dipaksa atau pihak yang memaksa?

    Balas
  • Widiya Rahma

    Bagaimana konsep ‘darurat’ dalam hukum Islam mempengaruhi penilaian terhadap tindakan pembunuhan dengan daya paksa?

    Balas
  • Siti Apriani Hasibuan

    Dalam situasi di mana pembunuhan dengan daya paksa dilakukan atas perintah atasan atau otoritas, bagaimana hukum Islam menilai tanggung jawab individu dan kolektif?

    Balas
  • Masdewi Nasution

    Apa yang dimaksud dengan pembunuhan dengan daya paksa dalam hukum Islam, dan bagaimana konsep ini berbeda dari pembunuhan yang disengaja?

    Balas
  • Utami Harahap

    Bagaimana hukum Islam menilai keadilan bagi korban dan keluarganya dalam kasus pembunuhan yang dilakukan di bawah paksaan?

    Balas
  • Diana Dinda Harahap

    Apakah ada contoh kasus historis atau kontemporer yang relevan terkait pembunuhan dengan daya paksa dalam hukum Islam? jika ada jelaskan!

    Balas
  • Saripah Ritonga

    Artikel yang sangat bagus dan sangat mudah dipahami oleh pembacanya

    Balas
  • Annisya Jamil

    Artikel nya menarik, pembaca mudah memahami dan semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua dan dapat di jadikan sebagai rujukan

    Balas
  • Saripah Ritonga

    Apakah pembunuhan yang dilakukan di bawah paksaan tetap termasuk dosa besar dalam pandangan hukum Islam?

    Balas
  • Nabila rispa izzzaty

    Bagaimana pandangan ulama mengenai penerapan qishash bagi pelaku pembunuhan yang dilakukan di bawah paksaan?

    Balas
  • Ari alfhayeni fitria rangkuti

    Artikel nya sangat menarik dan mudah untuk di pahami dan di mengerti oleh pembaca

    Balas
  • MALIK SYAHPUTRA SINAGA

    waw……artikel ini sangat bagus
    cocok dibaca untuk orangĀ² yang berjiwa jiwa psikopat.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk