MUI dan Istinbath Fatwa: Sejarah, Metode, dan Perkembangannya
TATSQIF ONLINE – Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang menjadi wadah bagi ulama, zu’ama, dan cendekiawan Muslim untuk membimbing umat Islam di Indonesia. Didirikan pada 7 Rajab 1395 H atau 26 Juli 1975, MUI bertujuan untuk membina kehidupan keagamaan umat Islam serta menjadi mitra pemerintah dalam menjalankan pembangunan nasional yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Dengan prinsip Islam moderat yang berorientasi pada kemaslahatan umat, MUI terus berperan aktif dalam mengeluarkan fatwa-fatwa penting yang relevan dengan dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Firman Allah dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 143 menegaskan pentingnya peran umat Islam sebagai umat yang adil dan pilihan:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu.”
Proses Penetapan Fatwa oleh MUI
Dalam penetapan fatwa, MUI mengadopsi metode istimbath yang mengacu pada Al-Qur’an, hadis, dan pandangan ulama terdahulu, serta mempertimbangkan konteks kekinian. Proses ini berawal dengan pengkajian pendapat mazhab, selanjutnya dengan metode tarjih dan ijtihad jama’i jika belum ada pandangan yang relevan.
Metode ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
Artinya: “Apabila seorang hakim berijtihad lalu benar, maka ia mendapat dua pahala. Jika salah, ia mendapat satu pahala,” (HR Thabrani).
Fatwa-fatwa muamalah yang dikeluarkan MUI, seperti terkait riba, jual beli digital, dan zakat profesi, menunjukkan keluwesan Islam dalam menjawab tantangan modern tanpa mengabaikan prinsip syariah.
Sejarah dan Perkembangan MUI
MUI lahir dari musyawarah yang melibatkan para ulama, zu’ama, dan cendekiawan dari berbagai daerah di Indonesia. Pada awal pembentukannya, MUI dihadiri oleh 26 ulama perwakilan provinsi, 10 ulama dari ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Al-Ittihadiyyah, serta sejumlah tokoh individu. MUI hadir untuk menjawab kebutuhan umat akan panduan yang lebih terkoordinasi dalam menghadapi persoalan keagamaan yang kompleks.
Seiring waktu, MUI berkembang menjadi lembaga yang memberikan kontribusi luas dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi syariah, halal-haram produk, dan pendidikan agama. Langkah signifikan MUI meliputi penerbitan fatwa-fatwa yang mendukung perkembangan bank syariah, asuransi syariah, dan sukuk. Pengaruhnya juga merambah ke kebijakan publik, seperti fatwa tentang vaksin halal dan penerapan syariat dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.
Metode Istinbath Fatwa
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI disusun melalui proses istinbath, yakni metode penggalian hukum dari sumber-sumber Islam dengan mempertimbangkan kondisi kontemporer. Metode ini melibatkan beberapa pendekatan, di antaranya:
1. Al-Jam’u wa al-Taufiq: Mencari titik temu antara pendapat ulama mazhab untuk menghasilkan kesimpulan hukum yang selaras.
2. Tarjih: Memilih pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil yang lebih sahih jika tidak ada titik temu.
3. Ijtihad Jama’i: Menggunakan ijtihad kolektif melalui metode seperti bayani (tekstual), ta’lili (analogi), dan istishlahi (pertimbangan maslahat).
Dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 43, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk merujuk kepada ahlinya jika tidak mengetahui:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Hadis Rasulullah SAW juga memberikan dasar bagi pentingnya ijtihad kolektif:
إنَّ اللَّهَ قد أجارَ أمَّتي أن تجتمِعَ علَى ضلالةٍ
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjamin umatku tidak akan berkumpul di atas kesesatan,” (HR Ibnu Majah).
Penerapan Metode Istinbath dalam Muamalah
MUI telah memanfaatkan metode istinbath untuk memberikan panduan dalam berbagai aspek muamalah yang terus berkembang. Beberapa contohnya adalah:
1. Keuangan Syariah: Fatwa terkait bank syariah, sukuk, dan transaksi tanpa riba memberikan dasar hukum bagi sistem keuangan yang sesuai dengan syariat.
2. Jual Beli Digital: Fatwa mengenai e-commerce dan marketplace disusun dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan transparansi.
3. Zakat Profesi: Fatwa tentang kewajiban zakat atas penghasilan modern, seperti gaji dan pendapatan digital, merujuk pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 267:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”
4. Investasi Syariah: Fatwa terkait saham dan properti syariah memastikan bahwa investasi tidak mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian).
Kesimpulan
MUI memainkan peran penting dalam membimbing umat Islam Indonesia melalui fatwa yang relevan dengan zaman. Dengan menggunakan metode istinbath, MUI mampu merespons berbagai tantangan kontemporer dalam bidang muamalah secara fleksibel namun tetap memegang prinsip syariat. Hal ini menunjukkan komitmen MUI dalam menjadikan hukum Islam sebagai solusi bagi kebutuhan umat yang dinamis, sebagaimana ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Wallahua’lam.
Mawaddah Siregar & Indy Khairi (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Jika MUI mendapati masalah kontemporer bagaimana, berapa lama dan berapa jumlah orang yang terlibat dalam proses istinbat hukum untuk mengeluarkan fatwa MUI
Apa tantangan yang dihadapi MUI dalam menetapkan fatwa di era modern ini?
Bangaimana pendapat saudara ketika MUI mengeluarkan fatwa, seperti menentukan hari raya idul addha 10 khijiriah, Awal Ramadhan ketika ada perbedaan?
Bagaimana cara MUI menelaah pandangan fuqaha masa lalu dalam proses fatwa
Kita sama – sama sering mendengar yang namanya perbedaan pendapat antara satu sama lain lalu Bagaimana cara seorang MUI menangani perbedaan pendapat di kalangan anggota Komisi Fatwa
Bagaimana MUI memastikan bahwa fatwa yang dikeluarkan sesuai dengan prinsip syariah dan kebutuhan umat?
Apa saja tantangan yang dihadapi MUI dalam perkembangan fatwa di Indonesia?