Menafsirkan Ayat Mutasyabih: Kaidah dan Pendekatan Ulama
TATSQIF ONLINE – Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam diturunkan dalam bahasa Arab, yang memiliki kekayaan struktur dan makna. Oleh karena itu, memahami ayat-ayat Al-Qur’an tidak dapat dilepaskan dari kaidah-kaidah kebahasaan. Salah satu pembahasan penting dalam kajian ilmu Al-Qur’an adalah tentang muhkam dan mutasyabih, yaitu ayat-ayat yang jelas maknanya dan ayat-ayat yang mengandung unsur ketidakjelasan.
Pembahasan ini menjadi penting karena berkaitan dengan bagaimana umat Islam memahami hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Pemahaman terhadap ayat mutasyabih khususnya, menuntut metode tafsir yang cermat agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran. Oleh karena itu, artikel ini akan mengulas konsep muhkam dan mutasyabih, dengan fokus pada ayat-ayat mutasyabih serta implikasinya dalam memahami hukum Islam.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Secara bahasa, kata muhkam (مُحْكَمٌ) berasal dari akar kata حكم yang berarti mengokohkan atau menegaskan. Dalam konteks Al-Qur’an, ayat-ayat muhkam adalah ayat yang memiliki makna yang jelas dan tidak menimbulkan kesamaran. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam Alquran Surah Hud ayat 1:
الر ۚ كِتَٰبٌ أُحۡكِمَتۡ ءَايَٰتُهُۥ ثُمَّ فُصِّلَتۡ مِن لَّدُنۡ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Artinya: “Alif Laam Raa. (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, kokoh, serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Sebaliknya, mutasyabih berasal dari akar kata شبه yang berarti menyerupai atau tidak jelas karena adanya kemiripan dengan hal lain. Dalam konteks Al-Qur’an, ayat mutasyabih adalah ayat yang maknanya tidak bisa dipahami secara langsung atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 7):
هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ مِنۡهُ ءَايَٰتٞ مُّحۡكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٞۖ
Artinya: “Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok kitab (Ummul Kitab), serta ayat-ayat lain yang mutasyabih…”
Ayat muhkam disebut sebagai Ummul Kitab karena menjadi rujukan utama dalam memahami hukum-hukum Islam, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan pendekatan takwil agar maknanya lebih jelas.
Contoh Ayat Mutasyabih
Beberapa contoh ayat mutasyabih yang sering menjadi bahan kajian adalah sebagai berikut:
1. Ayat tentang Sifat Allah
Allah SWT dalam beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat-Nya dengan menggunakan istilah yang memiliki kemiripan dengan sifat makhluk. Contohnya dalam Alquran Surah Al-Fath ayat 10:
يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيهِمۡ
Artinya: “Tangan Allah berada di atas tangan mereka.”
Ayat ini termasuk mutasyabih karena secara zahir memberikan kesan bahwa Allah memiliki tangan seperti makhluk-Nya. Namun, para ulama menafsirkan bahwa “tangan” di sini bukan dalam arti fisik, tetapi sebagai kiasan yang menunjukkan kekuasaan Allah.
2. Ayat tentang Arsy Allah
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Thaha ayat 5:
ٱلرَّحۡمَٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ
Artinya: “(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pengasih, bersemayam di atas ‘Arsy.”
Istilah istawa (bersemayam) menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian memahami ayat ini secara tekstual, sementara sebagian lainnya menakwilkannya sebagai penguasaan Allah atas makhluk-Nya.
3. Ayat tentang Hari Kiamat
Beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan waktu terjadinya kiamat dengan bahasa yang tidak jelas. Contohnya dalam Alquran Surah An-Nazi‘at ayat 42:
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرۡسَىٰهَا
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu tentang Kiamat: ‘Kapankah terjadinya?’”
Allah tidak memberikan kepastian kapan kiamat terjadi, tetapi hanya menyatakan bahwa waktu tersebut adalah rahasia-Nya.
Metode Memahami Ayat Mutasyabih
Para ulama memiliki dua pendekatan dalam memahami ayat mutasyabih:
1. Pendekatan Tafwidh (Menyerahkan kepada Allah)
Ulama Salaf, seperti Imam Malik dan Imam Ahmad, memilih sikap tafawudh, yaitu menyerahkan makna ayat kepada Allah tanpa menakwilnya secara mendalam. Contohnya, ketika ditanya tentang makna istawa dalam QS. Thaha: 5, Imam Malik menjawab: “Istawanya diketahui, tetapi caranya tidak diketahui. Mengimaninya wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”
2. Pendekatan Takwil (Menafsirkan secara Metaforis)
Ulama Khalaf seperti Al-Ghazali dan Al-Razi berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih dapat ditakwil sesuai dengan konteks bahasa Arab. Misalnya, kata yadullah ditafsirkan sebagai kekuasaan Allah, bukan tangan dalam arti fisik.
Kesimpulan
Pembahasan mengenai ayat-ayat muhkam dan mutasyabih sangat penting dalam memahami kandungan Al-Qur’an. Ayat-ayat muhkam memiliki makna yang jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan pemahaman lebih dalam dengan metode tafsir yang tepat.
Perbedaan pendekatan ulama dalam memahami ayat mutasyabih menunjukkan fleksibilitas dalam ilmu tafsir, baik dengan pendekatan tafawudh maupun takwil. Sikap terbaik bagi umat Islam adalah memahami Al-Qur’an dengan kaidah yang benar, menghindari spekulasi yang tidak berdasar, serta merujuk kepada tafsir para ulama yang terpercaya.
Demikian, kajian ini menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat mutasyabih harus dilakukan dengan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran dan penerapan hukum Islam. Wallahua’lam.
Asmira Pebriana Harahap (Mahasiswa Prodi PGMI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)
Bagaimana sikap ulama salaf terhadap ayat muhkam dan mutasyabih?
Bagaimanakah pemahaman yang mendalam tentang ayat-ayat mutasyabih dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT?
Bagaimana ulama menafsirkan ayat mutasyabih dan apa yang di maksud dengan mutasyabih menurut definisi menurut ulama ?
Jelaskan apa saja yang dapat menjadi metode tafsir untuk dapat memahami makna dari ayat mutasyabihat?
Coba jelaskan Pengertian Muhkam dan Mutasyabih dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surah hud ayat 1?
Apa hikmah di balik keberadaan ayat ayat mustayabih