Fiqh & Ushul FiqhMust Read

Memahami Berbagai Jenis Haji dan Persyaratan Pelaksanaannya

TATSQIF ONLINEIbadah haji adalah impian bagi seluruh umat Muslim di seluruh dunia. Meskipun merupakan Rukun Islam kelima, tidak semua umat Islam bisa melaksanakannya. Hanya sebagian orang yang diberikan kemampuan oleh Allah SWT, yang dapat pergi berhaji ke Tanah Suci.

Ibadah ini memiliki arti penting dalam Islam. Setiap tahunnya, jutaan Muslim dari seluruh penjuru dunia datang ke Tanah Suci Makkah untuk melaksanakan ibadah yang sarat makna ini. Agar ibadah haji dapat dilaksanakan dengan benar dan sah, setiap Muslim perlu memahami rukun dan syarat-syarat yang berhubungan dengan ibadah ini.

Haji secara lughawi berarti menyengaja, menuju, atau mengunjungi. Menurut Syaikh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Syaikh Abdul Wahhab Sayyid Hawwas dalam kitab Al-Wasiith fil Fiqhi Al-‘Ibadat, secara bahasa ‘haji’ berarti al-qashdu ila mu’azhzham, yakni pergi menuju sesuatu yang diagungkan.

Menurut istilah syara’, haji adalah menuju Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan ibadah yang ditentukan, yaitu Ka’bah, Mas’a, Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Dalil diwajibkannya haji terdapat dalam Alquran surat Ali Imran ayat 97:

 وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ  

Artinya: “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: 

ايها النَّاسُ، قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوا 

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji,” (HR Muslim). 

Secara umum, hukum ibadah haji adalah fardhu ‘ain menurut kesepakatan para ulama. Namun, dalam konteks pemilihannya, hukum haji dapat beragam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Habib Hasan bin Ahmad dalam kitab Taqrirat as-Sadidah, yaitu:

1. Fardhu ‘ain, berlaku ketika semua syarat wajib haji terpenuhi (Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu), dan berlaku bagi semua umat Islam.

2. Sunnah, jika tujuannya untuk meramaikan Ka’bah setiap tahunnya, seperti hajinya anak kecil, budak, atau hajinya orang yang mampu berjalan kaki dengan jarak lebih dari dua marhalah (kurang lebih 89 km) dari kota Makkah.

3. Makruh, terjadi ketika dalam perjalanan menuju Makkah, keselamatan jiwa akan terancam.

4. Haram, misalnya hajinya perempuan yang pergi tanpa disertai mahramnya dalam kondisi keselamatan dirinya terancam, atau pergi haji tanpa adanya izin suami.

Terdapat tujuh syarat wajib haji yang perlu dipenuhi. Mengutip dari kitab fiqih Taqrib Kifayatul Akhyar, yang menjadi ketentuan atau syarat sah haji adalah sebagai berikut: 

وَشُرُوطُ وُجُوبِ الْحَجِ سَبْعَةٌ: الْإِسْلَامُ وَالْبُلُوغُ وَالْعَقْلُ وَالْحُرِّيَّةُ وَوُجُودُ الرَّاحِلَةِ وَالزَّادُ وَتَخْلِيَةُ الطَّرِيقِ وَإِمْكَانُ الْمَسِيرِ

Artinya: “Syarat wajib haji ada tujuh, yaitu Islam, baligh,berakal, merdeka, ada kendaraan dan bekal, keamanan di jalan, dan kondisi memungkinkan perjalanan haji.” 

Setelah mengetahui syarat-syarat haji, maka perlu sekali mengetahui juga rukun-rukunnya. Rukun haji  itu wajib dilakukan secara sempurna karena menentukan sah-tidaknya ibadah tersebut.

Apabila salah satu rukunnya tidak tuntas, maka ibadah hajinya tidak sah. Rukun haji itu ada lima, sebagaimana dijelaskan dalam keterangan berikut: 

وَأَرْكَانُ الْحَجِ خَمْسَةٌ: الإِحْرَامُ وَالنِّيَّةُ وَالْوُقُوفُ بِعَرَفَةَ وَالطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَالسَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ

Artinya: “Rukun haji ada lima: ihram, niat, wukuf di Arafah, tawaf di Ka’bah, dan sa’i pada Shafa dan Marwa,” (Taqrib pada Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2001 M/1422 H, hal, 301). 

Sayyid Utsman bin Yahya memasukkan tertib dalam rukun haji, sebagaimana penjelasan beliau dalam buku Manasik Haji dan Umrah, “Rukun-rukun haji: ihram, wukuf, tawaf, sa’i, cukur, dan tertib.” “Fasal pada menyatakan segala rukun haji yaitu enam perkara: pertama ihram, kedua wukuf di Arafah, ketiga tawaf, keempat sa’i, kelima cukur rambut kepala, keenam tertib di dalam kebanyakan rukunnya,”

Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata, “Rukun-rukun haji ada enam, yaitu niat ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sa’i ,memotong rambut, dan tertib.”

Pertama, Haji ifrad, adalah seseorang melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu, kemudian menjalankan ibadah umrah di luar musim haji. Dalam Ifrad, jamaah fokus pada haji saja tanpa umrah.

Setibanya di Mekkah, mereka melakukan tawaf qudum dan sholat di Maqom Ibrahim. Kemudian, mereka melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah tanpa melepas ihram. Mereka tetap dalam keadaan ihram hingga tanggal 10 Zulhijjah.

Setelah itu, mereka melepas ihram dan boleh menggunakan pakaian lain. Jika ingin melakukan umrah lagi, mereka harus berihram kembali, tanpa perlu membayar dam.

Kedua, Haji qiran, adalah seseorang menunaikan ibadah haji bersamaan dengan ibadah umrah di miqat. Jenis haji ini adalah gabungan haji dan umrah yang dilakukan dalam bulan-bulan haji.

Jamaah berihram untuk kedua ibadah tersebut sebelum memulai tawaf. Setibanya di Mekkah, mereka melakukan tawaf qudum dan shalat di Maqam Ibrahim, lalu sa’i antara Shafa dan Marwah untuk kedua ibadah tanpa melepas ihram.

Mereka tetap dalam keadaan ihram hingga tanggal 10 Zulhijah. Setelah selesai, mereka harus membayar dam dengan menyembelih hewan qurban.

Ketiga, Haji tamattu’, adalah saat seseorang melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu, baru kemudian menunaikan ibadah haji pada musim haji tahun itu juga. 

Haji Tamattu’ adalah jenis haji yang dimulai dengan umrah terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan dengan haji. Jamaah berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji dan menyelesaikan rangkaian umrah sebelum bertahallul, biasanya pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Zulhijah).

Pada hari itu, mereka berihram kembali untuk melaksanakan haji. Bagi yang melakukan haji Tamattu’, wajib menyembelih hewan kurban pada tanggal 10 Zulhijah atau di hari-hari tasyriq.

Wallahu A’lam
Oleh Abidin Harahap (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

  • Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

    Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

    Lihat semua pos Lecturer

Tatsqif Media Dakwah & Kajian Islam

Tatsqif hadir sebagai platform edukasi digital yang dirintis oleh Team Tatsqif sejak 5 Januari 2024. Kami mengajak Anda untuk menjelajahi dunia dakwah, ilmu pengetahuan, dan wawasan keislaman melalui website kami. Bergabunglah bersama kami dan jadilah bagian dari kontributor syi'ar Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat Kami Yuk