6 Amalan Sunnah pada Saat Idul Adha, Nomor 6 Menjadi Pembeda
TATSQIF ONLINE – Idul Adha adalah hari raya kedua bagi umat Islam setelah Idul Fitri. Idul Adha jatuh setiap tanggal 10 Dzulhijjah menurut kalender Hijriah atau tujuh puluh hari setelah Idul Fitri.
Idul Adha dikenal juga dengan hari raya qurban. Momentum peringatan hari raya ini merupakan refleksi ketaatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk mengorbankan putranya. Idul Adha menjadi kesempatan yang tepat untuk melaksanakan berbagai amalan sunnah.
Berikut enam amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:
1. Mengumandangkan Takbir
Dianjurkan mengumandangkan takbir di masjid, mushalla, dan rumah. Waktunya mulai dari terbenam matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya Idul Adha, yang terus dilanjut sampai tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq.
Pada malam Idul Adha tersebut, umat Islam dianjurkan untuk mengagungkan, memuliakan, dan menghidupkannya. Anjuran ini sebagaimana terdapat dalam kitab Raudlatut Thalibin:
فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ
Artinya: “Disunnahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunnahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah.”
Sebagian ulama fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat Maghrib dan ‘Isya berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.
2. Mandi Sebelum Shalat Idul Adha
Disunnahkan mandi sebelum berangkat ke masjid. Hal ini boleh dilakukan mulai dari pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh.
Tujuan mandi sebelum shalat Idul Adha adalah untuk membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar. Mandi sebelum waktu berangkat ke masjid adalah yang paling baik.
يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، وَيَخْتَصُّ بِالنِّصْفِ الثَّانِي مِنَ اللَّيْلِ
Artinya: “Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, atau pertengahan malam.”
Mandi sunnah adalah untuk semua kaum muslimin; laki-laki maupun perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat sunnah hari raya maupun bagi perempuan yang sedang udzur syar’i sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Idul Adha.
3. Memakai Wangi-Wangian
Sunnah untuk memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya tersebut. Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab terdapat keterangan mengenai amalan sunnah ini.
وَالسُّنَّةُ أَنْ يَتَنَظَّفَ بِحَلْقِ الشَّعْرِ وَتَقْلِيمِ الظُّفْرِ وَقَطْعِ الرَّائِحَةِ لِأَنَّهُ يَوْمُ عِيدٍ فَيسُنَّ فِيهِ مَا ذَكَرْنَاهُ كَيَوْمِ الْجُمُعَةِ وَالسُّنَّةُ أَنْ يَتَطَيَّبَ
4. Memakai Pakaian yang Baik
Memakai pakaian yang paling baik, bersih, bagus jika memilikinya. Jika tidak memilikinya, maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci. Akan tetapi, sebagian ulama mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.
Dalam Kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ
Artinya: “Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukuplah ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.”
Rasulullah SAW memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu.
كَانَ يَلْبَسُ فِي العِيدِ بُرْدَ حِبَرَةٍ
Artinya: “Rasulullah SAW di hari raya memakai burda hibarah (pakaian yang indah berasal dari Yaman).”
5. Berjalan Kaki Menuju Masjid dan Pulangnya dari Jalan yang Lain
Apabila pergi ke masjid atau pun tempat shalat Idul Adha, hendaklah berjalan kaki. Namun, untuk orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja berangkat dengan menggunakan kendaraan.
Dengan berjalan kaki, terjadi saling sapa dengan orang lain, seperti mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang berbunyi:
كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
Artinya: “Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Idul Adha,” (HR Ibnu Majah).
Selain itu, dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan. Sambil menunggu shalat hari raya dilaksanakan, kita bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jamaah yang telah hadir.
Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut.
السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Artinya: “Bagi yang hendak shalat Id disunnahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.”
6. Makan Setelah Selesai Melaksanakan Shalat
Pada hari Raya Idul Adha disunnahkan makan setelah selesai melaksanakan shalat sunnah Idul Adha. Berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri, yang disunnahkan makan sebelum melaksanakan shalat sunnah hari raya.
Pada masa Nabi SAW, makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, karena makanan pokok orang Arab adalah kurma.
عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يُطْعِمَ، وَيَوْمَ النَّحْرِ لَا يَأْكُلُ حَتَّى يَرْجِعَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Buraidah ra, bahwa Nabi saw tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali ke rumah.”
Anas RA juga meriwayatkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا.
Artinya: “Rasulullah saw tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.”
Makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi setelah pelaksanakan shalat sunnah Idul Adha adalah kurma seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi jika tidak mendapati kurma, diperbolehkan memakan makanan yang lain, misalnya disesuaikan dengan makanan pokok daerah masing-masing.
Kesimpulan
Idul Adha adalah momen yang penuh berkah apabila seorang muslim mengisinya dengan berbagai amalan sunnah. Hal ini dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk menggapai keridhoan-Nya.
Wallahu A’lam
Oleh Suningsih (Mahasiswa UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)