Kepedulian Sesama dan Alam: dari Empati Menuju Aksi Nyata
TATSQIF ONLINE – Dalam kehidupan yang terus bergerak cepat, nilai-nilai kemanusiaan kerap kali tergeser oleh egoisme, individualisme, dan sikap acuh tak acuh. Salah satu nilai yang paling krusial namun sering diabaikan adalah kepedulian terhadap sesama. Kepedulian bukanlah sekadar tindakan simpatik atau belas kasihan sesaat. Ia adalah fondasi dari tatanan masyarakat yang beradab. Ketika seseorang peduli, ia sedang menunjukkan bahwa ia hadir sebagai manusia yang utuh—bukan hanya jasad yang hidup, tapi juga ruh yang peka terhadap penderitaan, keadilan, dan tanggung jawab.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, kepedulian menjadi lebih penting dari sebelumnya. Bukan hanya karena kita hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda nasib, tapi juga karena kita berada di tengah sistem global yang saling terhubung—di mana penderitaan satu bagian dunia, pada akhirnya akan berdampak pada bagian lainnya.

Psikologi Kepedulian: Empati yang Menggerakkan
Secara psikologis, kepedulian berakar pada empati. Psikologi modern menjelaskan bahwa manusia secara biologis dirancang untuk merespons penderitaan orang lain. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “mirror neurons” dalam otak manusia yang memicu rasa empati ketika seseorang menyaksikan penderitaan orang lain. Inilah sebabnya mengapa ketika kita mendengar tangisan anak yang kehilangan keluarganya di Gaza, atau melihat anak-anak panti asuhan yang tumbuh tanpa pelukan kasih, kita tidak hanya merasa iba—kita merasakan duka itu seolah milik kita sendiri.
Ketika empati ini diolah menjadi tindakan nyata, maka muncullah kepedulian dalam bentuk yang lebih dalam. Tindakan seperti memberi, membantu, mendengarkan, dan hadir untuk orang lain terbukti secara ilmiah meningkatkan produksi hormon oksitosin dan dopamin, yang membuat pelakunya merasa bahagia dan bermakna. Tak heran jika para relawan sering merasa lebih hidup setelah terlibat dalam kegiatan sosial—bukan karena hidup mereka tanpa masalah, melainkan karena mereka menghidupkan empatinya demi sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Kepedulian dalam Islam: Bukti Keimanan Sejati
Dalam Islam, kepedulian tidak hanya dianggap sebagai tindakan sosial semata, melainkan sebagai manifestasi dari keimanan yang sejati. Rasulullah ﷺ bersabda:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Artinya: “Tidaklah sempurna iman seseorang sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam menjadikan kepedulian sebagai salah satu prinsip dasar dalam membangun masyarakat yang beradab. Kepedulian ini meliputi perhatian terhadap anak yatim, kaum miskin, tetangga, korban perang, bahkan terhadap lingkungan hidup.
Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 110 menekankan pentingnya peran aktif umat Islam dalam menjaga moral sosial melalui amar ma‘rūf dan nahi ‘anil munkar:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‘rūf dan mencegah dari yang munkar.”
Amar ma‘rūf nahi munkar bukan hanya tugas ustaz di mimbar atau aparat negara, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif semua umat Islam yang masih memiliki nurani. Ini adalah bentuk tertinggi dari kepedulian: tidak rela melihat masyarakat jatuh dalam dosa, tidak tinggal diam ketika ada kemungkaran yang merusak tatanan sosial dan moral.

Kepedulian Sosial dan Lingkungan: Tanggung Jawab Bersama
Tragedi kemanusiaan di berbagai penjuru dunia—seperti di Palestina, Yaman, dan Sudan—adalah cerminan nyata dari kebutuhan akan kepedulian global. Ketika umat manusia memilih diam, sejatinya mereka sedang menolak tanggung jawab. Ketika masyarakat mengabaikan ajaran untuk saling menasihati dalam kebaikan, mereka sedang membiarkan kerusakan merajalela.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-‘Aṣr ayat 3:
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: “Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
Kepedulian bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk lisan yang menasihati, tulisan yang mengingatkan, dan doa yang mendukung. Kita peduli bukan hanya pada kesejahteraan fisik orang lain, tetapi juga pada keselamatan moral dan spiritualnya.
Bahkan kepedulian terhadap lingkungan hidup juga termasuk dalam amar ma‘rūf nahi munkar. Kerusakan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran, dan eksploitasi sumber daya alam adalah bentuk kemungkaran modern yang harus dicegah. Jika kita abai, generasi masa depan akan menanggung akibatnya.

Membangun Generasi Peduli: Peran Pendidikan dan Keluarga
Pendidikan empati dan kepedulian harus dimulai sejak dini. Sekolah dan keluarga memegang peran sentral dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial. Generasi ini akan tumbuh sebagai manusia yang mampu merasakan, bertindak, dan berkontribusi bagi kebaikan bersama.
Setiap individu, komunitas, dan lembaga memiliki peran penting dalam menciptakan budaya kepedulian. Mulai dari kegiatan sosial di masyarakat, advokasi untuk korban konflik, hingga edukasi ekologis. Amar ma‘rūf nahi munkar bisa diwujudkan melalui ceramah, tulisan, media sosial, bahkan aksi politik. Semuanya bermula dari satu hal: kepedulian.
Penutup: Jadilah Pelipur Luka Dunia
Dunia memang sedang dalam luka. Namun luka itu dapat disembuhkan selama masih ada manusia yang rela menjadi pelipur—yang menasihati dalam kebaikan, mencegah kemungkaran, dan menjaga bumi tempat tinggal kita bersama.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Artinya: “Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Mari kita tidak memilih menjadi yang terlemah. Mari kita jadikan kepedulian sebagai identitas dan misi hidup. Jika dunia terasa gelap, jadilah cahaya. Jika manusia semakin asing satu sama lain, jadilah yang menyapa duluan. Kepedulian adalah bahasa universal yang mampu mengubah penderitaan menjadi kekuatan, keterasingan menjadi kebersamaan, dan luka menjadi harapan. Dunia membutuhkan kepedulian kita—hari ini, bukan besok. Wallahua’lam.
(Disampaikan pada program rutin “NGOPI” UKM HADITS oleh Sylvia Kurnia Ritonga, Lc., M.Sy)
