Hukum Talak: Menyelami Berbagai Pendapat dalam 4 Mazhab
TATSQIF ONLINE – Talak, sebagai salah satu aspek penting dalam hukum keluarga Islam, merupakan proses yang memiliki dampak signifikan bagi kehidupan sosial dan pribadi individu. Talak bukan hanya sekadar pengakhiran hubungan suami istri, tetapi juga mencerminkan kompleksitas hukum dan etika yang berkaitan dengan pernikahan.
Keberagaman pandangan di antara empat madzhab utama—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—menyajikan pemahaman yang mendalam mengenai tatacara dan syarat-syarat dalam menjatuhkan talak, yang masing-masing memiliki nuansa dan pendekatan tersendiri. Oleh karena itu, umat Muslim perlu memahami definisi, hukum, dan implikasi talak dalam kerangka hukum keluarga Islam, agar keputusan yang diambil dapat bersinergi dengan nilai-nilai syariah yang berlaku.
Proses perceraian ini tidak hanya melibatkan aspek hukum, tetapi juga membawa dampak emosional dan psikologis bagi individu yang terlibat, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Mengingat bahwa talak diizinkan dalam Islam sebagai solusi terakhir ketika pernikahan tidak dapat dipertahankan, maka pemahaman yang komprehensif mengenai hukum talak menjadi esensial.
Pengertian Talak
Talak merupakan istilah yang merujuk pada perpisahan antara pasangan suami istri. Dalam tradisi Arab pra-Islam, lafaz talak digunakan untuk menyebut perpisahan ini. Secara lebih mendalam, pengertian talak dapat dijelaskan dari sudut pandang empat madzhab utama dalam Islam:
a. Mazhab Hanafi
Mengutip dari Dar Al-Mukhtar wa Hasyiyatu Ibnu ‘Abidin, menurut Mazhab Hanafi, talak secara etimologi berarti رَفْعُ قَيْدٍ, yaitu pelepasan ikatan. Sedangkan secara terminologi, talak adalah رَفْعُ قَيْدِ النِّكَاحِ بِلفْظٍ مَخْصُوصٍ, yaitu pelepasan ikatan perkawinan dengan lafadz yang khusus.
b. Mazhab Maliki
Dalam Mazhab Maliki, talak secara etimologi berarti الانطِلاقُ والذَهَابُ, yaitu memutus dan meninggalkan. Terminologinya, talak adalah صِفَةٌ حُكْمِيَّةٌ تَرْفَعُ حَلِّيةَ مُتْعَةِ الزَّوْجِ بِزَوْجَتِهِ (sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri). Penjelasan ini terdapat dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil.
c. Mazhab Syafi’i
Syamsuddin Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini dalam Mughni Al-Mukhtaj, menjelaskan bahwa mazhab Syafi’i mendefinisikan talak secara etimologi sebagai حَلُّ القَيْدِ وَالإطْلاقِ, yaitu melepaskan ikatan dan meninggalkan. Dalam istilah, talak memiliki arti sebagai حَلّ عَقْدِ النِّكَاحِ بِلفظِ الطَّلاقِ وَنَحْوِهِ, yakni melepaskan ikatan pernikahan dengan lafaz cerai atau sejenisnya.
d. Mazhab Hanbali
Menurut Mazhab Hanbali, talak diartikan secara etimologi sebagai رَفْعُ الْوَثَاقِ مُطْلَقٌ, yaitu pelepasan ikatan secara mutlak. Sedangkan secara terminologi, talak berarti رَفْعُ قَيْدِ النِّكَاحِ بِلفْظٍ مَخْصُوصٍ, yakni pelepasan ikatan perkawinan dengan lafaz yang khusus. Sebagaimana penjelasannya dalam Fathul Qodir Lil Kamal Ibni Hamam.
Hukum Talak
Dasar hukum talak dalam Islam adalah mubah atau boleh. Namun, terdapat perbedaan pandangan di antara para imam mazhab mengenai hukum talak.
a. Mazhab Hanafi
Ahsan: Suami menjatuhkan talak kepada istri saat dalam keadaan suci dan belum menyetubuhinya.
Hasan: Suami memberikan talak kepada istri yang belum disetubuhi meskipun dalam keadaan haid, atau suami menceraikan istri yang sudah disetubuhi tetapi tidak berhubungan intim lagi selama tiga kali suci.
Bid’i: Suami mentalak istri yang sedang haid atau hamil.
b. Mazhab Maliki
Sunnah: Talak satu yang dijatuhkan kepada istri yang sedang dalam keadaan suci dan belum disetubuhi.
Makruh: Talak yang dijatuhkan kepada istri lebih dari satu dan tidak dalam keadaan haid.
Dilarang/Haram: Talak yang dijatuhkan kepada istri saat haid atau mengandung.
c. Mazhab Syafi’i
Wajib: Apabila terdapat perselisihan yang tidak dapat berdamai dan rukun kembali antara suami dan istri, dan dua orang hakam yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu cerai.
Sunnah: Apabila istri rusak moralnya.
Haram: Jika suami menceraikan istri ketika haid atau tidak haid namun baru menyetubuhinya dalam masa suci, tetapi baru saja berhubungan badan.
Makruh: Jika suami menceraikan istrinya tanpa sebab.
d. Mazhab Hanbali
Ahsan: Penjatuhan talak satu kepada istri dalam keadaan suci.
Hasan: Penjatuhan talak tiga kepada istri dalam tiga kali suci.
Bid’ah: Penjatuhan talak tiga dalam satu kali dan dalam satu kali suci.
Talak terbagi menjadi dua kategori:
Sharih: Pengucapannya secara jelas, memiliki tiga lafadz yaitu talak, firaq (lepas), dan sirah (pisah).
Kinayah: Pengucapannya dengan sindiran yang mengandung makna talak dan selainnya.
Dalam perspektif fiqih empat mazhab, talak menjadi sah apabila memenuhi syarat dan rukun tertentu. Jika seorang suami berucap talak tiga dengan niat yang jelas, maka talak tersebut sah sesuai dengan niatnya.
Implikasi dalam Hukum Keluarga
Implikasi talak dalam pendapat empat mazhab fiqh, yaitu Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, antara lain:
Talak Ba’in: Menurut Mazhab Maliki, talak ba’in terjadi dalam empat kondisi, yaitu talak pada istri yang belum sempat disetubuhi, talak khulu’, talak tiga, dan mubaaro’ah.
Khulu’: Dalam pandangan Mazhab Maliki, Hanafi, dan Syafi’i, khulu’ dianggap sebagai talak. Namun, Mazhab Hanbali memandang khulu’ sebagai fasakh.
Rujuk dalam Masa ‘Iddah: Menurut Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, tidak ada rujuk dalam masa ‘iddah. Sebaliknya, Mazhab Hanbali berpendapat bahwa suami memiliki hak untuk rujuk jika menolak iwadh dari istri.
Talak Suami Karena Terpaksa: Mazhab Hanafi menetapkan bahwa suami yang menjatuhkan talak karena terpaksa, tetap sah talaknya.
Hukum Asal Talak: Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa hukum asal talak bersifat mubah, sehingga sebaiknya menghindari tindakan tersebut kecuali dalam keadaan darurat.
Islam mendorong penghindaran talak, meskipun memperbolehkan hal tersebut jika pasangan tidak dapat melanjutkan hubungan atau jika kelanjutan pernikahan menimbulkan mudharat. Terutama saat talak mempengaruhi hubungan suami-istri dan berdampak pada anak-anak serta masyarakat secara luas.
Kesimpulan
Hukum talak dalam empat mazhab menunjukkan beragam perspektif dan pendekatan terhadap masalah perceraian dalam Islam. Para ulama dari masing-masing madzhab memberikan penjelasan yang mendalam dan sistematis mengenai talak, hukum-hukum yang terkait, serta implikasinya dalam hukum keluarga. Dalam prakteknya, memahami hukum talak dan implikasinya sangat penting bagi individu dan keluarga untuk menjaga keharmonisan serta menghindari mudharat yang mungkin terjadi akibat perceraian. Wallahua’lam.
Sri Hartati Pasaribu (Mahasiwa Prodi HKI UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)