DOKUMEN TATSQIF – Rujuk, atau kembali ke dalam ikatan pernikahan setelah talak, merupakan topik yang sering diperbincangkan dalam konteks hukum Islam atau fiqih. Dalam bahasa Arab, ruju’ berarti kembali atau mengembalikan. Para fuqaha, atau ahli hukum Islam, memahami istilah ini sebagai proses pengembalian ke dalam hubungan pernikahan setelah perceraian yang bukan talak bain, selama masa iddah. Para ulama dari berbagai madzhab memberikan definisi dan perspektif yang berbeda terkait dengan rujuk.
Menurut para fuqaha, rujuk dapat terjadi setelah talak satu atau dua, selama istri masih dalam masa iddah. Para ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait dengan rujuk, baik dari segi definisi maupun syarat-syaratnya. Namun, pada dasarnya, rujuk mengacu pada pengembalian status hukum pernikahan secara penuh setelah terjadinya talak raj’i.
Dalam Islam, rujuk memiliki dasar hukum yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Meskipun tidak ada perintah yang tegas untuk rujuk, namun ada petunjuk dalam Al-Qur’an yang memberikan ruang bagi proses tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa rujuk adalah sunat, sementara yang lain berpendapat bahwa itu adalah hak mutlak seorang suami.
Rukun dan syarat-syarat rujuk harus terpenuhi agar perbuatan tersebut sah menurut hukum Islam. Sighat atau lafaznya harus jelas, dan pelaksanaannya selama masa iddah talak raj’i. Selain itu, ada persyaratan terkait status perempuan yang dirujuk dan suami yang melakukan rujuk.
Hikmah dan Alur Pelaksanaan Rujuk
Hikmah dari proses rujuk dalam Islam sangatlah bermakna. Selain menghindarkan murka Allah, rujuk juga memberikan kesempatan bagi suami dan istri untuk bertaubat, menyesali kesalahan, dan memperbaiki hubungan mereka. Hal ini juga membantu menjaga keutuhan keluarga dan menciptakan perdamaian di antara anggota keluarga.
Dalam pelaksanaannya, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur aturan-aturan terkait rujuk secara terperinci. Meskipun ada beberapa perbedaan dengan aturan fiqh tradisional, namun KHI memberikan pedoman yang jelas terkait proses rujuk, termasuk tata cara pelaksanaannya.
Kesaksian dalam rujuk juga menjadi perhatian, di mana para ulama memiliki pendapat yang berbeda terkait kebutuhan akan kesaksian dalam proses tersebut. Namun, ada kesepakatan bahwa rujuk dapat sah tanpa kesaksian.
Dalam kesimpulannya, rujuk merupakan proses yang kompleks dalam hukum Islam, yang memiliki dasar hukum yang kuat dan detail dalam fiqih dan KHI. Meskipun memiliki persyaratan yang ketat, rujuk memiliki nilai penting dalam menjaga keutuhan keluarga dan menciptakan perdamaian di antara pasangan suami istri.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai materi ini, silahkan klik download.
5 komentar pada “Rujuk dalam Islam: Definisi, Persyaratan, dan Pelaksanaannya”
Bagaimana proses pelaksanaan rujuk dalam Islam coba anda jelaskan secara ringkas
Apa saja alasan yang sah menurut hukum islam untuk menolak rujuk?
Apabila ada seorang suami yang ingin rujuk dengan istrinya, ia ingin rujuk dengan si istri setelah memikirkan kembali bahwa cerai itu bukanlah pilihan yang tepat, akan tetapi masa iddah si istri tinggal sehari lagi dan dia sedang dinas diluar kota, jadi apakah bisa sisuami merujuk si istri melalui media online baik itu melalui wa atau semacamnya? terimakasih
Menurut penulis apakah bisa rujuk kembali setelah keluar akta cerai?
Apa akibat hukum jika rujuk dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan?